Ritual religi yang unik dan punya makna mendalam bagi masyarakat warga Dusun San Baro, Bentek, Lombok Utara atau kabupaten yang kerap disebut ‘dayan gunung’, yakni ritual Tolak Bala (baca: cegah musibah). Ritual Tolak Bala dilakukan untuk memulihkan keadaan alam dan lingkungan sosial yang dirasakan tidak nyaman atau mencekam, agar kembali aman, tenang dan nyaman.
Warga dusun setempat biasanya menggelar kegiatan tolak bala tiap lima tahun sekali. Khususnya saat lingkungan alam dan sosial dianggap ‘kurang bersahabat’, mungkin karena sebab-sebab tertentu. Ritual Tolak bala diharapkan kembali menormalkan keadaan.
Selain memiliki nilai religi, ritual ini memiliki dimensi sejarah yang berkelindan sepanjang dinamika kehidupan masyarakat. Salah seorang Tokoh Adat di San Baro, Kabul, ditemui saat berlangsung tolak bala di San Baro beberapa waktu lalu mengungkapkan, tolak bala merupakan ritus warga setempat yang sudah berlangsung lama.
Masyarakat meyakini, untuk pemulihan lingkungan alam dan lingkungan sosial yang yang mengancam manusia, harus dilakukan ritual tolak bala. “Orang tua kita dulu sangat yakin, tolak bala menjadi sarana memulihkan situasi yang mengancam. Kami hanya mewarisi, berkewajiban menjaga dan mempertahankan turun temurun,” ungkapnya pada lombokjurnal saat pelaksanaan tolak bala di kampung setempat, pekan lalu.
Abu Mustafa, salah seoarng tokoh agama masyarakat setempat mengatakan, ritual tolak bala punya sejarah panjang setelah datangnya Islam. Tolak bala, selaras dengan ajaran Islam, saat ritual berlangsung dibacakan sholawat-sholawat badriah (selakaran, Sasak –red).
Ajaran Islam yang disyi’arkan para mubaligh menjadi penuntun kehidupan umat muslim masa lampau, salah satunya adalah tradisi selakaran. Tradisi ini penting dilanjutkan dan dipelihara untuk menciptakan keadaan alam menjadi aman dan damai.
Bacaan lain yang menyertai shalawatan (berzanji) yakni dzikir, yasinan, hidziban, dan doa-doa lainnya. “Ke depan ritus ini harus kita pelihara dengan baik,” harapnya.
djn
Mendorong Masyarakat Cinta membaca
MATARaM – lombokjournal
Meningkatkan kualitas diri bisa dilakukan dengan membaca. Wagub NTB, H Muhammad Amin mendorong masyarakat, khususnya siswa, agar meningkatkan kualitas diri. “Itu bisa dilakukan dengan banyak membaca,” kata Muhammad Amin.
Wagub NTB, Muhammad Amin menyampaikan itu, saat Peluncuran dan Pencanangan Gerakan Cinta Membaca, Pembangunan Arsip Gubernur dan Program Arsip Digital di Tangan, di Kantor Badan Perpusatakaan dan Arsip Daerah Provinsi NTB, Senin (30/05).
“Masyarakat yang memperoleh pengetahuan dan wawasan baru akan semakin membuat kehidupannya cerdas. Sehingga, apa pun tantangan zaman ke depan, mereka mampu menjawabnya,” kata Wagub.
Dikatakannya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar membaca. Sebab masyarakat yang gemar membaca adalah masyarakat yang gemar belajar. Karena itu ditekannya agar siswa terus meningkatkan kualitas diri dengan membaca.
Di tempat sama, Plt. Kepala Perpustakaan Nasional, Drs. Dedy Junaedy, M.Si menyampaikan gerakan gemar membaca sudah dicanangkan di tujuh provinsi di Indonesia. NTB merupakan provinsi ketujuh yang mencanangkan gerakan tersebut.
Tapi khusus di NTB dikatakannya agak unik. “Pak Wagub. Kalau di tempat lain menggunakan Gerakan Budaya Membaca, tapi di sini pakai Gerakan Cinta Membaca. Berarti itu melekat dari anak yang kecil, sampai remaja, dewasa dan orang tua. Kalau sudah cinta, Insya Allah kita akan terus membaca,” ungkapnya di hadapan ratusan siswa dan guru yang hadir di acara tersebut.
Dedy Junaedi berharap, gerakan cinta membaca menjadi contoh teladan bagi orang tua dan masyarakat dalam menumbuhkembangkan cinta membaca. Sehingga, dengan tumbuhkembangnya cinta membaca, masyarakat tidak ketinggalan dan siap menghadapi Masyarakat Ekonomi Eropa.
Terkait arsip, Wagub mengungkapkan banyaknya arsip daerah yang belum diolah dan ditata dengan baik, sehingga sangat mungkin arsip yang bernilai guna dan bersejarah tersebut masih ditemukan atau ditempatkan tidak semestinya.
“Saya berharap lembaga kearsipan secara aktif menelusuri dan mengambil alih arsip-arsip tersebut. Arsip ini kemudian diolah agar dapat bercerita dan memberikan informasi yang objektif kepada masyarakat,” harap jelas Wagub di hadapan Plt. Kepala Perpustakaan Nasional, Drs. Dedy Junaedy, M.Si dan Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi NTB, Drs. H. Imhal.
Senada dengan Wagub dan Plt. Perpustakaan Nasional, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi NTB, Drs. H. Imhal menyampaikan kegiatan-kegiatan yang akan menunjang suksesnya gerakan cinta membaca di masyarakat.
“Dengan koleksi perpustakaan yang mencapai satu juta enam ratus ribu, akan mendukung kebutuhan masyarakat. Kita juga telah menyelenggarakan lomba perpustakaan, lomba cerita, lomba menulis di media, semua itu dalam rangka menumbuhkan kecintaan terhadap perpustakaan,” jelasnya saat itu.
Karena itu, pihaknya terus melakukan inovasi melalui E-Perpustakaan. Sehingga, masyarakat yang membutuhkan referensi atau buku dapat mengaksesnya dengan mudah, bahkan dalam hitungan beberapa detik, daftar referensi yang dibutuhkan akan langsung muncul.
HAYKAL, DUTA NTB UNTUK NASIONAL
Muhammad Haykal Faturrahman, mewakili Provinsi Nusa Tenggara Barat di ajang Lomba Cerita Tingkat Nasional tanggal 16 Agustus 2016 mendatang. Siswa Kelas IV SDN Inpres Leu Kabupaten Bima tersebut peraih peringkat pertama pada Lomba bercerita Daerah Tingkat Provinsi, yang diselenggarakan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi NTB.
Awalnya, Haykal, 11, mengikuti seleksi tingkat kecamatan. Setelah berhasil menyisihkan ratusan siswa di tingkat Kabupaten, ia berhak mewakili Kabupaten Bima di tingkat Provinsi.
Di tingkat provinsi, Haykal menduduki peringkat pertama setelah bersaing ketat dengan Halimatus Sa’diah, siswa SDN 05 Kota Bima, pada peringkat kedua. Di peringkat ketiga ditempati siswa SDK Tunas Daud Kota Mataram, Paulina Devina Wijaya.
“Kuncinya, kita tidak boleh takut, harus berani tampil di depan siapa saja,” ungkap Haykal setelah tampil membawakan cerita Daerah Bima di hadapan Wakil Gubernur NTB, H. Muh. Amin, SH.M.Si pada Peluncuran dan Pencanangan Gerakan Cinta Membaca, Pembangunan Arsip Gubernur dan Program Arsip Diigital di Tangan, di Kantor Badan Perpusatakaan dan Arsip Daerah Provinsi NTB, Senin (30/05).
Guru Pembina Haykal, Siti Aisyah, S.Pd meminta do’a dan dukungan semua pihak untuk keberhasilan anak didiknya pada saat berlaga di tingkat nasional. “Anakda Haykal akan mewakili NTB. Jadi, kalau ada kerjasama yang baik, Insya Allah saya yakin akan berhasil. Semoga ada perhatian khusus dari pemerintah daerah kita,” ungkapnya di sela-sela acara tersebut.
Aisyah juga menyampaikan tips sehingga anak didiknya dapat bersaing dengan siswa lain, baik di level kabupaten, provinsi maupun nanti di level nasional.
“Tumbuhkan rasa keberaniannya. Lalu, tampilkan sesuatu yang berbeda dengan kebanyakan orang. Dan yang lebih penting, tidak sombong saat mencapai prestasi terbaik,” jelasnya saat itu.
Suk
Foto;
(atas) Dedy Junaedy memukul gendang beleq tanda dimulainya Peluncuran dan Pencanangan Gerakan Cinta Membaca, Pembangunan Arsip Gubernur dan Program Arsip Digital di Tangan.
(bawah) Wagub Muhammad Amin bersama Muhammad Haykal Faturrahman
Gubernur Nusa Tenggara Barat DR. TGH M Zainul Majdi yangjuga Ketua Umum Tanfiziyah PB NW Pancor, menghadiri acara Adz-Dzikrol Hauliyyah Ma’had Darul Quran wal hadis Almajdiyah Asy syafiiyah NW ke 51 (lima Satau) yang bertempat di Al- Abrol Ponpes, di Mushalla Al- Abror lingkungan Yayasan Ponpes NWDI Pancor Lombok Timur (29/5). Turut hadir Dewan Penasehat PBNW ummi Ustazah Rauhun Zainuddin Abdul Majid.
Sekitar 1000 jamaah hadir menghadiri Hauliyyah yang ditandai penyerahan Toliban baru yang berjumlah 199 orang Tullab dan 166 orang Tullaban. Dengan demikian yang akan menjadi santri baru Darul Quran wal hadist Almajdiyah Asy syafiiyah NW berjumlah365 orang. Penyerahan ini diwakili TGH. H. Najmul Ahyar Lombok Utara, kemudian penyerahan diterima oleh Ummi Ustazah Hj. Rauhun ZM.
TGH M ZMajdi, Ketua Dewan Tanfidzyah ini menyerahkan ijazah kepada Mutkahrijin dan Mutkharijat
Setelah menerima santri baru, Ummi Hj. Rauhun menyerahkan kembali Mutakharijin dan mutakharijat yang telah menyelesaikan studinya selama kurang lebih 4 tahun di Ma’had Darul Quran wal hadis Almajdiyah Asy syafiiyah NW kepada wali santri yang hadir pada saat itu. Tercatat yang menyelesaikan studi pada Mahad Darul Quran wal hadist Almajdiyah Asy syafiiyah NW pada tahun 2016 berjumlah 50 orang.
Sebelum menyampaikan tauzyah (pengajian Umum), TGH M zainul Majdi, Ketua Dewan Tanfidzyah ini menyerahkan ijazah kepada Mutkahrijin dan Mutkharijat yang sukses menimba ilmu di Ma’had Darul Quran wal hadist Al majdiyah Asy syafiiyah .
Gubernur NTB DR. TGH M Zainul Majdi sebagai Syaihul Ma’had menyampaikan syukurnya dapat bersilaturrahmi dalam acara Tasyakur mahad yang sudah berusia 51 Thun. Kepada jamaah yang hadir, YGH zainul Majdi mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya atas keistikomahan untuk meneruskan amanah Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid Al- Pancory hingga berusia 51 tahun.
“Mudah-mudahan Allah memperpanjang usianya melipat gandakan keberkahannya dan memberikan Tulllab dan Tullibat kebaikan yang tidak putus-putus,” ujarnya.
Sebagai Syaihul Mahad TGB berpesan kepada seluruh santri baru maupun yang sudah lulus, hendaknya menjaga ketakwaan kepada Allah SWT jadilah Mutakarrijin dan Mutakarijat yang bertakwa kepada Allah, kalau sudah bertakwa insya Allah semua tugas akan dapat terselesaikan denagan baik. Kalau dipegang teguh pokok-pokok syariat hususnya seluruh rukun islamdan penjabaranya , yang ke tiga pegang teguh sifat-sifat dan ahlak mulia yang di contohkan Rasullallah SAW.
“Cukuplah kebanggaan kami sebagai mutakharrijin dan mutakharrijat, bila kalian bisa membawa pesan dan waksiat takwa dimana pun dan kapan pun anda berada,” wasiatnya
Dalam acara itu, hadir Ketua PB Muslimat NW Hj. Rahmi Djalillah, Anggota DPR RI H. Syamsul Lutfi, Bupati Lombok Utara DR. TGH Najmul Ahyar, Kadispora NTB DR. H Rosyiadi Syayuti, Kepala BKD dan Diklat Drs.H. Suruji dan kepala BPKAD NTB Ir. H. Iswandi dan hadir juga segenap Masaikh para Alim ulama Abituren Nahdatul Wathan.
(Syamsul/Biro Humas dan Protokol Setda Pemprov NTB)
Kemajuan Literasi ; Tersedianya Buku ‘Tingkat Keterbacaan’nya Sesuai Jenjang Pendidikan
MATARAM – lombokjournal
Mantan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof Mahsun, menunjukkan kelemahan Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan No 13/2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Apakah kelemahan iutu? Menurutnya, Permen yang kegiatan utamanya antara lain mewajibkan siswa membaca buku non pelajaran selama 15 menit (literasi sekolah) itu, tidak ditunjang buku-buku yang menumbuhkan pemuliaan perilaku. “Permen itu mandul,” katanya.
Terbitnya Permen itu memang tak ditopang infra struktur, yakni penyediaan buku-buku bacaan yang menumbuhkan pemuliaan perilaku. Menteri Dikbud, Anis Baswedan, bahkan tidak memikirkan seandainya membutuhkan buku-buku yang berisi tokoh-tokoh yang mempunyai karakter mulia, dimana harus memperolehnya. Khususnya untuk menunjang kegiatan literasi sekolah.
Prof Mahsun; penyediaan buku-buku bacaan yang menumbuhkan pemuliaan perilaku
Kelemahan ini menimbulkan masalah di beberapa tempat. Misalnya di Surabaya yang telah menetapkan diri sebagai “Kota Literasi”. Tiap sekolah di Kota Pahlawan itu bersemangat membangun ‘pojok perpustakaan’. Untuk mengatasi kekurangan buku, pihak sekolah meminta sumbangan buku dari orang tua siswa.
Ketika buku-buku terkumpul, siapa akan menyeleksi buku-buku tersebut? Memang banyak cerita-cerita lokal, bagaimana kalau terbukti banyak ditemui buku-buku cerita dengan bahasa tak senonoh?
Demikian juga yang terjadi di Aceh, yang mencoba meniru apa yang telah dilakukan sekolah-sekolah di Surabaya. Pihak sekolah juga meminta sumbangan buku dari orang tua. Sayangnya, di Aceh sangat sedikit toko buku yang menyediakan buku-buku yang sesuai dengan misi penumbuhan budi pekerti. “Sumbangan buku yang terkumpul lebih banyak komik yang sama sekali tidak sesuai dengan misi penumbuhan budi pekerti,” kata Mahsun.
Kelemahan serupa berlangsung terus, hingga pihak Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Apa yang terjadi? Misi yang diemban adalah menumbuhkan budi pekerti, namun buku yang diwajibkan untuk dibaca siswa ternyata adalah “buku pengayaan” (penunjang mata pelajaran).
“Setiap kegiatan harus ada indikator pencapaiannya. Kegiatan literasi sekolah harus mengutamakan kemajuan dan pengembangan kemampuan membaca dan menulis,” kata Mahsun. Itulah sebabnya, ia mengatakan Permen Dikbud itu mandul.
Tingkat Keterbacaan
Kegiatan literasi memang bertujuan menumbuhkan motivasi agar siswa bergairah membaca dan menulis. Dalam konteks penumbuhan budi pekerti, misalnya siswa diwajibkan membaca buku cerita lokal yang mempunyai pesan pemuliaan perilaku. Kemudian siswa yang bersangkutan diwajibkan untuk mereproduksi kembali (menceritakan dengan bahasanya sendiri) hasil bacaannya.
Namun dalam kegiatan literasi sekolah, siswa tidak sekedar asal dibiasakan membaca buku. Buku-buku yang wajib dibaca siswa adalah buku yang ‘tingkat keterbacaannya’ sesuai jenjang pendidikan siswa. Menurut Prof Mahsun, yang dimaksud ‘tingkat keterbacaan’ sesuai kebutuhan siswa itu mencakup dua hal, yakni segi kebahasaan dan substansi isinya.
“Kalau seorang ibu membacakan cerita untuk anaknya yang kelas 3 SD, harus tersedia buku yang bahasa maupun isinya benar-benar sesuai dengan jenjang pemahaman anaknya,” kata Mahsun mencontohkan.
Pengalaman Prof Mahsun sebagai Tim Pengarah Pengembangan Kurikulum 2013, memang sangat ketat dalam penentuan standar buku-buku wajib. Sebagai anggota Tim Pengarah itu, Mahsun berperanan dalam menilai standar kompetensi lulusan (SKL). Ia juga menilai buku-buku yang disusun Tim Inti. “Waktu itu kita harus ketat, karena itu banyak penulis yang harus diganti karena tidak memenuhi standar,” katanya.
Karena itu, dengan program ‘provinsi literasi’, tim yang dipimpinnya tengah mengembangkan buku iterasi sekolah, dengan penulisan kembali cerita-cerita lokal yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Selain itu juga melatih guru-guru agar kegiatan literatur sekolah dapat berlangsung.
Prof Mahsun dengan Institut Riset Nusantara yang didirikannya juga menyiapkan penyediaan buku yang ‘tingkat keterbacaannya” disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Juga termasuk merancang agar sekolah siap melakukan kegiatan literasi sekolah.
Kemajuan literasi perlu diupayakan, mengingat siswa Indonesia hanya 1,5 persen yang memiliki kemampuan memahami bahan bacaan yang memerlukan pemikiran. Contohnya, kalau siswa diberi soal biasanya bisa menjawab cepat kalau jawaban itu terdapat dalam bahan yang dibacanya. Kalau harus menyimpulkan sendiri isi bacaannya, kemampuannya masih rendah. Ini juga tercermin dari penelitian PICA, kemajuan literasi di Indonesia masih menempati urutan 64 dari 65 negara yang diteliti.
Sebagai pakar bahasa, Mahsun juga mengkritik pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2006. Dalam kurikulum 2006, pelajaran bahasa tidak mendorong kemampuan berpikir, tapi hanya mempelajari penguasaan ‘bentuk bahasa’.
“Kurikulum 2013 saat ini yang mengembangkan kemampuan berpikir,” kata Prof Mahsun yang memimpin Badan pengembangan dan Pembinaan Bahasa sejak tahun 2012 hingga bulan Desember 2015.
Penetapan NTB sebagai ‘Provinsi Literasi Tahun 2016’ memang tak lepas dari masukan Prof Mahsun. Hal terpenting dari program itu, untuk mendorong kemampuan berpikir siswa. “Siswa kita kemampuan berpikirnya rendah, karena terbiasa menghafal,” katanya.
Seperti biasa, pria kelahiran 1959 di Jereweh, Sumbawa itu selalu bersemangat. Mahsun optimis, dengan potensi yang dimiliki NTB, program provinsi literasi ini akan menjadikan NTB sebagai model penyelenggaraan kegiatan literasi sekolah secara nasional.
Ka-eS.
,
Zakaria, Pelestari Rudat dari Terengan
lombokjournal.com
Sanggar Seni Rudat dan Mekayat (membaca syair hikayat, Sasak) juga memiliki visi besar. Di rumah Zakaria, tempat latihan sanggar Panca Pesona, terpampang spanduk yang menjelaskan visi sanggar itu, “Menciptakan manusia yang kreatif dan inovatif, dan kritis serta melestarikan budaya leluhur yang islami.”
Zakaria dengan pedang peninggalan tentara Jepang
Entah sejak kapan seni tari Rudat masuk ke Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Menurut Zakaria (42), warga Dusun Terengan, Desa Pemenang Timur, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, seni Rudat dan membaca syair hikayat (masyarakat setempat biasa menyebut mekayat) sudah dimainkan dan digemari di dusunnya sejak jaman Belanda.
Waktu kecil, Zakaria masih ingat bagaimana kakek dan bapaknya sangat bersemangat memainkan Rudat. Dan di sanggar Rudat di Dusuin Terengan salah satu properti yang dimiliki adalah sebilah pedang peninggalan tentara Jepang.
Hingga kini, seni Rudat (tiap main di dusun-dusun dibarengi pertunjukan Kemidi Rudat, drama tradisi yang banyak menyisipkan humor) masih menjadi pertunjukan rakyat yang digemari di Desa Pemenang Timur. Tiap ada hajatan pernikahan atau sunatan di berbagai dusun di Pememang Timur, seni Rudat menjadi hiburan utama.
Bahkan sekitar tiga tahun silam, seni Rudat menjadi tontonan terfavorit di Desa Teniga, Kecamatan Tanjung. “Kalau saya main di Teniga, selalu saya dijemput dan pulangnya diantar ramai-ramai masyarakat Teniga,” cerita Zakaria, hari Sabtu (21/5), mengenang saat-saat menyenangkan sebagai aktor Kemidi Rudat.
Zakaria kini memimpin organisasi yang membina Rudat, Panca Pesona, yang rutin mengadakan latihan bersama 32 orang anggotanya, perempuan dan laki-laki, sebagian besar remaja dan pemuda Dusun Terengan. Di Dusun Terengan, wadah organisasi Rudat baru terbentuk sekitar tahun 1990-an, sebelumnya meski tanpa organisasi formal, kegiatan Rudat sudah ramai.
Menurutya, Rudat digemari selain merupakan pertunjukan yang akrab dengan masyarakatnya, menghibur dengan nyanyi dan tarian serta banyak diselingi humor, seni itu membawa pesan agama yang kental. Khusus di Terengan, masyarakat percaya bahwa jidur Rudat bertuah. Ada ungaoan di masyarakat kalau saat musim orang sakit, “itu mau dirudatkan” maksudnya untuk mengusir bala harus diadakan pertunjukan Rudat. “Mungkin ini hanya sugesti. Tapi ada buktinya. Karena itu kalau jarang ada Rudat, pasti ada saja yang sakit,” cerita Zakaria.
Zakaria punya pengalaman, tahun 2014 waktu mengikuti festival di KODAM Udayana, Bali, ia terserang tipes parah, tapi ia memaksa diri tetap tampil. “Saya ingat sejarah Jendral Sudirman, yang ditandu tapi tetap bergerilya,” kenangnya. Akhirnya aia bisa main, dan setelah itu langsung sehat.
Syiar Agama
Ada 32 pesan dalam lagu yang dibawakan Rudat. Salah satunya tentang nasehat pada penontonnya, bahwa manusia penuh kelemahan, sering melakukan dosa. Karena itu, manusia dianjurkan selalu mengucapkan istiqfar. “Segala sesuatu bersifat fana, yang kekal abadi adalah zat Allah yang Maha Rahman,” ujar Zakaria mengutip terjemahan ayat Al Qur’an.
Lagu-lagu dalam seni Rudat diambil dari kitab Al Barzanji, yang dirubah ke dalam bahasa Melayu. Dalam lagu-lagu yang dinyanyikan, diajarkan perilaku hidup yang seharusnya dijalani kaum muslim. Ini tercermin dalam susunan atau struktur pertunjukan Rudat, yang dimulai dengan salam pembukaan selamat datang (salam). Tiap pertemuan sesama muslim, menurutnya, harus saling mengucapkan salam.
Kemudian baris berbaris dalam Rudat, bermakna tiap melakukan apa pun harus dengan persiapan yang matang. Baru memasuki permainan inti, yang nyanyiannya menyampaikan pesan-pesan moral yang disesuaikan dengan publiknya (dicari lagu agar pesan yang disampaikan sesuai dengan penontonnya).
Waktu tampil di Saman Summit tahun 2012 di Jakarta, Rudat dari Dusun Terengan ini menyanyikan lagu-agu yang menggambarkan masyarakat tradisi Lombok Utara yang banyak bermukim di wilayah pegunungan dan perbukitan, karena itu harus pandai-pandai menjaga keutuhan budayanya. Rudat Terengan tampil bersama 18 grup kesenian dari 9 provinsi seluruh Indonesia, setelah disurvey DR Endo Suwanda, mempunyai ‘kedekatan’ dengan Tari Saman
Dalam tarian Rudat diakhiri dengan baris berbaris, ini bermakna persiapan menghadapi kehidupan setelah mati. “Lillahi masyarikiha wa magharibiha. Dari masryik ujung timur mulai matahari terbit, sampai magrib saat matahari tenggelam, semua kehidupan semata-mata di dalam kekuasaan Allah, itu pesan tarian Rudat seperti dituturkan Zakaria.
“Orang tua tidak pernah menyampaikan pesan seperti ini. Tapi saya menafsirkan filosofi seni rudat seperti itu,” kata Zakaria, ayah dua putra yang sejak kelas 4 SD sudah bermain Rudat.
Bagi Zakaria, tetap setia menjaga kelestarian seni Rudat merupakan kewajiban memelihara tradisi leluhur yang bersumber dari ajaran Islam. Seni Rudat seperti halnya mekayat (membaca syair hikayat) merupakan media pendidikan moral yang harus terus dihidupkan. Dalam seni membaca syair hikayat, Zakaria pernah menjadi pembaca terbaik Syair Hikayat yang diselenggarakan RRI Mataram tahun 1995.
“Rudat dan mekayat itu bisa diakukan di rumah duka atau hajatan pernikahan. Ada pesan agama yang disampaikan melalui kesenian,” kata Zakaria tamatan SMP yang pada Israj Miraj baru-baru ini banyak memenuhi undangan mekayat hingga ke Mataram.
Pesan moral agama tak mesti disampaikan dengan cara ceramah. Seperti Wali Songo yang mengajarkan Islam melalui seni wayang dan gamelan, Zakaria juga percaya kesenian juga media efektif menjadi sarana syiar Islam.
Prestasi Rudat Dusun Terengan;
Juara III Tari Kreasi Rudat Tingkat Kodam Udayana 2014
Juara I Festival Rudat se Pulau Lombok Juara II 2013 dan 2014 juara 1
Juara I Kreasi Tari Tradisi KODIM Lobar 1602 dan Korem Wirabhakti tahun 2014
Juara Harapan III Kreasi Tari Tradisi Kodam Udayana yang diikuti peserta dari Bali, NTB dan
Sanggar Rudat yang aktif di Lombok Utara saat ini ada di Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, Desa Lokok Rangan, Kecamatan Kayangan, Desa Krakas, kecamatan Gangga, masing-masing desa ada satu grup Rudat. Sedang di Kecamatan Pemenang ada tiga grup, masing-masing di Desa Pemenang TImur (Dusun terengan 3 grup, Desa Pemenang Barat (Dusun Telaga Wareng 1 grup), dan Desa Malaka (Duun Mentigi 1 grup dan Dusun Pandanan 1 grup)
Suk
Provinsi Literasi; Mereproduksi Karya Lokal dan Membuka Ruang Kreativitas
MATARAM – lombokjournal.com
Program Provinsi Literasi 2016 yang diluncurkan pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei lalu, merupakan bagian dari upaya meningkatkan minat baca dan membuka ruang bagi penulis daerah.
Hal itu sudah menjadi perhatian DR Rosiady Sayuti semasa menjadi Kepala Bappeda NTB. “Peningkatan literasi bukan cuma seputar minat baca dan kreatvitas penulisan, tapi juga mencakup pengembangan nalar dan pembentukan karakter masyarakat NTB,” kata Rosiady, Rabu (4/5).
DR H Rosiady : Mengimplementasikan kegiatan baca sastra
Sebelumnya, Dinas Dikpora NTB sempat mewacanakan wajib membaca sastra bagi pelajar, mulai Sekolah Dasar hingga sekolah menegah atas. Bahkan wacana itu jauh sebelum Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengeluarkan Permen Pendidikan (tahun 2015 yang mewajibkan siswa membaca sastra sebelum pelajaran pertama dimulai.
“Waktu pertama dilantik sebagai Kadis Dikpora, gubernur sudah menyiapkan Pergub yang mengatur kewajiban baca sastra di sekolah,” cerita Rosiady.
Bulan Januari 2015 Rosiady dilantik kembali menjadi Kadis Dikpora, tugas pertama yang dilakukannya adalah menyusun Peraturan Daerah (Perda) Dinas Pendidikan. Momentum itu kembali dimanfaatkankannya untuk mewujudkan impian meningkatkan kegiatan baca sastra di kalangan pelajar.
Dalam Perda (Peraturan Daerah) yang mengatur Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Prov NTB 2015, turunannya ada 7 Peraturan Gubernur Pergub). Pergub itu disamping mengatur soal pendanaan pendidikan (drafnya selesai disusun), dan beberapa lainnya, yang tetap menjadi perhatian Rosiady adalah implementasi kegiatan baca sastra.
Dalam konsep yang tengah disusun bersama timnya, pelajar SD diwajibkan membaca 6 buah buku sastra, SMP sebanyak 6 buku, sedang pelajar setingkat SMA sedikitnya membaca 9 buku.
Rosiady menuturkan, saat tengah menyelesaikan draf terkait literasi itu, dosen Unram DR Mahsun baru menyelesaikan tugasnya di Badan Pembinaan Bahasa Pusat. “DR Mahsun banyak memberi masukan untuk melengkapi terkait program literasi. “ akunya.
Rekonstruksi Sastra Lokal
Seperti diungkapkan saat melaunching program Provinsi Literasi 2016 saat peringatan Hari Pendidikan (2/5), peningkatan literasi tak sebatas persoalan minat baca dan kemampuan menulis. Waktu itu Wakil Gubernur, Muhammad Amin juga menekankan pentingnya kualitas pola pikir dan pengembangan nalar anak didik.
Namun penekanan pada kemampuan membaca sastra dan mengapresiasi budaya daerah menjadi focus Tim Literasi. Yang dibentuk Dikpora Tim yang terdiri dari kalangan guru, budayawan dan akademisi itu, kini tengah menyelesaikan rekonstruksi sekaligus mereproduksi naskah yang bersumber dari karya-karya lokal atau cerita rakyat.
“Karya-karya yang ada kita reproduksi, sedang kegiatan merekonstruksi menyangkut penyesuaian bahasa yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan,” ujar Rosiady. Kegiatan itu mencakup dua sasaran sekaligus, selain peningkatan minat baca juga mengapresiasi budaya lokal.
Di luar itu, pihak Dikpora tetap akan memberi ruang bagi seniman, penulis dan sastrawan di daerah untuk meningkatkan khasanah karya sastra di daerah. Menurut Rosiady, keberhasilan program literasi justru saat semua pihak memandang penting peningkatan cara berpikir untuk memproyeksikan masa depan NTB yang lebih maju.
“Membaca dan menulis hanyalah jalan mencapai tujuan kebangkitan manusia, khususnya warga NTB,” pungkas Rosiady.
Ka-eS
Urusan Kebudayaan Bukan Di Bawah Dinas Pariwisata
MATARAM – lombokjournal.com
Urusan kebudayaan di daerah yang dikembalikan menjadi urusan Dinas Pendidikan memungkinkan pembinaannya lebih terarah. Selama penanganan kebudayaan di bawah Dinas Pariwisata, sektor kebudayaan dipersempit menjadi pelengkap atraksi pariwisata.
DR H Rosiady Sayuti : urusan kebudayaan tidak bisa dipisah dari pendidikan
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (DIKPORA), DR H Rosiady Sayuti saat dikonfirmasi juga membenarkan, penanganan kebudayaan seharus bergabung dengan pendidikan. “Memang tepat, kebudayaan harus bergandengan dengan pendidikan. Kebudayaan penanganannya tidak bisa dipisah dari pendiidikan,” katanya pada Lombok Journal di kantornya, Rabu (4/5).
Lebih lanjut Kadis Dikpora menegaskan, proses pembudayaan yang efektif harus melalui jalur pendidikan. Sebab proses yang berlangsung dalam pembinaan kebudayaan adalah proses penanaman nilai. Hal itu hanya dimungkinkan melalui kelembagaan pendidikan.
Kalau di Dinas Pariwisata memang tidak tertangani dengan baik. Karena itu, mengembalikan urusan kebudayaan bergabung dengan Dinas Pendidikan akan lebih mencapai sasaran.
“Pariwisata memang membutuhkan atraksi seni budaya. Namun orientasinya berbeda. Pijakan
Dinas Pariwisata adalah memasarkan. Sedang Dinas Pendidikan lebih menekankan pemahaman dan penanaman nilai. Karena penanganan kebudayaan jadi subordinat pariwisata, substansi pembinaan kebudayaan jadi kalah pamor dengan pariwisatanya,” kata Rosiady yang dikenal sebagai pakar sosiologi pedesaan itu.
Diperkirakan, bulan Agustus mendatang perubahan yang kembali menggabungkan kebudayaan ke Dinas Pendidikan sudah terealisasi.
“Pariwisata akan ditangani dinas tersendiri. Pendidikan dan kebudayaan akan diurus Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sedang urusan pemuda dan olahraga juga menjadi dinas tersendiri meski tingkatnya tidak sama dnegan dinas yang ada,” jelas Rosiady.
Saat ini, draft tentang perubahan nomenklatur dinas itu sudah rampung di tingkat provinsi. Berlaku efektifnya tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Tentang Penataan Organisasi di Daerah yang akan dtandatangani Presiden.