PUASA DAN SUNGSANGNYA AKAL SEHAT

OLEH ; CUKUP WIBOWO ; Sekretaris Dishub Kota Mataram

Kita harus terus menjaga dan merawat akal sehat kita agar tidak sungsang, yang membuat kita bisa keliru dan terbalik dalam menafsirkan kebaikan yang menjadi Kehendak-Nya

DUNIA DAN IS PERISTIWANYA sepenuhnya obyektif. Sebagaimana warna berkomposisi dalam rumusan warna primer, sekunder, maupun gabungan komposisi lainnya, semua menampakkan kealamian yang tak terbantahkan. Warna pohon, warna laut, warna langit, atau warna-warna yang kemudian berubah setelah sinar matahari meneroboskan cahayanya. Rangkaian warna dengan ragam sumber asalnya inilah yang menjadikan para seniman lukis memperoleh inspirasi untuk melukiskan keindahan sebuah obyek yang bisa membuat decak kagum yang menyaksikannya.

Tak hanya para pelukis, seniman dan pekerja seni lainnya juga begitu. Mereka berkreasi atas inspirasi pada apa yang secara obyektif ditampakkan oleh alam.

Para ilmuwan dan penemu berbagai fenomena alam yang hasil kerjanya begitu mencengangkan sesungguhnya adalah perumus dan penyimpul dari apa yang diciptakan Tuhan. Kerja keras mereka dengan kehebatan ilmu yang dimilikinya tak lebih dari sebuah kerja pembuktian atas apa yang mereka saksikan.

Rasa penasaran mereka atas sesuatu telah membuat mereka mencari cara dan alasan agar bisa dijadikan rumusan yang bisa membantu siapapun mengerti. Seperti yang dirumuskan oleh Isaac Newton, Bapak Ilmu Fisika, dalam bukunyanya Philosophiae Naturalis Principia yang dianggap paling berpengaruh sepanjang sejarah sains, ia memperkenalkan Teori Gravitasi yang membuat kita kemudian mengerti gerak benda di bumi dan benda-benda luar angkasa lainnya diatur oleh sekumpulan hukum-hukum alam yang sama. Tapi apakah setiap orang telah membaca rumusan Newton itu? Tentu jawabannya tidak semua orang.

Ilustrasi tentang Newton yang memiliki kontribusi besar dalam sains dalam kehidupan umat manusia di atas, sebenarnya hanya untuk membuat kita bisa memetik pada apa yang ada di alam kehidupan ini. Alam adalah sekolah terbaik dengan begitu banyak pelajaran obyektif yang tersaji bagi siapapun yang ingin mendapatkan dan sekaligus mendalami ilmu kehidupan.

Syarat untuk bisa berinteraksi dengan baik agar ilmu mudah terserap di pikiran adalah dengan terus mengasah akal sehat kita. Ya, akal pikiran kita adalah sendi utama dalam mengerti kebesaran Illahi dengan seluruh Ilmu-Nya yang Maha Luas. Itu sebabnya kita harus terus menjaga dan merawat akal sehat kita agar tidak sungsang, yang membuat kita justru bisa keliru dan terbalik menafsirkan kebaikan yang menjadi Kehendak-Nya.

Puasa adalah sebuah hubungan khas hamba dengan Tuhan-Nya. Di pikiran yang sehatlah hubungan itu selaksa jagat semesta kehidupan yang berisi Kebaikan dan Kebenaran Ilmu Allah dengan pembelajaran yang tak pernah usai.

Semoga ketekunan kita dalam berpuasa hingga hari kesembilan belas ini bisa membuat kita makin mendasarkan seluruh ibadah kita karena Kebaikan dan Kebenaran Ilmu-Nya.***




IBU SHINTA DAN ENERGI KEMAJEMUKAN BANGSA

Oleh ;  Cukup Wibowo

Ibu Dra Shinta Nuriyah M.Hum, datang di Mataram untuk berbuka bersama kelompok tuna netra, difabel, loper koran, masyarakat kampung, pondok pesantren dan anak-anak yatim dan terlantar menjadi penting di tengah situasi bangsa yang sedang diuji oleh pertikaian para elit politik.

Kehadiran istri dari Presiden RI Ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa dengan Gus Dur ke Islamic Center, Mataram,  Rabu, 22 Mei 2019, selain  dihadiri  Gubernur NTB Dr Zulkiflimansyah juga dari berbagai kalangan, mulai birokrat, politisi, tokoh agama dan tokoh masyarakat, aktivis pemuda dan mahasiswa, wartawan, dan aktivis LSM,.

Acara yang diselenggarakan oleh Indonesia Tionghoa (INTI) NTB dan dipandu langsung oleh MC Indra Bekti dan Inaiyah, yang tak lain adalah putri bungsu dari Gus Dur itu bergeser dari penyampaian tausyah menjadi dialog antara Ibu Shinta dengan audince.

Dengan gayanya yang khas Ibu Shinta langsung menggiring persoalan menuju akar substansinya, yakni kemajemukan yang memang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

Bagi Ibu Shinta, keberagaman bangsa ini merupakan keniscayaan yang membuat setiap orang memiliki hak sama dalam hidup dan kehidupannya, meskipun dalam soal keberuntungan hidup antara satu orang dengan lainnya tidak selalu sama.

Artinya, ada yang hidupnya beruntung karena memiliki kelebihan harta, pangkat dan jabatan. Sementara yang lainnya masih hidup susah dan malah termarjinalkan. Itu sebabnya Ibu Shinta lebih memilih untuk berbaur dengan kelompok yang belum beruntung. Yang menurutnya, menemani kelompok yang belum beruntung memberi satu kebahagiaan tersendiri.

Dalam menjabarkan keberuntungan dan ketidakberuntungan yang dialami oleh kelompok masyarakat inilah, Ibu Shinta kemudian mengaku bahwa yang dilaksanakan sejak ketika Gus Dur jadi Presiden adalah Sahur Keliling Bersama orang-orang miskin dan termarjinalkan.

Kenapa lebih memilih Sahur dibanding Berbuka?

Ibu Shinta menjelaskan secara filosofis, mereka yang bersahur itu sedang menyiapkan diri untuk berpuasa, sementara berbuka itu lebih pada selesainya rasa lapar. Maka bersahur dengan orang-orang yang sehari-harinya sudah hidup susah tentu berbeda bila mengingat esoknya mereka harus berpuasa.

Menurut Cukup Wibowo, Ketua Panitia dari kegiatan itu, menghayati apa yang disampaikan oleh Ibu Shinta dalam acara yang bertemakan “Dengan Berpuasa Kita Padamkan Kobaran Api Kebencian dan Hoaks”.

Acara ini setidaknya  membuka kesadaran yang hadir bahwa klaim diri sebagai yang paling baik dan kebencian satu kelompok atas kelompok lainnya hanya akan  merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa (NKRI).

Bangsa Indonesia yang memiliki kemajemukan atas suku, agama, ras, budaya, dan latar belakang perbedaan lainnya sesungguhnya bisa menjadikan semua itu sebagai energi bangsa yang luar biasa.

Jalan menuju cita-cita kebangsaan yang sama di keberagaman yang meniscaya itu landasannya adalah kesanggupan untuk terus saling mau memahami sekaligus mengerti bagaimana meletakkan perbedaan yang ada secara produktif, tidak malah destruktif yang justru membuat bangsa menjadi porak poranda.

Menurut Cukup, penyelenggaraan acara yang merupakan kerjasama antara Panitia INTI Pusat dan INTI NTB ini diharapkan bisa makin memperkenalkan kiprah Perhimpunan INTI di masyarakat yang belum mengetahuinya. S

Sebagai bagian dari keberadaan bangsa Indonesia, INTI akan terus mendorong dan membuka kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam urusan kebangsaan.***




Catatan Politik Akhir Tahun 2018 versi Mi6; Diprediksi Banyak Caleg Incumben Tumbang dijauhi Konstituen

Incumben jika tidak merubah pendekatan politiknya dan tetap konvensional akan dijauhi konstituennya, apalagi yang jarang turun dan merawat loyalisnya

lombokjournal.com —

Mataram   ;  Catatan Politik akhir tahun 2018 , Mi6 menilai kemenangan Zul Rohmi dalam pentas Pilgub NTB, menjadi Trigger dan Spirit di kalangan Caleg Pemula maupun muda untuk meraih sukses memenangi Pemilihan Legislatif , April 2019.

Zul Rohmi telah menjadi icon perubahan bagi Caleg Muda. Inspirasi inilah yang kemudian mendorong banyak Caleg Muda untuk meniru cara blusukan Zul Rohmi day by day menyapa warga.

Selain itu Mi6 memprediksi banyak caleg petahana akan tumbang dan dijauhi konstituen karena dianggap tidak memiliki visi dan semangat perubahan seiring dengan perubahan zaman. Dengan bertambahnya pemilih pemula Milineal , caleg muda yang bisa meraih simpati pemula akan mudah melenggang ke parlemen .

Demikian Catatan Politik Akhir Tahun 2018 versi Mi6 yang disampaikan ke media , Rabu ( 26/12) .

Mi6 menilai Pilleg 2019 merupakan era kebangkitan partisipasi politik pemilih Milenial dan kelas menengah yang sadar politik. Hal ini ditandai dengan intensnya keterlibatan orang orang muda dalam mengorganisir moment moment politik di wilayah nya.

“Politik tidak dipandang sebagai hal yang menakutkan tapi sudah menjadi bagian gaya hidup oleh kaum Milenial,” ungkap Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH sembari mengatakan kemenangan Zul Rohmi salah satu disokong oleh kepiawaian dalam mengintertain pemilih Milenial .

Selain itu Mi6 melihat caleg pemula/ muda diberbagai tempat di NTB sudah berani melawan arus mainstream yakni menjelajah wilayah yang diklaim basis incumben. Agresifitas Caleg Muda dalam melakukan penetrasi basis pemilih sedemikian masiv dan teratur dengan target tidak besar per TPS.

“kebanyakkan caleg muda minus logistik , menjauhi politik grosiran yg sulit diverifikasi dukungan riilnya , tetapi lebih mengedepankan manuver politik day by day dengan pendekatan TPS yang lebih presisi basis dukungan pemilihnya ,” ungkap Didu , panggilan akrab Direktur M16 .

Mi6 menambahkan Menyadari kelemahan dari sisi logistik , Caleg Muda mengambil pilihan taktik meniru gaya blusukan Zul Rohmi yang dimodifikasi menyesuaikan dengan sikon politik setempat.

“Semangat api perubahan yang diusung caleg muda lintas parpol rata-rata ter ilhami oleh sukses story  Zul Rohmi bahwa tak ada yang tidak mungkin dalam politik ,” lanjut Didu

Sementara itu aneka terobosan politik dalam meraih persepsi votter oleh caleg muda merupakan early warning bagi caleg incumben agar bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman dan teknologi. Caleg Incumben jika tidak merubah pendekatan politiknya dan tetap konvensional akan dijauhi konstituennya, apalagi yang jarang turun dan merawat loyalisnya.

“Pendek kata Pilleg 2019 mendatang akan banyak politisi  pemula/muda yang akan duduk di parlemen NTB  karena mampu menyakinkan rakyat dengan ide dan gagasan  perubahan yang Milenial,” pungkasnya .

Me




Jangan Abaikan Partisipasi Politik Perempuan dan Pemilih Milenial

Perempuan harus berani tampil terbuka memperkenalkan dirinya kepada masyarakat. Jumlah pemilih perempuan yang melebihi laki-laki,  harusnya menumbuhkan kepercayaan diri bagi perempuan

MATARAM.lombok journal.com — Regulasi telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi perempuan berpartisipasi dalam pemilu. Sesuai UU  7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, tiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat paling sedikit 1 (satu) orang perempuan bakal calon.

Menurut Karman BM, mantan Ketua Umum GPII, meski perempuan telah mendapat kesempatan luas-dalam pemilu legislatif, namun masih terdapat problem terkait partisipasi perempuan itu.

Berdasarkan pengalaman, parpol masih kesulitan memenuhi representasi perempuan 30 persen sesuai UU. Hal itu seperti menggambarkan adanya something wrong dalam proses kaderisasi dan rekrutmen kaum perempuan.

“Mestinya, parpol (partai politik) tidak memperlakukan partisipasi perempuan dalam politik, semata-mata  memenuhi kewajiban 5 tahunan,” kata Karman,  Sabtu (28/07), dalam percakapan terkait partisipasi politik perempuan.

Menurutnya, hal itu merupapan pelajaran penting yang seharusnya menjadi refleksi parpol, khususnya di NTB.  Partisipasi perempuan merupakan elemen penting bagi sehatnya sistem demokrasi.

Selama ini, parpol dinillai kurang serius dan tidak maksimal mellibatkan perempuan dalam strategi pembangunan politik.

Apalagi masih kuatnya budaya patriarki di tengah masyarakat, hegemoni agama, struktur sosial dan kepartaian belum mendukung bagi masuknya gender secara kaffah dalam politik. Ditambah lagi, minimnya akses informasi tentang pemilu dan demokrasi bagi perempuan.

Padahal, representasi perempuan yang memadai dalam pemilu, akan mempengaruhi kulaitas partisipasi dengan meningkatkan partisipasi pemilih perempuan.

Perempuan harus makin berani mengambil peran penting dalam proses pemilu, selain menjadi calon kegislatif (caleg), atau penyelenggara pemilu, hingga pemilih yang cerdas.

Perempuan Harus Berani Tampil

Di pihak lain, Karman berharap kaum perempuan bisa memanfaatkan peluang itu. Sistem pemilu telah memberikan peluang cukup besar bagi partisipasi kaum perempuan terutama sebagai calon legislatif.

“Perempuan harus memanfaatkan peluang itu,” tegas Karman.

Seharusnya perempuan terus menerus berani tampil terbuka memperkenalkan dirinya kepada masyarakat. Jumlah pemilih perempuan yang melebihi laki-laki,  harusnya menumbuhkan kepercayaan diri bagi perempuan.

Karman yang kini maju menjadi bakal calon legislatif Partai Perindo dari Dapil 2 NTB itu menilai, sejauh ini parpol masih memperlakukan perempuan sebagai calon dadakan. Itu berarti, masih belum memandang perempuan dan laki-laki memiliki potensi sama dalam pembangunan politik.

Akses Medsos Generasi Milenial

Pemilih milenial (berusia 17-29 tahun) menjadi rebutan parpol, karena  jumlahnya mencapai  20 persen dari jumlah pemilih  nasional.  Mereka menjadi segmen baru pemilih di Indonesia yang berpandangan unik dibanding pemilih lainnya

Karakteristik pemilih milenial tak mudah ditebak, dan gampang bergeser dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan, bergeser dari satu partai ke partai lainnya.

Menurut Karman, dalam konteks pembangunan politik di Indonesia sentuhan pada pemilih milenial penting dilakukan. Sangat disayangkan kalau mereka justru dirusak praktik politik transaksional.

“Jangan jadikan mereka semata-mata sebagai obyek, tapi mereka merupakan subyek. Kami sendiri melakukan training yang memberdayakan,” kata Karman.

Seperti dikatahui, salah satu pembeda generasi milenial dari sebelumnya adalah akses mereka ke akun sosial media. 54 persen pemilih milenial mengaku mengakses media online tiap hari,  hanya 11,9 persen pemilih non milenial yang mengakses media online tiap hari.

81,7 persen pemilih milenial memiliki akun Facebook,  hanya 23,4 persen  pemilih non milenial (berusia di atas 30 tahun) yang berakun Facebook.

Perbedaan akses terhadap sosial media dan media online mempengaruhi cara milenial memandang politik,  sekaligus cara mereka menentukan pilihannya dalam pemilu.

Politik elektoral 2019, diperkirakan didominasi generasi milenial.

Me

 

 




TGB, Gentlement Secara Politik

TGB tentu sudah mengkalkulasi secara cerdik konsekwensi politik atas pilihan sikap yang diambilnya ini

Bambang Mei F (kanan)

MATARAM.lombokjournal.com — Mundurnya  TGB dari Demokrat merupakan cerminan sikap politik gentlement atau kesatria menyambut kontestasi Pilpres 2019 mendatang.

Ini sebagai konsekwensi politik rasional yang diperlihatkan TGB yang  tidak ingin terbelenggu ikatan politik yang bisa mengganggu ekpektasi politiknya.

TGB menyadari, apa yang  dilakukan hari ini haruslah terbebas dari kepentingan  politik yang tidak segaris dengan  cita-cita politiknya mewarnai ajang Pilpres 2019.

Penilaian itu disampaikan Direktur Lembaga Kajian sosial dan Politik Mi6, Bambang Mei F kepada media, Selasa (24/07)

Selain itu nawaitu politik TGB sebagai salah satu tokoh the rising star dari Sunda Kecil, ingin membuktikan komitmen moral dan politik kepada Jokowi harus memastikan bahwa  langkah politik yang dilakukan  paralel dengan kepentingan politik Jokowi.

TGB ingin pula  menghormati pilihan politik Demokrat,  seandainya kelak dalam pilpres 2019 Partai Demokrat tidak  beriringan jalan dengan Jokowi.

Menurut Bambang Mei yanf akrab disapa dodu, TGB tentu sudah mengkalkulasi secara cerdik konsekwensi politik atas pilihan sikap yang diambilnya ini.

“TGB tentu sudah berhitung secara matang plus minusnya dengan mendeklair mundur dari Demokrat,” ujar Didu., Selasa.

Dalam perspektif politik, lanjut Didu, TGB ingin memberikan pesan bahwa dirinya clear dan clean dari berbagai  kepentingan politik yang tidak sejalan pemerintahan Jokowi.”

“TGB sadar bahwa akan ada imbas politik, tentu  TGB sudah punya cara mengantisipasinya dengan elok,” lanjut Didu.

Didu menambahkan, salah satu antisipasi politik yang telah dilakukan TGB jauh hari sebelumnya  yakni dengan melakukan safari dakwah keliling nusantara dan mengunjungi tokoh tokoh penting nasional dalam kerangka memperkenalkan diri juga untuk memperkuat elektabilitas politik TGB dimata publik.

“Lewat safari dakwah dan silaturahmi dengan tokoh nasional, TGB ingin merangkul semua komponen bangsa mohon doa dan restu ,” ungkapnya.

Me




Mi6;  Caleg Muda Mesti Mencontoh Gaya Blusukan Zul-Rohmi

Selain penguasaan wilayah yang masif, Zul-Rohmi juga secara efektif mampu  mengemas isu dialog  kampanyenya menjadi mudah dipahami rakyat

lombokjournal.com —

MATARAM :   Momentum Pemilihan Legislatif ( Pilleg) 2019 harus dimanfaatkan secara optimal dan terukur oleh para Caleg Muda. Mereka harus bersosialisasi sekaligus memberikan pencerahan konstituennya di dapilnya msibg-masing.

Dan mereka harus menjelaskan visi, misi dan berbagai program pembangunan untuk meningkatkan minat dan atensi  warga.

Terkait itu, lembaga pengkajian sosial-politik Mi6 mengungkakan pembelajaran bagus yang bisa dipetik dari kontestasi Pilgub ntb 2018 yang baru usia.

Diungkapkan Mi6, taktik dan strategi  blusukan Zul Rohmi dapat dijadikan contoh baik, bagaimana meraih simpati rakyat dalam kontestasi pemilihan legislatif ini. Untuk itu, Caleg Muda/Pemula didorong berani terjun langsung ke basis konstituen secara familiar door to door

Demikian pernyataa pers  Mi6,  menyongsong Pemilihan Legislatif 2019 yang disampaikan Ke Media,  Kamis  (19/07)

Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH mengatakan, kemenangan Zul Rohmi dalam Pilgub NTB 2018 merupakan anti klimaks dari kerja-kerja politik dilapangan yang mengandalkan speed dan kepiawaian melakukan penetrasi wilayah, khususnya dibasis pemilih potensial.

“Gaya blusukan Dr Zul dan Sitti Rohmi yang tetap menyapa warga secara day by day terbukti efektif meraih dukungan warga,” tambah Didu, panggilan akrab Dir Mi6.

Didu menambahkan selain penguasaan wilayah yang masif, Zul-Rohmi juga secara efektif mampu  mengemas isu dialog  kampanyenya menjadi mudah dipahami rakyat.

“Pemilih di era milineal tidak mau ruet, maka komunikasi yg dibangun harus menyesuaikan tipologi  strata sosial masyarakat diwilayah itu,” tambahnya .

“Para Caleg Muda harus pandai  membuat terobosan dan mampu mengambil hati pemilih lewat ide/gagasan yang aplikatif ,” tambah Sekretaris Mi6, Lalu Athari Fadlulah yang juga Caleg Muda Propinsi NTB Dapil Lombok Selatan Partai Perindo .

Lebih jauh Lalu Athari  mengatakan kemenangan Zul Rohmi dalam Pilgub NTB merupakan suksesor  dari ketekunan Dr Zul dan Ibu Sitti Rohmi yang cerdik melihat celah/peluang ditengah Paslon lain kurang aktif menyambangi pemilih secara rutin.

“Berkat kegigihan dan semangat yang tinggi itu Zul Rohmi memenangkan Pilgub NTB di tengah ketidakpercayaan banyak pihak Zul-Rohmi bisa menang dalam Pilgub NTB ,” tambahnya.

Selain itu lanjut Athar peran media/medsos  juga penting untuk membangun pencitraan yang positif buat Caleg Muda agar publik makin friendly.

“Saat ini hampir semua warga NTB punya ponsel android dan terbiasa meng update info lewat medsos dari genggaman tangannya ,” ungkapnya .

Sementara itu dalam Pemilihan Legislatif 2019 tercatat beberapa  caleg-muda yang berlatar belakang aktifis maupun pemula  maju lewat beragam parpol,seperti Ahmad SH – Nashib Ikroman – Arif Maladi  (Nasdem), Budi Wawan – Sawaluddin Sasaki – Ale Al Khaeri (Gerindra), Wahidjan – Suhaimi – Opik  (PDIP), Syawal, Novian dan Ali Akbar ( PKS ) , HL Hadrian Irfani – Akdiansyah ( PKB), Syamsul Hadi- Andi Mardan (Demokrat).

Me




Analisis Mi6, Menakar kekuatan  Politik Zul Rohmi  Paska Pelantikan

Jaring pengaman yang akan dimainkan oleh kelompok politik Zul-Rohmi di Udayana akan mengalami hambatan jika pucuk pimpinan parpol cuek bebek dan mengabaikan upaya-upaya moderasi politik Zul-Rohmi

lombokjournal.com —

MATARAM  :   Mi6 memandang  paska kemenangan Paslon Zul Rohmi dalam Pilgub NTB 2018 bukan akhir perjuangan. Diduga konfrontasi  dan barrier politik, khususnya di parlemen Udayana  akan menjadi batu ujian berikutnya bagi kekuatan politik Zul Rohmi selama 5 tahun ke depan.

Hal ini terkait dengan koalisi ramping yang diusung Zul-Rohmi, yakni Demokrat dan PKS yang 14 kursi  harus menghadapi hegemoni faksi-faksi politik yang ada di parlemen Udayana yang berjumlah 41 kursi.

Sebagai partai yang kalah di Pilgub NTB 2018, tentu kekuatan parpol di Udayana akan memainkan sejumlah manuver politik guna menaikkan  posisi tawarnya  melawan blocking politik Zul-Rohmi .

Untuk mengantisipasi hal tersebut, seandainya hal itu terjadi,  mesin  politik Zul Rohmi di DPRD NTB   tidak boleh lengah dan ‘Baperan’ dalam mengatasi dan mengantisipasi serangan politik.

Tetap memainkan politik  bandul berimbang,  mengatasi manuver politik konfrontasi merupakan salah cara menjaga soliditas internal agar tidak mudah dikoyak-koyak berbagai kepentingan politik itu.

Demikianlah analisis Mi6, “Menakar Kekuatan Politik Zul-Rohmi di Parlemen Udayana paska Pelantikan”, Jumat ( 13/07)

Menurut Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto,SH, Paska pelantikan Zul Rohmi kelak, diduga akan menjadi titik krusial mendapatkan legitimasi politik dan hukum di parlemen terkait Renstra Lima tahun pemerintahan Zul Rohmi memimpin NTB.

“Mi6 menduga pertarungan politik di DPRD NTB akan mengemuka dan berlarut-larut jika pendekatan  management konflik yang dilakukan tidak memahami maksud,’ ujar Didu -panggilan akrab Dir Mi6 .

Dengan konfigurasi blocking politik yang minoritas di parlemen, Zul Rohmi akan banyak melakukan serangkaian kompromi politik dalam upaya melakukan penetrasi politik yang dihadapi. Hal ini agar stabilitas politik tetap kondusif sekaligus sebagai filter politik Zul-Rohmi.

Meski demikian, lanjut Didu, jaring pengaman yang akan dimainkan oleh kelompok politik Zul-Rohmi di Udayana akan mengalami hambatan jika pucuk pimpinan parpol cuek bebek dan mengabaikan upaya upaya moderasi politik Zul-Rohmi.

“Dengan hanya 14 kursi di parlemen , stabilitas politik Zul Rohmi rentan dimainkan oleh koalisi hegemoni parpol Udayana,” tambah Sekretaris Mi6 , Lalu Athari Fadlullah, SE.

Kata Athar energi politik Zul Rohmi akan terkuras menghadapi politik konfrontasi yang bisa jadi akan dimainkan  menguji ketangguhan stamina pemimpin baru NTB. ” Striker- striker politik Udayana tentu siap menguji dan mengajak Zul Rohmi mengikuti permainan yang diinginkan,” tambah Athar .

Lobi Politik

Sekretaris Mi6  menengarai, parpol yang kalah dalam Pilgub NTB akan makin intensif menjalin koalisi politik di parlemen Udayana untuk menekan kekuatan politik Zul Rohmi dengan berbagai isu politik yang akan dimainkan.

“Diduga  Isu isu politik krusial akan dijadikan bargainning secara taktis,” lanjutnya.

Sementara itu, Didu memprediksi jika manuver politik yang dilakukan ini berlangsung masiv dan terskenario dengan cantik, bisa jadi organ  politik Zul Rohmi di parlemen akan  frustasi dan lelah melakukan tangkisan.

“Celakanya lagi seandainya  parpol pendukung Zul Rohmi tidak solid dan mudah dipecah belah,” ungkapnya .

Terakhir Dir Mi6  menyarankan guna mengantisipasi perluasan isu yang melemahkan citra baik Zul Rohmi, maka Pemimpin Baru NTB itu  harus  tetap intensif membangun komunikasi atau lobi  politik yang elok , khususnya dengan para pimpinan parpol agar situasi politik tetap baik dan saling memahami posisioning.

“Model  pendekatan politik yang akan  dilakukan Dr Zul dan Sitti Rohmi adalah kunci mengatasi ekskalasi problem politik yang seandainya kelak mengemuka,” bebernya.

Me (*)

 




Edaran Dewan Pers Terkait Sertifikat UKW Dan Syarat Lainnya Itu, Harus Dianulir

lPemerintah, dari tingkat pusat yakni Presiden Republik Indonesia, menteri-menteri, Kapolri, Panglima TNI, hingga gubernur, bupati, sampai ke level paling bawah, RT/RW, tidak boleh tunduk pada edaran Dewan Pers

lombokjournal.com —

JAKARTA :   Senator DPD RI asal Aceh Fachrul Razi, MIP mengungkapkan keheranannya, atas sikap para pejabat pemerintahan di hampir seluruh Indonesia, yang terkesan patuh dan taat terhadap kebijakan dan perintah Dewan Pers melalui berbagai edaran yang dikeluarkannya.

Fachrul Razi  mengatakan itu, atas penolakan para pejabat dan aparat pemerintahan di daerah-daerah terhadap wartawan yang akan melakukan peliputan, konfirmasi, wawancara, dan permintaan informasi publik selama ini.

Alasan pejabat umumnya, berdasarkan edaran Dewan Pers  wartawan yang akan meliput kegiatan Pemda dan semua instansi di daerah harus memiliki sertifikat UKW (Uji Kompetensi Wartawan), dan/atau medianya harus berbadan hukum PT (Perusahaan Terbatas) dan sudah diverifikasi.

Sangat sering juga, pejabat dan aparat tersebut beralasan wartawan harus anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Jika tidak memiliki sertifikat UKW, atau medianya belum berbentuk PT, atau bukan anggota PWI, menurut edaran Dewan Pers itu, pejabat bisa menolak wawancara atau liputan, bahkan boleh mengusirnya.

“Tidak dibenarkan itu. Harus dilaporkan ke aparat hukum para pejabat dan siapapun yang menolak wartawan yang datang meliput, wawancara, konfirmasi dan sebagainya,” tegasnya.

Mereka melanggar konstitusi, Pasal 28 F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sangat jelas, sebagai dasar konstitusional bagi siapapun warga negara di republik ini berhak mengumpulkan informasi, jelas Fachrul Razi melalui selulernya, Sabtu, 7 Juli 2018.

Fachrul Razi menegaskan,  pemerintah, dari tingkat pusat yakni Presiden Republik Indonesia, menteri-menteri, Kapolri, Panglima TNI, hingga gubernur, bupati, sampai ke level paling bawah, RT/RW, tidak boleh tunduk pada edaran Dewan Pers.

“Siapa itu Dewan Pers? Punya kewenangan apa mereka mengatur-atur pejabat di negara ini? Apakah ada dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan bahwa Dewan Pers berwenang mengeluarkan edaran yang harus dipatuhi pejabat dan aparat?” katanya keheranan.

Pemerintah, ujar Fachrul, harus menelaah dengan benar setiap edaran dari Dewan Pers.

“Jangan main patuhi saja. Yang datang meliput itu jauh lebih penting dari lembaga Dewan Pers. Wartawan itu adalah rakyat Anda para pejabat daerah, sementara pengurus Dewan Pers siapa mereka? Tugas dan tanggung jawab Pemda mengakomodir kebutuhan rakyatnya, bukan justru mematuhi perintah Dewan Pers,” tegas Senator Komite I DPD RI yang salah satunya membidangi masalah pers itu.

Intinya, kata kandidat doktor ilmu politik di Universitas Indonesia ini, segala edaran Dewan Pers tidak mengikat dari segi apapun terhadap pejabat pemerintah dan aparat, maupun institusi swasta dan masyarakat manapun.

“Pejabat dan aparat tidak boleh diatur oleh Dewan Pers. Justru terjadi pelanggaran konstitusi dan UU No. 40 tahun 1999 yang dilakukan secara berjamaah oleh Dewan Pers dengan para pejabat dan aparat saat kebijakan Dewan Pers itu dipatuhi di lapangan,” pungkas Senator muda dari Bumi Serambi Mekah itu mantap.

WIL/Red




Mewujudkan Pilkada NTB Damai Tanpa Polarisasi

Riadis Sulhi *)

Dalam menjembatani kepentingan politik itulah istilah ‘polarirasi media’ itu kerap  muncul sebagai standar ganda media massa membahasakan kepentingan para mitra politik mereka  kepada publik

MATARAM.lombokjournal.com  :  Hiruk pikuk pesta demokrasi dengan segudang kalkulasi dan prediksi kalah-menang, berikut ragam cara konsolidasi dukungan dan intrik menjagokan calon kandidat jelang pemilihan Kepala Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat terus memenuhi ruang media massa dan public, sejak tiga bulan terakhir. Pasca ditetapkannya sejumlah calon kandidat yang akan bertarung di 4 wilayah yakni di Tingkap Provinsi, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Kota Bima.

Gempita pilkada hingga hari ini masih menjadi isu sentral dan ‘seksi’ dibicarakan di tengah masyarakat, diharapkan mampu menjadi pemecah kebuntuan menjawab berbagai persoalan sosial serta menjadi harapan baru pada rotasi kepemimpinan daerah, dengan  memilih calon yang digadang gadang layak duduk di kursi ‘empuk’ Kepala Daerah baik untuk  jabatan sebagai Gubernur, Bupati ataupun Walikota.

Mirisnya meski menjadi isu lima tahunan, diakui atau tidak hampir separuh dari proses suksesi kepemimpinan di daerah hingga hari ini tercatat rentan konflik, yang beresiko menciderai kehidupan berdemokrasi dan juga memecah belah tatanan kehidupan antar warga masyarakat hingga dilevel terendah sekalipun.

Kondisi ini menyiratkan masyarakat kita kebanyakan masih kerap kali terjebak pada isu isu sektoral, serta terkesan tidak matang memaknai kata demokrasi dalam arti berbeda pilihan. Serta belum menyadari bahwa pilkada idealnya adalah sebuah proses ‘ritual kontemplasi massal’  untuk  melahirkan pemimpin pilihan masa depan,  yang mestinya harus dilalui dengan cara nyaman, aman, damai dan penuh tanggungjawab.

Dalam sudut pandang ini, bisa diartikan bahwa pemilu sebenarnya adalah sebuah “ritual suci” untuk memilih pemimpin secara langsung yang diamanatkan undang undang, sebagai salah satu bentuk kedaulatan rakyat seutuhnya, yang diwujudkan dengan cara mencoblos langsung siapa pimpinan yang mereka inginkan, untuk mengawal seluruh proses pembangunan dan program berkelanjutan di daerahnya.

Dalam perspektif media, perhelatan pilkada umumnya merupakan ajang untuk mendulang income dan menaikkan rating perusahaan media dari segala sisi.

Selain sebagai sarana mengenalkan para calon melalui iklan, advertorial dan ulasan visi misi calon dalam tulisan headline di surat kabar atau media online, hingga tayangan talk show di media elektronik untuk membedah visi misi calon secara lugas guna mengukur kemampuan mereka untuk melihat persoalan dan menawarkan solusi terbaik, menjadikan media menjadi perantara ‘kampanye’ sosial  yang efektif bagi para calon.

Maka tidak heran para calon dan tim suksesnya pasti akan berlomba untuk mendekati dan bermitra dengan media masa untuk menjabarkan dan mensosialisasikan bahasa politik mereka kepada masyarakat.

Dalam menjembatani kepentingan politik itulah istilah ‘polarirasi media’ itu kerap  muncul sebagai standar ganda media massa membahasakan kepentingan para mitra politik mereka  kepada publik.

Istilah kata polarisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan ejaan po•la•ri•sa•si/ merupakan kata homonim yang bisa bermakna:

  1. Proses, perbuatan, cara menyinari; penyinaran;
  2. Magnetisasi;
  3. Pembagian atas dua bagian (kelompok orang yang berkepentingan dan sebagainya) yang berlawanan;. Jika merujuk pada makna diatas maka polarisasi dalam perspektif media dimaknai sebagai pembagian atas dua atau lebih kepentingan yang cendrung saling bertolak belakang atau berlawanan dalam menyajikan akurasi informasi.

Dalam catatan Dewan Pers  yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo dalam ulasan berjudul ‘Tahun 2018 : Tantangan Bagi Jurnalisme’ dalam pembukaan konvensi Media peringatan Hari Pers Nasional tahun 2018 di Padang Sumatera Barat mencontohkan  polarisasi mulai terlihat  saat menjelang dan pasca Pilpres 2014 di tayangan media Televisi, termasuk pemberitaannya.

Menurut Yoseph terbelah menjadi 2 kekuatan yaitu mendukung pemerintah tanpa reserve dan lainnya menjadi oposisi yang super kritis. TV tersisa lainnya adalah tetap konsisten memilih gosip, infotainment, opera sabun India dan Turki, dangdut, tayangan film hantu sebagai pilihan utama semata mata untuk meraup rating tinggi.

Keberpihakan media menurut Joseph akibat polarisasi politik akan terus berlanjut pada saat Pilkada 2018 dan berlanjut dengan Pemilu 2019.  Pilkada 2018 akan meliputi pelilihan kepala daerah di 171 daerah (17 propinsi, 39 kota, 115 kabupaten). Pada tahun pilkada seperti tahun 2018-2019 inilah Pers benar benar diuji apakan bisa menjalankan fungsinya secara benar atau justru ‘berselingkuh’ dengan kepentingan poitik.

Yoseph mencontohkan Sejumlah kasus penyerangan wartawan pada Pilkada 2017 lalu menunjukkan bahwa ada masyarakat yang menilai beberapa media kehilangan netralitas dalam liputannya. Meski ini sebetulnya juga mengundang perdebatan karena massa yang melakukan penyerangan lebih diakibatkan karena media sebetulnya telah bersikap netral dan independen, hanya saja tak mewakili aspirasi atau pendapat kelompok yang melakukan penyerangan.

Ada dua pokok kata kunci menurut Ketua Dewan Pers yang perlu digaris bawahi, takni soal netralitas dan keberanian pers untuk menyampaikan kebenaran news secara apa adanya, tidak malah bergumul pada pergulatan kepentingan dan larut dalam retorika politik praktis dengan maksud tertentu.

Dalam Dimensi pilkada di Nusa Tenggara Barat yang akan dihelat di empat wilayah skaligus pada tanggal 27 Juni ini, tugas media untuk menyampaikan kebenaran akan teruji dan akan sengat tergantung dari seorang jurnalis akan berdiri di sudut mana dalam turut menjaga netralitas pilkada.

Kita harus bersepakat untuk tetap menjaga kondusifitas daerah dengan berita yang benar dan positif, bukan malah sebaliknya.

Sebagai insan pers yang memang seharusnya memberitakan kebenaran, sudah saatnya kita kembali ke prinsip awal jurnalisme tentunya dengan kode etik sebagai panduan, dan tidak turut mencemari profesi dengan berita hoax yang tidak jelas sumbernya dan malah cenderung menciderai profesi, yang pada akhirnya akan menutupi fakta kebenaran yang harusnya diungkap media.

Cukup sudah kita terkotak dengan maraknya berita hoax yang meresahkan dan tidak jelas peruntukannya. Saat nya kita kembali ke jati diri kita menjadi insan pers yang independen bebas dari kepentingan, berwawasan positif untuk memberitakan kebenaran sebagai bagian dari tanggungjawab kepada publik serta selalu memberi informasi apa adanya tanpa dibalut dengan kebohongan atau tendensi tertentu.

Mari kita manfaatkan momen 5 tahunan pilkada serentak pada tanggal 27 juni 2018 sebagai tonggak pendewasaan demokrasi bagi masyarakat, memilih dengan penuh tanggungjawab dan berdasarkan hati nurani demi NTB yang lebih baik lima tahun kedepan. Turut mensukseskan pelaksanaan pilkada pun sudah menjadi tanggung jawab bersama bagi kita para pekerja pers, agar turut memberikan informasi akurat dan tidak memihak, tidak terjebak polarisasi hanya demi mendulang income.

Pilkada sebagai agenda lima tahunan diperlukan untuk memastikan rantai birokrasi kepemimpinan berjalan sesuai ketentuan. Namun jauh dari sekedar persoalan kalah menang dalam pilkada, kondusifitas NTB untuk terus berkembang dan bergerak maju pasca Pilkada harus menjadi komitmen bersama yang harus tetap di jaga bersama oleh semua warga Nusa Tenggara Barat sebagai sebuah tujuan paripurna. (*)

*) IJTI NTB




Mi6 : Zul Rohmi Punya Kans Menang Pilgub NTB

Mengapa pasangan ini bisa keluar sebagai pemenang. Antara lain, keputusan TGB yang turun ke lapangan menyatakan dukungannya kepada Zul-Rohmi

Bambang Mei

lombokjournal.com —

MATARAM  :    Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16, Bambang Mei Finarwanto mengatakan, persaingan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Nusa Tenggara Barat (NTB) akan berlangsung menarik.

Pasalnya, Gubernur NTB TGB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) sudah tidak ikut dalam kontestasi lantaran telah dua periode menjabat.

Empat pasangan calon yang muncul membuat masyarakat mempunyai banyak pilihan. Dari keempat nama paslon, Bambang menilai, pasangan Zulkieflimansyah dan Siti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi) memiliki kans atau  potensi besar untuk memenangkan persaingan.

Pasangan yang diusung PKS dan Demokrat ini, kata Bambang, menawarkan gagasan dan ide yang segar dalam membangun NTB lima tahun ke depan.

“Awalnya pasangan Zul-Rohmi kerap dipandang sebelah mata karena terbilang ‘hijau’ dalam kancah perpolitikan di NTB,” ungkap Direktur Mi6 yang kerap disapa Didu, Sabtu ( 23/06)

 

Didu menyebutkan, tiga pasangan lain seperti Ahyar Abduh (Wali Kota Mataram), Suhaili (Bupati Lombok Tengah), dan Ali BD (Bupati Lombok Timur) yang merupakan kepala daerah di kabupaten/kota di NTB.

Sedangkan, Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah, lanjutnya, merupakan pendatang baru. Terlebih, Zul yang lebih akrab berkutat di Jakarta sebagai anggota DPR RI. Sementara, Rohmi sempat menjadi Ketua DPRD Lombok Timur.

“Tergambar juga saat awal-awal, survei pasangan ini selalu menempati posisi terbawah,” ujarnya

Namun, Didu menambahkan, pasangan Zul-Rohmi terus menggeliat dalam beberapa bulan terakhir jelang pencoblosan dengan masif turun ke lapangan.

Didu  menilai, ada beberapa faktor mengapa pasangan ini bisa keluar sebagai pemenang. Antara lain, keputusan TGB yang turun ke lapangan menyatakan dukungannya kepada Zul-Rohmi, kecakapan keduanya saat debat pilkada, dan juga Rohmi sebagai satu-satunya keterwakilan perempuan dalam kontestasi pilgub NTB.

“Suara TGB diyakini sangat penting dalam mendongkrak pasangan ini. Rohmi sebagai satu-satunya perempuan juga sangat menentukan suara pemilih perempuan,” imbuhnya

Zul-Rohmi Unggul versi 3 Lembaga Survey

Zzul-Rohmi

Sementara itu Zul-Rohmi menempati posisi tertinggi versi tiga lembaga survei dibanding  pasangan calon lainnya, dengan raihan 28 persen dalam hasil survei Olat Maras Institute (OMI) yang dilakukan sejak 3 Juni sampai 12 Juni 2018.

Posisi Zul-Rohmi disusul pasangan lain, Suhaili Fadhil Thohir-Muhammad Amin dengan 21,6 persen, Ahyar Abduh-Mori Hanafi dengan 17,7 persen, dan Ali Bin Dahlan-Lalu Gede Sakti memperoleh 12,6 persen, serta yang tidak menjawab sebesar 20,1 persen

Sedangkan survey yang diadakan oleh  PolTrust Zul Rohmi unggul dibanding tiga Paslon lain yakni 30,22 persen disusul Suhaeli Moh Amin 17,73 persen , Ahyar Mori 17,27 terakhir Ali Sakti 15,23 persen  dan yang belum memutuskan 19,54 persen.

Terakhir bocoran dari Lembaga  survey  Kedai Kopi, lagi lagi Zul Rohmi menempati rangking pertama dengan skors  18,8 persen disusul Suhaeli Amin 15,6 persen , Ahyar Mori 14,2 persen dan Ali Sakti 8,3 persen . Dan yang belum memutuskan 43,1 persen. ***

Me (*)