Presiden Prabowo Lantik Serentak 961 Kepala Daerah

Presiden Prabowo menegaskan pelantikan serentak 961 Kepala Daerah, menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar 

JAKARTA.LombokJournal.com ~ Ucapan selamat kepada seluruh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang baru dilantik, disampaikan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto 

dalam prosesi pelantikan serentak di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/02/25).

BACA JUGA : Nonton Bareng Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB Terpilih

Presiden Prabowo menegaskan bahwa seluruh Kepala Daerah yang telah terpilih dan dilantik adalah pelayan dan abdi rakyat
Gubernur Lalu Iqbal dan istri

“Selamat atas mandat yang diberikan oleh rakyat di daerah masing-masing,” ujar Presiden Prabowo.

Presiden Prabowo menekankan bahwa pelantikan serentak ini merupakan momen bersejarah pertama di Indonesia. Pelantikan serentak itu diikuti 961 Kepala Daerah, yang terdiri dari 33 Gubernur, 33 Wakil Gubernur, 363 Bupati, 363 Wakil Bupati, 85 Walikota, dan 85 Wakil Walikota dari 481 daerah di seluruh Indonesia. 

“Hal ini menunjukkan betapa besar bangsa kita. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, yang memiliki demokrasi yang hidup, berjalan, dan dinamis,” kata Presiden.

BACA JUGA : Pj Gubernur Hassanudin Pamit Akhiri Masa Tugas 

Presiden Prabowo menegaskan bahwa seluruh Kepala Daerah yang telah terpilih dan dilantik adalah pelayan dan abdi rakyat. Oleh karena itu, mereka harus selalu membela, menjaga, dan berjuang untuk kesejahteraan masyarakat. 

“Kita mungkin berasal dari partai, agama, dan suku yang berbeda-beda, tetapi kita semua lahir dalam keluarga besar Nusantara, keluarga besar Republik Indonesia, keluarga besar Merah Putih, dan keluarga besar Bhinneka Tunggal Ika. Kita berbeda-beda, tetapi kita satu. Marilah kita mengabdi dan berbuat yang terbaik untuk rakyat,” tegasnya.

Rasa Syukur

Sementara itu, Gubernur NTB, Dr. H. Lalu Muhammad Iqbal, S.IP., M.Si menyampaikan rasa syukur atas suksesnya prosesi pelantikan.

 “Ini adalah kesempatan yang luar biasa, Bapak Presiden Prabowo bahkan menyempatkan diri untuk menyalami kami yang baru dilantik,” ujarnya selepas pelantikan.

Miq Iqbal (sapaan Gubernur NTB) juga menyampaikan permohonan dukungan dan doa kepada seluruh masyarakat NTB agar ia dan Wakil Gubernur Hj. Indah Dhamayanti Putri dapat menjalankan amanah dengan baik selama lima tahun ke depan. 

BACA JUGA : Gubernur dan Wagub NTB Terpilih Siap Ikuti Pelantikan

“Alhamdulillah, saya dan Umi Dinda (sapaan Wakil Gubernur NTB) telah resmi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur NTB. Artinya, mulai saat ini saatnya untuk kerja… kerja… kerja. Kami juga mohon doa dari masyarakat NTB agar perjalanan lima tahun ke depan diberikan kesehatan, kekuatan, serta kemudahan oleh Allah SWT untuk mewujudkan semua harapan dan visi yang telah kami sampaikan selama ini,” pungkasnya. iw/adm

 

 




PON XXII Nusa Tenggara, NTB dan NTT Jadi Tuan Rumah

Penyelenggaraan PON XXII Nusa Tenggara belajar dari pelaksanaan PON XXI yang berlangsung di Aceh Sumatra Utara

MEDAN.LombokJournal.com ~ Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) NTB, H Mori Hanafi mengatakan, Nusa Tenggara Barat (NTB) akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) bersama Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2028, yakni PON XXII Nusa Tenggara.

BACA JUGA : Atlet Karate Menambah Medali Emas untuk NTB

Tuan rumah PON XXII Nusa Tenggara akan menyiapkan SDM untuk memastikan profesionalisme
Konferensi pers Ketua KONI NTB

Penyelenggaraan event olahraga empat tahunan yakni Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2028 mendatang diberikan nama ‘PON XXII Nusa Tenggara. Persiapan sebagai tuan rumah telah dilakukan lama oleh NTB maupun NTT.

“Kami jauh lebih progresif dalam mempersiapkan misalnya penentuan cabang olahraga bisa diselesaikan dalam tiga jam bersama KONI Pusat,” jelasnya.

Konferensi pers yang digelar KONI NTB berlangsung di Media Center PON XXI Aceh Sumut di Hotel Santika, Medan, Selasa (17/09/24).

Beberapa hal krusial seperti kesiapan venue dan lainnya, Mori menjelaskan bahwa belajar dari pelaksanaan PON XXI Aceh, NTB tidak hanya merevitalisasi atau renovasi gedung yang ada. Namun memikirkan pemanfaatan jangka panjang jika harus membangun fasilitas baru. 

Dalam proses persiapan PON XXII Nusa Tenggara, dilakukan identifikasi dan evaluasi kebutuhan untuk pengayaan perencanaan dimulai sejak satu bulan pasca  PON XXI Aceh Sumut. 

BACA JUGA : Muhammad Zohri Pecahkan Rekor PON XXI Aceh Sumut

Terkait penganggaran, KONI NTB terus melakukan koordinasi dalam penggunaan anggaran belanja daerah provinsi maupun kabupaten/kota dalam kekurangan dan keterbatasan yang ada. Hal ini sebagai bentuk partisipasi karena venue yang menyebar di tiap kabupaten/ kota. 

“Namun Insya Alloh persiapannya akan jauh lebih baik dari PON XXI Aceh Sumut”, tutupnya. 

Sementara itu, Wakil Gubernur NTT, Yosef Adrianus yang juga Ketua KONI NTT mengatakan, belajar dari penyelenggaraan PON XXI Aceh Sumut, terutama beberapa peristiwa terkait pertandingan, NTT akan menyiapkan sumberdaya manusia dan memastikan profesionalisme

“Karena olahraga bukan soal kalah menang dan mengejar medali namun persaudaraan, persahabatan dan persatuan”, sebutnya.

BACA JUGA : Mahasiswa Gunung Rinjani Diminta Melek Politik

Hadir pula dalam konferensi pers Sekjen KONI Pusat, PB PON dan puluhan wartawan media nasional. jm

 




Atlet Karate Menambah Medali Emas untuk NTB

Ahmad Zigi, atlet karate asal Lobar, berhasil meraih mimpi yang diidamkannya sejak PON Papua lalu

KALTIM.LombokJournal.com ~ Atlet Karate dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Ahmad Zigi Zaresta Yuda, yang juga peraih tiga medali Sea Games, menang melawan atlet Jawa Barat, Hazel Ramadhan di nomor Kata Perorangan Putra. 

BACA JUGA : Muhammad Zohri Pecahkan Rekor PON XXI Aceh Sumut

Kemenangan atlet karate Ahmad Zigi, membuat NTB, memperoleh tambahan medali emas
Atlet Karate NTB, Ahmad Zigi Zaresta Yuda

Kemenangan atlet karate Ahmad Zigi, membuat NTB, memperoleh tambahan medali emas lagi dalam pertandingan cabang olahraga karate yang digelar di Gedung Serbaguna Unimed, Medan, Sumut, Senin (16/09/24) dalam Pekan Olahraga Nasional XXI Aceh Sumut 2024.

Atlet karate yang berasal dari Lombok Barat ini memenangkan pertandingan dengan penuh haru, karena berhasil meraih mimpi yang diidamkannya sejak PON Papua lalu. 

“Saya berhasil membuktikan bahwa saya pantas juara PON. Di PON Papua kemarin saya juara PraPON tapi hanya main sekali di PON Papua. PON ini adalah mimpi saya,” ucap Zigi dengan terharu. 

BACA JUGA : Program Kerja Memandu Kemana Program Disasar

Pelatih Karate, Ridi Okwar bahkan menambahkan sejak PON 2016 sampai 2021, atlet karate ini belum lagi meraih hasil. Sehingga kemenangannya domor Kata Perorangan ini membuat Ahmad Zigi sangat mensyukurinya. 

“Selain mendapatkan emas, kemenangan PON tahun ini juga seleksi Sea Games 2025. Jadi proses panjang ini semoga akan membuahkan hasil lebih baik di PON 2028 nanti sebagai tuan rumah penyelenggara,” jelasnya. 

H Mori Hanafi, Ketua KONI NTB yang mendampingi sejak pagi terlihat gembira dan langsung menyusul Ahmad Zigi ke ruang atlet. 

BACA JUGA : Perlindungan pada Anak, Investasi Songsong Indonesia Emas

Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga,  Drs Tribudi Prayitno dan beberapa ofisial serta pengurus KONI NTB merayakan kemenangan ini dalam suasana haru. jm

 

 




Pameran KriyaNusa 2024 Dihadiri Pj Ketua Dekranasda NTB

 Pameran ini memberikan peluang bagi produk-produk industri kreatif Indonesia untuk bersaing di tingkat nasional maupun internasional

JAKARTA.LombokJournal.com ~ Penjabat (Pj) Ketua Dekranasda NTB, Pameran Kerajinan Nusantara Tahun 2024 atau Pameran KriyaNusa yang diselenggarakan oleh 

Dewan Kerajinan Nasional (DEKRANAS) Indonesia, di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (28/08/24).

BACA JUGA : Wastra Tenun dan Kruya Harapan Ekonomi Berkelanjutan

Pameran dibuka secara langsung oleh Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional, ibu Wury Ma’ruf Amin. Pj Ketua Dekranasda NTB bu Dessy Hassanudin menghadiri pembukaan 

bu Dessy Hassanudin menghadiri pembukaan pameran tersebut.

Tahun ini mengangkat tema ‘Pengrajin Muda Lestarikan Warisan Budaya’. Tema tersebut diangkat sebagai cerminan Dekranas untuk meneruskan tradisi dari warisan leluhur kepada generasi muda. 

Hal tersebut disampaikan ibu Wury Ma’ruf Amin saat membuka acara yang akan digelar selama 5 hari ke depan. 

“Indonesia adalah negeri yang kaya akan budaya dan tradisi. Seni kerajian berbagai daerah Indonesia yang diwariskan tidak hanya mencerminkan keindahan dan ketarampilan tapi juga nilai-nilai dan identitas bangsa,” jelas Wury. 

BACA JUGA : Sumiatun – Ibnu Salim Siap Berlaga di Pilbup Lobar

Menurutnya, kegiatan ini memberikan peluang bagi produk-produk industri kreatif Indonesia. Hal ini untuk bersaing di tingkat nasional maupun internasional.

Acara pembukaan tersebut dilanjutkan dengan penyiraman pohon oleh Wury Ma’ruf Amin. Didampingi langsung oleh Tri Tito Karnavian, Yantie Isfandiary Airlangga, Siti Farida Pratikno, Elizabeth Thohir, dan Zubir Akmal. 

Terdapat 420 stan kriya, di mana sekitar 30 persennya merupakan perajin muda. Kemudian, 24 stan kuliner di Pameran Kriyanusa 2024 yang dilaksanakan di JCC, 28 Agustus-1September 2024.

Pameran KriyaNusa selama beberapa tahun terakhir telah menjadi ikon kerajinan atau seni kriya terbesar di Indonesia. Gelar industri kreatif ini melibatkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) binaan Dekranas dari Sabang sampai Merauke.

BACA JUGA : Sinergi Wujudkan Netralitas ASN Dalam Pilkada 2024

Sebagai sebuah pameran kolaborasi, KriyaNusa juga melibatkan berbagai pihak, mulai dari Kementerian, BUMN, dan individu-individu terkait. Produk kriya yang ditampilkan dalam pameran KriyaNusa semuanya berbahan dasar lokal yang original dan otentik dari Indonesia. novita

 

 




Menulis Sejarah Tanpa Keilmuan Akademi (5 – habis)

Dalam perjalanan merangkai fakta untuk menulis sejarah perjuangan Polri, Arif Wahjunadi tertuju pada peristiwa penting tanggal 21 Agustus 1945, Proklamasi Polisi Republik Indonesia

LombokJournal.com ~ Ketika melakukan penelitian untuk menulis sejarah jejak perjuangan Polri, Komjen. Pol. Purnawirawan Arif Wachjunadi awalnya hanya berangkat dari pertanyaan sederhana. Kapan Kepolisian Negara Republik Indonesia pertama kali ada? Apa saja peristiwa yang dapat mengungkap mengenai hal ini? 

Menurut Arif, dua pertanyaan ini kerap menjadi tantangan baginya untuk menemukan jawabannya. 

BACA JUGA : Hari Juang Polri, Kapolri Sapa Penggagas Hari Juang (1)

Komjen. Pol. Arif Wachjunadi ini, kita seperti diantar untuk membuka jendela sejarah jati diri Kepolisian Republik Indonesia yang sesungguhnya
Arif Wahjunadi bersama Jend Pol (Pur) Suroyo Bimantoro

Jauh sebelum menulis sejarah perjuangan Polri (bahkan sejak menjadi Kapolda NTB tahun 2010), ia sudah mulai dihadang pertanyaan itu. Kemudian berlanjut saat menjadi Kapolda Bali 2013, ia lalu mengumpulkan data dan informasi tentang hal ini. 

Ketertarikannya untuk menelusuri dan menulis sejarah jejak perjalanan perjuangan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) datang dari keinginan untuk melengkapi dan “memperkaya” sumber daya manusia yang ada di Polri. 

Banyak Polisi yang tidak hanya mengembangkan karir sebagai Polisi profesional melainkan juga ahli dalam bidang lainnya. 

“Hal ini penting untuk merespon peluang di era globalisasi yang membutuhkan tidak hanya Polisi profesional saja melainkan juga Polri harus memiliki Polisi berkarakter pejuang dengan wawasan yang mumpuni,” ungkapnya. 

Sejak itulah ia tekun dan serius melakukan penelitian. Dalam perjalanannya merangkai-rangkai fakta untuk menulis sejarah Polri inilah, ia kemudian berhenti pada peristiwa penting yang terjadi tanggal 21 Agustus 1945, Proklamasi Polisi Republik Indonesia. Dari sanalah, dengan segala dinamika suka dukanya tantangan dan dilema yang tidak mudah, ia kukuh dengan terus fokus memperjuangkan Hari Juang Polri. 

Seluruh data, informasi dan dokumen yang merupakan hasil risetnya, ia catat dan kumpulkan dalam dua buku yang pada akhirnya mendorongnya menulis sejarah lahirnya Hari Juang Polri. Ia menulis sejarah tanpa keilmuan sejarah secara akademis.

BACA JUGA : Proklamasi Polisi Republik Indonesia dan Hari Juang (2)

Meski tidak memiliki latar belakang keilmuan sejarah secara akademis, dalam menulis buku Arif Wachjunadi terbilang detil dan komprehensif. Penelitian-penelitian lapangan juga literasi yang dilakukannya selama 14 tahun, sangat serius dan menjangkau semua sumber-sumber informasi dan dokumen yang dibutuhkan. 

Beberapa akademisi dan ahli sejarah yang turut memberi sambutan dalam buku karyanya berjudul Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Jejak Sejarah Perjuangan Polri, mengakui ketekunan, keuletan dan dedikasinya. 

“Komjen Drs. Arif Wachjunadi memang tidak memiliki latar belakang keilmuan sejarah, tetapi beliau memiliki kecintaan yang besar dan kepedulian terhadap lembaganya, sehingga mendorongnya untuk melakukan dengan sungguh-sungguh berbagai langkah dan tahapan ‘penelitian sejarah’ sebagaimana yang biasa dilakukan seorang peneliti sejarah professional, atau bahkan mungkin melampuinya. Ini merupakan capaian luar biasa, buku setebal ini tidak mungkin bisa terwujud tanpa melalui sebuah proses kerja keras yang panjang penuh dengan ketekunan, keuletan, dan dedikasi yang tinggi dari penulisnya,” ungkap Dr. Abdul Wahid, M.Hum., M.Phil., Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

Prof. Dr. Der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri, Dsc., Rektor UI 2007-2013 dan juga Anggota Senat Akademik PTIK/STIK, turut memberi apresiasi atas karyanya yang bernas ini. 

“Kami sebagai sosiolog yang cukup lama berkecimpung di dunia Kepolisian, terutama sebagai dosen di S3 Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian; menyambut gembira hadirnya buku ini. Buku yang ditulis apik ini, didukung data sekunder dan primer yang bernas,” kata Prof. Dr. Der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri. 

Demikian pula dengan ahli sejarah, Prof. Anhar Gonggong, yang mengakui ketekunan dan kreativitasnya.

“Tentu saja hasil karya dari Komjen. Arif ini patut mendapat, tidak hanya ucapan selamat atas karyanya itu, melainkan juga patut mendapat apresiasi yang tinggi. Komisaris Jenderal (Komjen) Arif Wachjunadi kembali menunjukkan ketekunan-kreativitasnya dalam bentuk penulisan sebuah buku tentang perjalanan hidup dari lembaga negara: Kepolisian Negara Republik Indonesia (RI),” kata Prof. Anhar Gonggong. 

Tidak ketinggalan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, turut memberi apresiasi atas karya tersebut. 

“Saya mengapresiasi kegigihan dan keseriusan penulis untuk terus menyempurnakan buku sejarah perjalanan perjuangan Polri ini, dengan rajin mendatangi berbagai tempat dan narasumber yang bisa mengungkap setiap detil keberadaan Polri. Juga banyak meminta saran serta masukan dari berbagai pihak, termasuk saya. Setidaknya dua kali Penulis bertemu saya untuk berdiskusi,” ungkap Bambang Soesatyo.

BACA JUGA : Sejarah Proklamasi Polisi Bermula dari Tokubetsu Keisatsutai 

Apa yang dilakukan Arif Wachjunadi, tidak hanya mendapat sambutan baik dari kalangan ahli dan akademisi, melainkan datang juga dari Jenderal TNI Try Sutrisno.

“Kerja keras dalam mewujudkan buku ini, tentu saja tidak mudah dilakukan oleh Komjen. Pol. Purnawirawan Arif Wachjunadi. Tak terhitung waktu dan tenaga, tentunya dengan kesabaran dan keikhlasannya secara terus menerus sepanjang satu windu, untuk bisa mewujudkan buku yang bisa menjadi pedoman tidak hanya bagi Polri melainkan juga bagi masyarakat luas, khususnya terkait sejarah Polri. Oleh sebab itu, Polri patut berbangga dan harus merasa beruntung memiliki Komjen. Pol. Arif Wachjunadi, yang telah dengan tekun menyusun buku bernuansa sejarah dengan rapi dan runut ini,” kata Try Sutrisno. 

Begitu pula para seniornya yang nota bene adalah Kapolrii di masanya, yang turut memberi apresiasi atas lahirnya buku karyanya. Sebut saja Jenderal Polisi Purnawirawan Suroyo Bimantoro yang menyebutnya sebagai sosok yang langka. 

“Menurut saya, Komjen. Pol. (P) Arif Wachjunadi adalah seorang yang langka, di tengah kelangkaan pecinta sejarah, khususnya pada sejarah institusi Polri yang dia dan kami cintai.Kelebihan dia dari yang lain, dia bukan hanya memiliki minat tetapi mendalami, meneliti dan lebih hebat lagi menuliskan dalam sebuah buku,” ungkap Bimantoro. 

Jenderal Polisi Purnawirawan Bambang Hendarso Danuri, juga mengatakan bahwa karya ini membuka sejarah jati diri Polri. 

“Membaca karya buku berjudul; Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Jejak Perjalanan Perjuangan Kepolisian Negara Republik Indonesia Jilid 2, yang ditulis oleh Komjen. Pol. Arif Wachjunadi ini, kita seperti diantar untuk membuka jendela sejarah jati diri Kepolisian Republik Indonesia yang sesungguhnya. Bahwa Polri itu pejuang yang gigih dan menjadi bagian tidak terpisahkan dalam revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Dan itu dicatat secara cermat selama lebih kurang delapan tahun oleh penulis melalui berbagai penelitian, baik lapangan maupun literasi yang terkait langsung dengan sejarah Polri,” kata BHD.

Polri patut berbangga memiliki Komjen. Pol. Arif Wachjunadi, yang telah dengan tekun menulis sejarah dengan rapi dan runut ini
Arif Wahjunadi dan Bambang Soesatyo

Demikian banyak apresiasi yang diberikan atas karya-karyanya dimaknai Arif sebagai perhatian banyak pihak kepada Polri, sebab ia menulis sejarah itu atas kecintaannya kepada institusi Polri. 

BACA JUGA : Wasta Tenun dan Kriya Harapan Ekonomi Nerkelanjutan

Selain menulis sejarah Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Jejak Sejarah Perjuangan Polri (buku ini adalah buku ke 2 dari seri Hari Juang Polri), sebelumnya ia juga menulis buku pertama berjudul Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Polri (Buku pertama) dan buku ke tiga berjudul Hari Juang Polri. nik

 

 




Merawat Keyakinan Menuju Sejarah Baru Polri 

Keteguhannya merawat keyakinan di balik terwujudnya Hari Juang Polri, akhirnya tahun 2024 ini diperingati pertama kali oleh institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia

LombokJournal.com ~ 14 Tahun Berjuang Menuju Hari Juang Polri, Merangkai Peristiwa Sejarah Perjuangan Peran Polisi Istimewa, merupakan momentum  penting dalam mengungkap sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Merawat keyakinan bahwa Polri adalah pejuang lebih karena dalam fakta sejarahnya ada peristiwa istimewa Proklamasi Polisi Republik Indonesia yang terjadi pada tanggal 21 Agustus 1945.

BACA JUGA : Hari Juang Polri, Kapolri Sapa Penggagas Hari Juang (1)

Merawat keyakinan bahwa Polri adalah pejuang lebih karena dalam fakta sejarahnya ada peristiwa istimewa Proklamasi Polisi Republik Indonesia
Arif Wachjunadi bersama Prof. Awaluddin Djamin (alm) tahun 2013

Peristiwa itu terjadi 79 tahun silam. Sangat lama. Sejak itu, belum ada seorang pun, baik di dalam maupun di luar institusi Polri, yang secara intensif fokus membicarakan tanggal penting ini. 

Di dalam institusi kepolisian sendiri, tanggal 21 Agustus hanya dikenal sebagai pengetahuan umum bahwa pada tanggal tersebut ada peristiwa Proklamasi Polisi. Tidak lebih. 

Bahkan, tidak banyak Polisi (khususnya generasi Polri masa kini) yang mengetahui adanya peristiwa ini. Sampai pada tahun 2010, muncul pemikiran untuk menseriusi tanggal tersebut untuk mendorongnya menjadi sejarah baru bagi Polri. 

Bagaimana tidak, fakta-fakta sejarah mengungkap bahwa heroisme Polisi Istimewa dalam peristiwa Proklamasi Polisi Republik Indonesia itu, tak bisa dimungkiri menjadi sejarah sangat penting bagi Polri. 

Inilah sosok yang tak henti merawat keyakinan tentang peristiwa yang menegaskan kuatnya semangat juang Polri. Figur yang jadi tokoh penting di balik Hari Juang Polri, yang pada tahun 2024 ini diperingati pertama kali oleh institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Komjen. Pol. (Pur) Arif Wachjunadi, penggagas Hari Juang Polri, yang pertama kali sejak tahun 2010 berjuang mendorong terwujudnya Hari Juang Polri. Ia mulai menggagas Hari Juang Polri ketika menjadi Kapolda Nusa Tenggara Barat, tahun 2010. 

Dan serius mulai melakukan penelitian pada tahun 2013, ketika menjadi Kapolda Bali. 

BACA JUGA : Proklamasi Polusu Republik Indonesia dan Haru Juang (2)

“Terima kasih Polda NTB, telah memberi saya inspirasi kala itu,” ungkap Arif, tentang keteguhannya merawat keyakinan semangat juang di kalangan Polisi Indonesia. 

Arif Wahjunadi menyampaikan itu saat menjadi narasumber pada acara Sarasehan dan Syukuran Hari Juang Polri, yang diselenggarakan di Graha Bhara Daksa Polrestabes Surabaya, Selasa (20/08/24).

Sejak itu, secara terus menerus dan intensif berlanjut dalam proses dan dinamika penelitian panjang (baik literasi maupun lapangan), dipenuhi tantangan yang tidak mudah. 

Selama 14 tahun (2010-2024), tanpa kenal lelah, merawat keyakinan pentingnya mewujudkan semangat juang di lingkungan Polri.

Arif tak henti-hentinya berjuang dari satu forum ke forum lainnya (dalam dan luar institus Polri), mendatangi puluhan narasumber utama, pakar-pakar serta sejarawan-sejarawan dan tokoh-tokah lainnya yang paham terkait perjuangan Polisi Istimewa. 

Ia juga melakukan penelitian dari satu wilayah ke wilayah lainnya yang menyimpan sejarah Polri di seluruh Indonesia, membongkar naskah-naskah serta dokumen (yang berkaitan dengan masa penjajahan Jepang di Indonesia) di Arsip Nasional dan Perpustakaan Nasional RI, sampai ke perpustakaan-perpustakaan yang berada di Jepang. 

Bahkan ia mengunjungi Konjen Jepang di Makassar dan Surabaya untuk menemukan dokumen terkait Tokubetsu Keisatsutai ini. Ia juga terbang mengunjungi Pearl Harbor yang diserang Jepang Jepang pada Desember tahun 1941 yang menjadi pemicu masuknya Jepang ke Asia khususnya Indonesia. 

Dari sinilah Jepang membentuk Polisi yang diambil dari pemuda-pemuda pribumi. 

14 tahun, bukan waktu sebentar bagi Arif Wachjunadi, yang dalam perjalanannya ini banyak dihadang kendala dan tantangan yang tidak mudah. Namun, semangat dan tekadnya untuk menghadirkan sejarah baru bagi Polri tak pernah padam. Ini dilakukannya, agar seluruh generasi Polri tidak putus dengan sejarahnya (khususnya terkait Proklamasi Polri). 

“Karena saya mencintai Polri, jadi suka duka serta kendala dan tantangan selama 14 tahun itu adalah pelajaran penting bagi saya,” ungkapnya ketika ditemui di Sirkuit Mandalika Lombok, Kamis (07/08/24) lalu

Uniknya, Arif bukanlah ahli sejarah, bahkan ia tidak memiliki latar belakang akademis sebagai ahli sejarah. Tekad dan kemauannya yang kuat, ia implementasikan dalam penelitian-penelitian mendalam sambil menjalankan hobinya sebagai seorang pencinta motor besar. 

Maka dalam setiap perjalanannya melintasi berbagai tempat di Indonesia (dari Sabang sampai Merauke), ia sempatkan diri untuk mampir ke tempat-tempat yang menyimpan sejarah Polri. 

Proses panjangnya selama 14 tahun tersebut, bahkan telah melahirkan tiga buku penting bagi Polri, yang memuat sejarah perjalanan Polri, yang kemudian menjadi pendorong kuat menuju Hari Juang Polri. 

Dalam tiga buku yang diterbitkan oleh Risalah Pustaka tersebut memuat tentang fakta-fakta sejarah serta alasan-alasan yang menjadi landasan valid mengapa tanggal 21 Agustus layak diperingati sebagai Hari Juang Polri. 

BACA JUGA : Sejarah Proklamasi Polisi, Bermula dari Tokubetsu Keisatsuitai

Dinamika 13 alasan dan fakta-fakta sejarah ini terdokumentasikan dalam dua buku, berjudul Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Kepolisian Negara RI (terbit 2016) dan Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Jejak Perjalanan Perjuangan Kepolisian Negara Republik Indonesia (terbit 2023). 

Dan pada buku ke tiga berjudul Hari Juang Polri, memuat puncak dari perjuangannya, yakni alasan ke 14 yang menguatkan sekaligus mensahkan seluruh hasil penelitian yang melengkapi perjuangan selama 14 tahun tersebut, yakni terbitnya Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: Kep/95/I/2024, tanggal 22 Januari 2024, tentang Hari Juang Polri. 

Maka dengan itu, mulai tahun 2024 ini, institusi Polri tidak hanya memperingati 1 Juli sebagai Hari Bhayangkara, melainkan juga, untuk pertama kalinya secara resmi akan memperingati Hari Juang Polri pada tanggal 21 Agustus 2024.

14 tahun Aruf Wahjunadi  merawat keyakinan menuju sejarah baru Polri. Dan setelah 79 tahun kemudian, peristiwa tanggal 21 Agustus 1945 akhirnya mewujud Hari Juang Polri. 

Atas perjuangan dan kerja kerasnya ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, saat menyapanya dalam sambutan Sarasehan dan Syukuran Hari Juang Polri, (20/08/24) di Gedung Graha Bhara Daksa Polrestabes Surabaya, menyematkan predikat kepadanya sebagai penggagas Hari Juang Polri. 

“Hadir pula Wakil Ketua Umum 1 PKBB (Paguyuban Keluarga Besar Brimob) Komjen. Pol. Purnawirawan Arif Wachjunadi, penggagas Hari Juang Polri,” sapa Kapolri yang disambut tepuk tangan seluruh undangan yang hadir malam itu. 

Dalam kesempatan wawancara khusus dengan LombokJournal.com, usai menjadi narasumber sarasehan, bagi Arif, terwujudnya Hari Juang Polri ini, tidak sukses karena perjuangannya sendiri, melainkan ia didukung penuh oleh para Kapolri di masanya. 

Merawast keyakinan, Arif Wachjunadi melakukan penelitian di Perpustakaan Nasional RI
Komjen Pol (Purn) Arif Wahjunadi

Mulai dari Jenderal Polisi Purnawirawan Prof. Awaluddin Djamin, Jenderal Polisi Purnawirawan Suroyo Bimantoro, Jenderal Polisi Purnawirawan Bambang Hendarso Danuri, Jenderal Polisi Purnawirawan Da’i Bachtiar dan lainnya hingga Ketua PKBB (Paguyuban Keluarga Besar Brimob) Komisaris Jenderal Polisi Imam Sudjarwo. 

Ada pula para ahli sejarah seperti Prof. Aminuddin Kasdi dan Prof. Anhar Gonggong dan akademisi-akademisi dari universitas-universitas ternama tanah air, antara lain Prof. Gumilar Soemantri Rektor UI 2007-2013, DR. Abdul Wahid dari UGM. Serta masih banyak dukungan lainnya, salah satunya datang dari Ketua MPR RI, Bambang Seosatyo, termasuk Jenderal TNI Purnawirawan Try Sutrisno.

“Terwujudnya Hari Juang Polri, karena dukungan penuh dari banyak pihak khususnya para Kapolri pada masanya, tokoh serta pakar sejarah, akademisi, hingga pelaku-pelaku saksi-saksi sejarah lainnya. Terima kasih kepada Kapolri dan semua pihak yang mendukung terwujudkan Hari Juang Polri,” ungkap Arif menutup wawancara. nik

 

 




Sejarah Proklamasi Polisi, Bermula dari Tokubetsu Keisatsutai (3)

Penggagas dan pencetus Hari Juang Polri, Komjen Pol. Purnawirawan Arif Wachjunadi, mengungkapkan suatu peristiwa yang kemudian jadi tonggak sejarah Hari Juang Polri

LombokJournal.com ~ 

“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menjatakan Polisi Istimewa sebagai Polisi Repoeblik Indonesia.”

Soerabaja, 21 Agoestoes 1945                                                                                                                                                                                                                                                                                 

Atas Nama Seloeroeh Warga Polisi                                                                                                                                                                                                                                                              Moehammad Jasin – Inspektoer Polisi Kelas I

“Begitulah bunyi kebulatan tekad Polisi Istimewa yang menyatakan dirinya sebagai Polisi Republik Indonesia, dalam Proklamasi Polisi Republik Indonesia tanggal 21 Agustus 1945,” ungkap Komjen Pol. Purnawirawan Arif Wachjunadi, menyampaikan nukilan sejarah Proklamasi Polisi Republik Indonesia. 

BACA JUGA : Hari Juang Polri, Kapolri Sapa Penggagas Hari Juang Polri (1)

Komjen Pol. (Purn) Arif Wachjunadi merupakan penggagas dan pencetus Hari Juang Polri. 

Proklamasi Polisi ini sejarah yang bermula dari Tokubetsu Keisatsutai, yang merubah nama menjadi Polisi Istimewa
Prof. Aminuddin Kasdi (kiri), dan Arif Wahjunadi

Setelah 79 tahun berlalu, peristiwa perjuangan yang menjadi sejarah penting bagi institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia, akhirnya diabadikan sebagai Hari Juang Polri. 

Peristiwa sejarah itu adalah Proklamasi Polisi Republik Indonesia, tanggal 21 Agustus 1945 yang dilakukan oleh Polisi Istimewa, di bawah pimpinan Inspektur Polisi Kelas Satoe M. Jasin. Proklamasi Polisi ini sesungguhnya bermula dari Tokubetsu Keisatsutai, yang merubah nama menjadi Polisi Istimewa. 

Lahir pada bulan April tahun 1944 dengan nama Tokubetsu Keisatsutai, Polisi bentukan Jepang di masa penjajahannya di Indonesia ini, lalu mengganti nama menjadi Polisi Istimewa pada tanggal 18 Agustus 1945. 

Pada masa Jepang bernafsu menguasai Asia di penghujung perang dunia ke II, pemuda-pemuda pribumi (baca-Indonesia) dengan kualifikasi terbaik, sengaja direkrut dan dilatih dengan kamampuan tempur militer demi mendukung Jepang memenangkan perang Asia Timur Raya. 

Sebelum masuk ke Indonesia pada Januari 1942, Jepang terlebih dahulu mengobarkan perang setelah meluluhlantakkan Pearl Harbor (Pangkalan Militer Angkatan Laut Amerika Serikat di Hawaii) pada tanggal 7 Desember 1941. 

Jepang melancarkan dua kali aksi penyerangan brutal yang dilakukan secara tiba-tiba di pagi buta. Serangan ke Pearl Harbor ini kemudian menjadi pemicu terbakarnya Perang Dunia ke II yang melibatkan begitu banyak negara di dunia. Hancurnya pangkalan militer ini, tak pelak menjadi pukulan berat bagi Amerika Serikat. 

Ketika Perang Asia Timur Raya atau yang dikenal dalam sejarah sebagai Perang Pasifik berkobar pada tahun 1941-1945, Indonesia masuk dalam pusaran Perang Dunia ke II yang membakar seluruh dunia itu. 

Sukses menghancurkan salah satu kekuatan militer Amerika Serikat di Pearl Harbor, Negeri Matahari Terbit percaya diri. Invansi ke Asia pun berjalan mulus, termasuk Indonesia. 

“Di momentum inilah Jepang mulai merekrut anak-anak muda pribumi untuk dijadikan Polisi dengan nama Tokubetsu Keisatsutai, yang akan mendukung Jepang memenangkan perang Asia Timur Raya,” kata Arif.   

Penulis buku berjudul Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Jejak Perjalanan Perjuangan Polri ini mengungkapkan, serangan mendadak dan mengejutkan yang dilakukan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang pada Amerika Serikat di bawah perintah Laksamana Madya Chuichi Nagumo, terhadap pangkalan Militer Amerika  di Pelabuhan Mutiara ini adalah langkah preventif Jepang untuk mencegah Amerika ikut campur atas ekspansi mereka di Asia Pasifik. 

BACA JUGA : Proklamasi Polisi Republik Indonesia dan Hari Juang (2)

Karena saat itu Jepang sudah merancang penguasaan atas wilayah-wilayah jajahan Inggris, Amerika dan Belanda di Asia Tenggara demi mengamankan sumber daya alam yang dibutuhkan oleh Jepang. 

Berdasarkan laporan surat kabar Berita Oemoem tanggal 3 April 1942 yang mengulas tentang sejarah Perang Pasifik ini menulis bahwa di hari penyerangan Jepang atas armada Amerika di Pasifik itu, sebagian besar Armada Amerika seketika lenyap dari pandangan mata. Satu persatu kapal perang Amerika Serikat hilang dari Pelabuhan Mutiara Hawaii.  

Perang hebat di Pearl Harbor terjadi dengan begitu mengagumkan bagi Jepang yang “berkolaborasi” dengan Jerman dan Italia. Pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal selam Jepang menggempur dengan begitu hebatnya di pangkalan militer Amerika itu. 

Jepang menyerang kapal-kapal pemukul dan kruiser-kruiser besar milik Amerika dan tenggelam hanya dalam beberapa menit saja. 

Sejak itu, Jepang tidak berhenti melancarkan serangan-serangan yang “menggoda” kemarahan Amerika, yang membuat dendam perang Amerika Serikat membuncah.

Pertempuran di Asia Pasifik mulai memasuki titik balik pada tahun 1943. Amerika dan Inggris yang merupakan tulang punggung negara-negara Sekutu, mulai menekan Jepang di berbagai medan tempur, akan tetapi Jepang tetap gigih bertahan. 

Walaupun angkatan udara Amerika Serikat telah mengebom kota-kota di Jepang, tetapi Jepang tetap tidak menyerah. Puncaknya, pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hiroshima diserang dengan bom atom. Berlanjut tiga hari kemudian, pada tanggal 9 Agustus 1945, Kota Nagasaki turut dibombardir dengan bom atom kedua oleh Amerika Serikat. 

Jepang lantas kehilangan kekuatan dan segala upaya perlawanan sudah kehilangan jalan dan arah. Akhirnya Jepang berada pada titik terendah dengan mengibarkan Bendera Putih tanda menyerah. Bom Hiroshima dan Nagasaki disebut-sebut sebagai momentum pembawa perdamaian di Pasifik. 

Menyerahnya Jepang kepada sekutu menandai berakhirnya perang. Momentum ini juga dimanfaatkan oleh Indonesia yang kemudian memproklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945. Demikian pula dengan Tokubetsu Keisatsutai yang kemudian merubah nama menjadi Polisi Istimewa pada tanggal 18 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan bangsa ini, dipergunakan juga dengan sebaik mungkin oleh Polisi Istimewa untuk menyatakan diri sebagai Polisi milik bangsa Indonesia, Polisi yang berjuang bagi Bangsa Indonesia. 

Di masa peralihan kekuasaan ini pasukan Polisi Istimewa dengan bobot tempur militer, menjadi satu-satunya badan perjuangan yang diijinkan memegang senjata demi menjaga keamanan dan ketertiban di masa peralihan kekuasaan di Indonesia. 

Heroisme Pasukan Polisi Istimewa dalam berjuang membela dan mempertahankan Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tergambar jelas selama revolusi fisik berlangsung, termasuk pada pertempuran Surabaya 10 November 1945.

Polisi Istimewa melucuti senjata tentara Jepang. Orang-orang Jepang dan pimpinan markas Kenpetei pun ditahan dan memutus hubungan telepon keluar. Gudang-gudang senjata dibongkar dan mengeluarkan seluruh perbekalan perang dan amunisi termasuk mobil berlapis baja dan truk-truk. 

“Setelah menguasai seluruhnya, kami menjaganya dengan ketat sambil menjalankan tugas pengamanan dan menyiarkan kepada penduduk bahwa negara Indonesia sudah merdeka dan telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, serta bahwa pasukan kami mendukung proklamasi kemerdekaan tersebut dan telah menjadi milik Republik Indonesia,” ujar M. Jasin, dalam buku Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang. 

Tindakan lekas yang diambil M. Jasin ini dinilai sebagai langkah yang cerdas dan cekatan. 

BACA JUGA : Wastra Tenun dan Kriya, Harapan Ekonomi Berkelanjutan

“Bukan main cekatan dan cerdasnya langkah yang diambil M. Jasin saat merebut markas dalam situasi genting seperti itu. Dia tahu benar membaca peluang untuk kemudian mengambil tindakan yang tepat,” ujar Prof. Aminuddin Kasdi Sejarawan dan Guru Besar Unesa Surabaya. 

Sri Lestari (jilbab putih) putri dari Kapten Mukari, anggota Tokubetsu Keisatsutai, saat menerima tumpeng dari Kapolri pada acara syukuran sejarah Hari Juang Polri / Foto : nik
Syukuran sejarah Hari Juang bersama Kapolri

Sejarah masa perebutan markas dan gudang senjata Kenpetei ini adalah masa yang genting bagi Polisi Istimewa karena harus menghadapi perlawanan Jepang. Inilah masa dimana ‘senjata makan tuan’ bagi Jepang berhasil sukses. 

Pasukan Polisi yang bernama Tokubetsu Keisatsutai (Polisi Istimewa) yang nota bene dididik oleh Jepang sebagai pasukan istimewa dengan perbekalan ilmu dan strategi perang untuk memenangkan medan-medan pertempuran ini akhirnya mampu membalik situasi.  

Tokubetsu Keisatsutai (Polisi Istimewa) menang atas ‘tuannya’ sendiri. nik

 

 

 




Proklamasi Polisi Republik Indonesia dan Hari Juang (2)

Peristiwa anggota Kesatuan Polisi Istimewa itu, yakni Proklamasi Polisi Republik Indonesia, mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengesahkan Hari Juang Polri melalui Keputusan Kapolri tentang Hari Juang Polri

LombokJournal.com ~ Mengutip dari buku karya Komjen. Pol. Purnawirawan Arif Wachjunadi, berjudul Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Jejak Perjalanan Perjuangan Polri, ini peristiwa Proklamasi Polisi Republik Indonesia (Polri). 

Peristiwa itu kemudian mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, M.Si., menandatangi Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan Nomor 95/I/2024, Tentang Hari Juang Kepolisian Negara Republik Indonesia Tanggal 22 Januari tahun 2024. 

BACA JUGA : Hari Juang Polri, Kapolri Sapa Para Penggagas Hari Juang (1)

Kapten Moekari (kanan, anggota Tokubetsu Keisatsutai), satu-satunya saksi sejarah Proklamasi Polisi Republik Indonesia, usai wawancara dengan pencetus Hari Juang Polri, Arif Wachjunadi tahun 2015
Arif Wachjunadi dan Moekari

Keputusan Kapolri ini menetapkan bahwa hari bersejarah di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diperingati setiap tanggal 21 Agustus, selanjutnya disebut sebagai Hari Juang Polri.  

Di bawah kibaran bendera merah putih, sekitar 250 orang anggota Kesatuan Polisi Istimewa berkumpul di halaman depan markas mereka untuk mengikuti sebuah peristiwa penting dalam sejarah perjalanan kesatuannya. M. Jasin lalu tampil membacakan teks Proklamasi Polisi yang telah disiapkan. 

“Kami berkumpul untuk mendengarkan pidato Pak Jasin yang memproklamasikan Polisi Istimewa sebagai Polisi Republik Indonesia,” ungkap Kapten Moekari (alm), saksi hidup anggota Tokubetsu Keisatsutai yang hadir pada peristiwa ini, saat diwawancarai pada tahun 2015.

Moekari mengingat bagaimana tegangnya suasana kala itu, namun diliputi semangat dan keberanian yang menyala-nyala. Sehingga jika pun Jepang bereaksi, pasukan Polisi Istimewa telah siap sedia untuk menghadapinya. 

Ia menyaksikan keberanian dan keteguhan hati seorang Polisi bernama M. Jasin untuk menyatakan diri dan kesatuannya adalah milik Negara Republik Indonesia. 

Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menjatakan Polisi Istimewa sebagai Polisi Repoeblik Indonesia.”

Soerabaja, 21 Agoestoes 1945

Atas Nama Seloeroeh Warga Polisi

Moehammad Jasin – Inspektoer Polisi Kelas I

Inilah kutipan dari naskah Proklamasi Polisi Republik Indonesia yang dibacakankan oleh M. Jasin di depan pasukan Polisi Istimewa di markas Polisi Istimewa (kini menjadi sekolah Saint Louis di Jalan Polisi Istimewa Surabaya Jawa Timur).  

Sejak pagi hari di tanggal 21 Agustus 1945 tersebut, poster tentang Proklamasi tersebut ditempel di tembok-tembok sepanjang Jalan Tunjungan dan diikuti dengan turunnya Pasukan Polisi Istimewa untuk memamerkan diri sebagai Polisi Republik Indonesia.

BACA JUGA : Deklarasi Pilkada Damai 2024, NTB Harus Jadi Role Model Nasional

“Inilah pertama kalinya Polisi di negeri ini bersatu dengan nama Polisi Republik Indonesia. Polisi yang terlepas dari tugas yang diperalat oleh penjajah. Polisi yang mendukung penuh Kemerdekaan Republik ini. Polisi yang merdeka sepenuhnya dalam melindungi bangsa dan rakyat Indonesia,” ungkap Arif. 

Peristiwa tersebut merupakan titik balik dimulainya perjalanan sejarah Kepolisian Republik Indonesia. Kepolisian yang dibangun  dari tekad dan semangat ke-Indonesiaan, setelah sebelumnya terkungkung dalam keterpaksaan mengamankan kepentingan-kepentingan penjajah. 

Momen proklamasi yang menyatukan tekad, semangat dan patriotisme Polisi Indonesia ini menjadi tonggak dimulainya perjalanan sejarah kaum Polisi pribumi. 

Polisi yang bertindak untuk dan atas nama bangsa Indonesia. Polisi yang menjadi tuan di negerinya sendiri. Polisi yang merdeka menentukan arah dan langkahnya bersama bangsa ini. 

Namun, akibat situasi transisi yang masih berjalan, tentu saja tindakan-tindakan yang merupakanbagian dari momen penting dalam sejarah bangsa ini seperti halnya Proklamasi Polisi Republik Indonesia tanggal 21 Agustus 1945, tidak sempat terdokumentasi dengan baik. Apalagi dilegalisasi dengan secarik surat resmi dari pemerintah. 

Masa ini adalah masa sibuk yang seluruh fokus tertuju ke Jakarta dimana para tokoh tengah berfikir dan bekerja keras merumuskan konsep negara untuk membangun perangkat suatu negara. Para tokoh pergerakan dan pejuang berkumpul untuk hal utama kala itu, yakni soal kemerdekaan. 

Dan kesibukan semacam itu (kesibukan yang dapat terdokumentasi dengan baik), hanya momen penting yang terjadi di Jakarta, di pusat penyusunan dan perumusan Negara Republik Indonesia. Peristiwa penting yang juga terjadi pada perjalanan Polisi kala itu, jelas menjadi penting pula bagi perjalanan sejarah bangsa ini, namun luput dari pendokumentasian. Karenanya peristiwa 21 Agustus 1945 itu, ibarat seorang bayi yang telah lahir namun tidak memiliki akte karena situasi yang tidak mendukungnya. 

“Secara historis, tanggal 21 Agustus 1945 Polri telah ada yakni pada saat Proklamasi Polisi Republik Indonesia oleh Pasukan Polisi Istimewa yang dipimpin M. Jasin. Namun dari segi administrasi, institusi ini mulai berdiri sendiri ketika Kepolisian menjadi Djawatan tersendiri, keluar dari Kementrian Dalam Negeri pada tanggal 1 Juli 1946,” ungkap Prof. Aminuddin Kasdi, sejarawan dan guru besar Unesa Surabaya. 

Sayangnya, naskah asli dokumen Proklamasi Polisi Republik Indonesia ini tidak ditemukan hingga kini. Menurut keterangan berbagai sumber di Surabaya, naskah ini (tidak dipastikan keasliannya), terakhir terlihat saat pembangunan monumen Polri di Jalan M. Jasin Surabaya pada tahun 1988. Bahkan dalam dokumen-dokumen milik M. Jasin (alm), juga tidak ditemukan. Setelah itu hingga kini, penelusuran mengenai keberadaan naskah asli proklamasi Polri ini masih terus dilakukan. 

Setelah diproklamirkannya Polisi Istimewa menjadi Polisi Republik Indonesia, pada tanggal 21 Agustus 1945 di Surabaya, pihak Pemerintah Indonesia kala itu memberikan dukungan penuh dengan memanfaatkan kemampuan pasukan Polisi bentukan Jepang ini untuk mempertahankan kemerdekaan. 

Pada tahun 2015, Pemerintah Republik Indonesia, melalui Presiden Joko Widodo menganugerahkan M. Jasin sebagai Pahlawan Nasional. Anugerah gelar yang diserahkan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara Jakarta dan diterima oleh Putri sulung M. Jasin, Rubiyanti, pada tanggal 4 November 2015, tentu saja sebagai penghargaan Negara atas perannya dalam memproklamasikan Polisi Nasional dalam momentum Proklamasi Polisi Republik Indonesia, pada tanggal 21 Agustus 1945. 

BACA JUGA : Job Fair oleh Disnakertrans Diapresiasi oleh Sekda Miq Gita

Proklamasi Polisi Indonesia wujud keberanian dan keteguhan hati seorang Polisi bernama M. Jasin
Monumen Sejarah Polri di Surabaya yang menampilkan Proklamasi Polisi Republik Indonesia

Ini membuktikan bahwa Negara mengakui peran M. Jasin beserta momentum penting yang telah dilakukannya bagi Kepolisian Negara ini, yaitu peristiwa Proklamasi Polisi. Moehammad Jasin adalah memimpin Proklamasi Polisi tersebut, menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam menyatukan Kepolisian di negeri ini untuk berjuang bersama-sama membela dan mempertahankan negeri ini dari penjajah yang masih ingin menguasai Indonesia. 

Ikrar yang dipimpin M. Jasin dalam Proklamasi Polisi ini merupakan masa dimana Republik Indonesia pertama kali secara De Facto kemudian memiliki alat negara bernama Polisi. 

Masa dimana Kepolisian yang mapan telah lahir dengan peran dan  tanggung jawab namun belum memiliki “akte kelahiran” secara De Jure. nik

 




Hari Juang Polri, Kapolri Sapa Tokoh Penggagas Hari Juang (1) 

Saat Sarasehan dan Syukuran rangkaian peringatan perdana Hari Juang Polri, Kapolri Jend. Listyo Sigit Prabowo ungkap tokoh penting di balik penggagas Hari Juang Polri.

LombokJoutnal.com ~ Baru-baru ini Kepolisian Negara Republik Indonesia memperingati hari bersejarah barunya. Selama 78 tahun (sejak 1 Juli 1946) Polri hanya memperingati satu-satunya hari penting bagi institusi ini, yakni Hari Bhayangkara yang diperingati setiap tanggal 1 Juli.

Polri melaksanakan upacara peringatan perdana Hari Juang Polri di depan Monumen Perjuangan Polri
Komjen. Pol. (Purn) Arif Wachjunadi

Maka mulai tahun 2024 ini, Polri memperingati hari bersejarah baru yakni Hari Juang Polri, setiap tanggal 21 Agustus. Dan peringatan perdananya dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2024 lalu, setelah keluar Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan Nomor 95/I/2024 tentang Hari Juang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

BACA JUGA : MotoGP 2024 Siap Sukses, Pemprov NTB Gelar Rakor

Keputusan yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 22 Januari 2024 ini menetapkan, hari bersejarah di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diperingati setiap tanggal 21 Agustus, selanjutnya disebut sebagai Hari Juang Polri. 

Pada peringatan perdana Hari Juang Polri yang diselenggarakan di Surabaya Jawa Timur, selain upacara peringatan (21/08), sehari sebelumnya digelar pula sarasehan dan syukuran Hari Juang Polri (20/8). 

Dalam sarasehan dan syukuran tersebut, Kapolri Listyo Sigit Prabowo didampingi para Pejabat Utama Mabes Polri dan juga para Kapolri pada masanya, menyatakan bahwa peringatan Hari Juang Polri yang jatuh pada 21 Agustus bisa dijadikan semangat bagi generasi muda untuk menghadapi berbagai macam tantangan zaman. Apa yang sudah ditorehkan oleh para senior dan sepuh (Polri) bisa menjadi semangat bagi generasi muda dengan menggali nilai-nilai (perjuangan) yang ada.

“Harapan kita, apa yang ditorehkan oleh para senior kita bisa menjadi semangat bagi generasi muda untuk menggali nilai-nilai (perjuangan) dan terus menggelorakannya untuk menghadapi berbagai tantangan zaman yang semakin berkembang dan kompleks,” kata sigit, st memberi sambutan pada sarasehan dan syukuran dalam rangka Hari Juang Polri yang digelar di Gedung Graha Bhara Daksa Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/08) malam.

Ia juga mengungkapkan bahwa perjalanan menuju Hari Juang Polri tidak lepas dari hasil kerja keras dari para senior, sepuh dan pendahulunya, yang menyusun, menggali dan kemudian merangkainya menjadi satu rangkaian dan didiskusikan serta disepakati bersama para senior, sesepuh, pakar, serta fakta sejarah yang ada. 

Penetapan tersebut, sudah melalui sejumlah tahapan dengan menggali fakta hingga melibatkan para pakar, kemudian disepakati untuk bersama-sama dituangkan dalam Keputusan Kapolri, bahwa tanggal 21 Agustus menjadi Hari Juang Polri. 

BACA JUGA : Deklarasi Pilkada Damai 2024, NTB Harus Jadi Role Model Nasional

Hari Juang Polri yang telah dicanangkan dan putuskan dalam Surat Keputusan tersebut, tentunya merupakan bagian dari upaya Polri untuk terus menginspirasi terkait nilai-nilai perjalanan senior, para sepuh dalam memberikan kontribusi dan keputusan penting saat itu. Inilah yang menjadi bagian dari sejarah perjuangan bangsa yang menurutnya harus tetap diingat. 

“Terima kasih kepada seluruh senior atas kerja kerasnya. Ini merupakan perjalanan yang sangat penting buat kita khususnya institusi Polri. Bahwa di tahun 1945 Polri (juga) pernah menjadi (bagian) sejarah bangsa ini,” ujar Sigit. 

Sigit kemudian menceritakan bahwa pada saat itu Polisi Istimewa atau yang sebelumnya bernama Tokubetsu Keisatsutai (Polisi bentukan Jepang),  turut serta dalam sejarah perjuangan bangsa serta dalam mempertahankan Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. 

Saat itu polisi istimewa melucuti senjata dari tentara Jepang dan kemudian ikut membagikan senjata kepada para pejuang bangsa Indonesia. Ketika itu, hanya Polisi Istimewa menjadi salah satu organisasi yang memiliki senjata lengkap dan berada di garis terdepan khususnya memperjuangkan kemerdekaan.

“Saat itu, Bapak M. Jasin (pimpinan Polisi Istimewa) dengan keputusannya yang sangat luar biasa membacakan proklamasi kepolisian. Dan ini tentunya menjadi sejarah besar bagi kita (Kepolisian), semangat itu harus terus kita kobarkan di masa-masa yang akan datang,”ujar Sigit.

Lebih dari itu, Sigit mengungkapkan bahwa sampai kapan pun Polri harus melanjutkan perjuangan para pahlawan dan bersama-sama dengan seluruh kekuatan Polri untuk terus menjaga soliditas dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. 

Acara sarasehan dan syukuran dalam peringatan perdana Hari Juang Polri itu, dihadiri oleh para Kapolri pada masanya, seperti, Jenderal Polisi Purnawirawan Da’I Bachtiar, Jenderal Polisi Purnawirawan Suroyo Bimantoro, Jenderal Polisi Purnawirawan Rusmanhadi dan para sepuh Polri lainnya, seperti Komjen. Pol. Purnawirawan Makbul Padmanegara. Hadir pula Ketua Umum PKBB (Paguyuban Keluarga Besar Brimob), Komjen. Pol. Purnawirawan Imam Sudjarwo, putri dari Komjen. Pol. Purnawirawan M. Jasin(Proklamator Polisi Reublik Indonesia) yakni Rubiyanti dan putri dari Kapten Moekari (anggota Tokubetsu Keisatsutai), yaitu Sri Lestari. 

Yang menarik dalam sambutannya Kapolri mengungkap siapa sesungguhnya penggagas Hari Juang Polri ini. Ketika menyapa para senior dan undangan yang hadir di awal sambutannya, Jenderal sigit juga menyapa Komisaris Jenderal Polisi Purnawirawan Arif Wachjunadi sebagai tokoh penggagas Hari Juang Polri. 

Malam itu Arif Wachjunadi juga menjadi salah satu narasumber penting dalam sarasehan yang turut menghadirkan dua narasumber lainnya yakni, sejarawan Jawa Timur Prof. Aminuddin Kasdi dan Ketua Komunitas Begandring Surabaya Achmad Zaki Yamani. 

“Hadir pula Wakil Ketua Umum 1 PKBB (Paguyuban Keluarga Besar Brimob) Komjen. Pol. Purnawirawan Arif Wachjunadi, penggagas Hari Juang Polri,” sapa Kapolri dengan lugas. 

Usai memberikan sambutan, Kapolri menyerahkan tumpeng pertama kepada Komjen. Pol. Purnawirawan Arif Wachjunadi, kemudian kepada Rubiyanti dan Sri Lestari. Pada kesempatan yang sama, Arif Wachjunadi menyerahkan dua buku karyanya kepada Kapolri. 

Buku berjudul Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Jejak Sejarah Perjuangan Polri dan Hari Juang Polri, merupakan dua dari tiga buku penting hasil kontemplasi dan penelitiannya selama 14 tahun (2010-2024) yang kemudian menjadi pendorong lahirnya Hari Juang Polri. 

BACA JUGA : Lalu Ivan Indaryadi Didaulau Jabat Ketua DPDR Lobar Sementara

Komjen. Pol. Purnawirawan Arif Wachjunadi, saat menyerahkan buku karyanya berjudul, Pearl Harbor Nagasaki Hiroshima Jejak Perjalanan Perjuangan Polri, kepada Kapolri, saat peringatan Hari Juang Polri

Keesokan harinya, Rabu (21/8) Polri melaksanakan upacara peringatan perdana Hari Juang Polri di depan Monumen Perjuangan Polri Jalan Raya Darmo yang bersebelahan dengan Jalan Polisi Istimewa, tempat Proklamasi Polisi Republik Indonesia pada 21 Agustus berlangsung, 79 tahun silam. 

Upacara peringatan perdana ini dipimpin Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. nik

 




Presiden beri Pengarahan Pj Gubernur se Indonesia di IKN

Pj Gubernur se Indonesia diundang Presiden Joko Widodo, diberi pengarahan terkait perkembangan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)

KALIMANTAN.LombokJournal.com Penjabat (Pj) Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Hassanudin, bersama dengan para pemimpin daerah se-Indonesia, mengikuti pengarahan dari Presiden Joko Widodo di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Selasa (13/08/24).

BACA JUGA : Lima Proklim di NTB Raih Penghargaan dari Menteri LHK

Pj Gubernur se Indonesia mendapat pengarahan Presiden Jokowi di IKN
Pj Gubernur se Indonesia di IKN

Dalam kunjungan tersebut, para pemimpin daerah dipimpin oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, yang mengajak mereka berkeliling area istana untuk melihat perkembangan pembangunan pusat pemerintahan di Kawasan IKN.

Pj Gubernur NTB, Hassanudin, menyatakan kebahagiaannya dapat menyaksikan langsung kemajuan pembangunan di kawasan IKN.

 “Saya sangat senang, hari ini bersama para gubernur se-Indonesia, kami diajak oleh Pak Bas, Menteri PUPR, berkeliling sekitar istana untuk melihat perkembangan pembangunan pusat pemerintahan di Kawasan IKN. Satu kata, keren!” ujar Hassanudin.

Dalam arahannya, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur saat ini baru mencapai sekitar 20 persen dari keseluruhan.

BACA JUGA : Prodi Seni Pertunjukan, Program Baru Universitas Bumi Gora

Ia mengingatkan para gubernur, bupati, dan wali kota bahwa pembangunan ini masih dalam tahap awal dan belum selesai.

“Jangan salah paham, ini baru awal dan mungkin baru mencapai sekitar 20 persen,” kata Jokowi.

Presiden juga mengungkapkan bahwa selain pusat pemerintahan seperti istana presiden, istana wakil presiden, gedung kementerian, dan kantor Kemenko, beberapa titik lain juga sedang dalam pembangunan. 

Antara lain, enam hotel, enam rumah sakit, dan sebuah pusat pelatihan dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang hampir selesai.

BACA JUGA : Hasil Survei ISS, Pilgub NTB 2024; GASMAN Melesat 

“Ibu Kota Nusantara ini dirancang sebagai kota masa depan dengan konsep forest city, atau kota hutan, bukan kota beton. Saya berharap provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia dapat merencanakan konsep kota masa depan seperti ini,” pesan Presiden Jokowi. novita/her