Seorang pengendara sepeda motor, tewas akibat tertimpa pohon tumbang di jalan Brawijaya tepatnya di depan SD Internasional, Seganteng, Cakranegara.
MATARAM .lombokjournal.com – Pengendara itu tak menduga, tiba-tiba pohon tumbang saat ia melintas dan tak bisa menghindar. “Korban tertimpa pohon tumbang saat melintas di jalan Brawijaya. Meninggal di tempat kejadian,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB, H Muhammad Rum, Selasa (7/2).
Kejadian itu sekitar pukul 10.37 Wita. Korban yang diidentifikasi sebagai Sapi’in (38), pedagang ayam, warga Kembang Kuning, Narmada, Lombok Barat mengendarai sepeda motor honda Kharisma melintas di lokasi kejadian saat pohon tumbang diterpa angin kencang.
“Jenasah korban langsung dibawa pihak kepolisian ke RS Bhayangkara,”katanya.
Angin kencang sejak Selasa pagi (7/2) di Kota Mataram menyebabkan sedikitnya delapan pohon besar di lokasi berbeda tumbang. Beberapa baliho ukuran besar juga tampak roboh di Jalan Pejanggik sekitar Islamic Center
Baliho besar roboh
Masyarakat khususnya di Kota Mataram agar berhati hati bila berada di luar rumah. Terutama jika melintasi jalan yang terdapat pohon besar.
Gra
Angin Kencang Tumbangkan Pohon Besar di Mataram, Pengendara Motor Tewas
Angin kencang sejak Selasa pagi (7/2) di Kota Mataram menyebabkan sedikitnya delapan pohon besar di lokasi berbeda, tumbang.
MATARAM.lombokjournal.com — Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB menyebutkan, hingga Selasa siang tercatat delapan pohon tumbang masing-masing di jalan lingkar selatan depan SMKN 9 Mataram, depan kantor Camat Cakra, depan Islamic Center, depan SDN 23 Mataram Karang Bedil, depan TK Internasional Seganteng, di belakang gedung Al Ikhsan Ampenan, di depan kantor Lurah Karang Pule, dan di depan lapangan sepak bola Babakan.
Pohon tumbang di depan Masjid Raya At Taqwa
Di depan kantor Inspektorat NTB di Jalan Pejanggik tampak petugas patroli BPBD Kota Mataram sedang bembersihan pohon tumbang. Untungnya pohon itu tumbang tidak ke jalan raya. Demikian juga di depan mesjid Raya At Taqwa , pohon tumbang menghalangi jalan.
Baliho tumbang
Tumbangnya pohon-pohon di musim angin ini menyebabkan tewasnya seorang pengendara sepeda motor yang melintasi Jalan Brawijaya Mataram
Selain itu, baliho berukuran besar di sekiitar Islamic Center juga tumbang. “Mestinya di musim angin besar, pemilik baliho itu tahu diri, kontrol tu balihonya, kalau rubuh ke jalan raya bisa mencelakai orang,” kata seorang pengendara sepeda motor.
“Upaya yang telah dilakukan oleh tim BPBD Kota Mataram sudah melakukan pembersihan lokasi kejadian pohon tumbang sehingga dapat di lalui oleh kendaraan,” kata Kepala BPBD NTB, H Muhammad Rum, saatdihubungi di Mataram, Selasa (7/2) siang.
Rum mengimbau masyarakat, khususnya warga di Kota Mataram agar berhati hati bila berada di luar rumah. Terutama jika melintasi jalan yang terdapat pohon besar.
Gra
Hujan Deras Timbulkan Bencana di Beberapa Kabupaten
Intensitas hujan yang tinggi dengan durasi lama beberapa hari terakhir, menyebabkan banjir terjadi di hampir seluruh Kabupaten dan Kota di NTB, kecuali Lombok Utara dan Dompu.
MATARAM.lombokjournal.com — Berdasarkan catatan BPBD NTB, akibat hujan deras dalam durasi lama telah menyebabkan banjir di Kota Bima dan Kabupaten Bima yang melanda beberapa Kecamatan. Di Kabupaten Sumbawa tiga Kecamatan dilanda banjir.
Di Pulau Lombok, banjir juga terjadi di Lombok Tengah dengan tiga desa yang terdampak. Kemudian di Kota Mataram di daerak Mapak, Sekarbela, dan jalan lingkar selatan.
“Di KLU saya hanya dapat info kena angin puting beliung dan beberapa pohon tumbang akibat angin kencang,” Kepala BPBD NTB, H Muhammad Rum kepada Lombok Journal, Kamis (2/2) di Mataram
Sedang banjir yang terjadi di kabupaten Sumbawa Barat juga dinilainya serius. “Kemarin juga terjadi banjir sampai sekarang di KSB. Kami ada tim masih di KSB, rupanya agak cukup serius karena ada peningkatkan genangan air, kita dengar Sekotong Tengah di Lombok Barat banjir juga lumayan,” katanya.
BPBD sudah menyalurkan bantuan tanggap darurat banjir untuk sejumlah lokasi terdampak banjir di beberapa daerah Kota dan Kabupaten di wilayah NTB.
“Kami telah kirim logistik kepada masing masing Kabupaten Kota lebih awal, berupa mie masing masing 300 dus, 300 dus air mineral, selimut ke Kabupaten dan Kota yang ada pengungsian,” kata Muhammad Rum.
BPBD juga mengirimkan makanan siap saji 20 paket, kidswear, family kit 20 paket untuk mengantisipasi kebutah mendesak banyak warga yang terdampak.
Rum mengatakan, meski sebagian wilayah terlanda banjir namun antisipasi Pemda di masing-masing Kabupaten dan Kota sudah cukup baik dan sigap. Di tiap daerah sudah membentuk posko siaga bencana, bahkan beberapa Pemda sudah membuat SK tanggap darurat.
“Kemarin di Kabupaten Sumbawa mereka sudah menetapkan tanggap darurat selama tujuh hari, untuk antisipasi dan pertolongan pertama,”katanya.
gra
Ratusan Hektar Tambak Udang di Praya Timur Diterjang Banjir
PRAYA.lombokjournal.com — Banjir masih menggenangi Dusun Pasung, Desa Kidang, Kecamatan Praya Timur Lombok Tengah. Sedikitnya 160 Kepala Keluarga, sejak Rabu (1/2), rumahnya digenangi air setelah hujan deras terus menerus.
Selain itu, diperkirakan sekitar 120 hektar tambak udang juga diterjang banjir. Kerugian akibat banjir tersebut diperkirakan mencapai ratusan juta.
Banjir di Desa Kidang itu disebabkan hujan yang tak kunjung henti sejak hari Selasa (31/1) sekitar pukul 18.00 wita, yang menyebabkan air sungai meluap dan menerjang Desa Kidang. Hingga sekarang rumah warga Dusun Pasung dan hektaran tambak masih digenangi air.
Saat ini pihak aparat kecamatan dan desa , serta aparat terkait sedang bverupaya membantu masyarakat yang ada di lokasi banjir.
hers.
Gotong Royong di Lombok Utara, Menarik Perhatian Mahasiswa Taiwan
LOMBOK UTARA – lombokjournal.com
Tiga aktor pantomim profesional Yao- Sun-Teck, Su-Ling dan Un, Lat-Hou dari L’Enfant Sauvage Theatre, Taiwan, berinteraksi dengan warga kampung Kecamatan Pemenang, Lombok Utara. Mereka bersama mahasiswa Chinan University, Taiwan, Jurusan Asia Tenggara, tiba di Lombok 4 Agustus lalu, sempat mengikuti program ‘Be Young’ bersama komunitas Pasir Putih. Selama beberapa pekan di Pemenang mereka mengangkat isu lingkungan(environment), sampah plastik.
Yao, Sun-Teck, salah seorang aktor pantomim lulusan sekolah keaktoran di Paris, Prancis, di tengah kampung itu menggelar pertunjukan tentang ancaman bahaya sampah plastik. Akhir pertunjukan sekitar 25 menit hari Minggu (21/8) sore itu, Yao ‘tewas’ akibat polusi plastik. Warga yang menonton tampak tersentuh dan bertepuk tangan.
Pertunjukan pantomim itu bagian dari program ‘kerja sosial’ para mahasiswa dari National ChiNan University, Taiwan, jurusan Asia Tenggara. Empat mahasiswa Taiwan masing-masing; Peng, Yi-Jia (S3) Lo, Sin-Yi (asisten), Hung, Kuo-Chan (S2) dan Hsiao, Jin-Yi, sudah sering bekerja sama dengan pemain pantomim itu.
“Sebelum ke Lombok (Indonesia) kami sudah pernah bekerja sama,” kata Hsiao yang menjadi kordinator mahasiswa itu.
Mahasiswa dari Chi-Nan University itu selain sudah melakukan program ‘kerja sosial’ di negaranya sendiri, juga beberapa negara di Eropah, Korea dan di Asia Tenggara. Menurut Hsiao, berkomunikasi melalu seni pantomim lebih cepat dipahami, sebab bahasa universal pantomim lebih mengesankan apalagi dengan orang yang berlainan budaya.
“Dari pengalaman saya di beberapa negara, pengalaman di Lombok sangat menarik,” katanya. Ia mengaku baru pertama ke Indonesia dan langsung ke Lombok. Menurut Hsiao, suasana di Lombok mirip seperti desa-desa di Taiwan.
Contohnya saat mereka mendiskusikan isu lingkungan, khususnya sampah plastik. Ternyata kalangan pelajar sudah kritis dan mereka mempunyai gagasan lebih banyak tentang recycle plastik. Karena itu mereka mengajak sharing tentang upaya-upaya mengatasi persoalan lingkungan.
Memang isu lingkungan menjadi fokus perhatian mereka.”Sebab masalah lingkungan itu vital bagi kelangsungan hidup manusia,” kata Lee Wooi Han, mahasiswa (program S3) Sociology, Macguarie University di Sidney Australia. Lee yang kini sedang melakukan riset sosial di Surabaya, membantu menerjemahkan penjelasan Hsiao dari bahasa Mandarin.
Mengenal Gotong Royong
Mahasiswa-mahasiswa Taiwan itu melakukan pendekatan kreatif untuk mempelajari situasi sosial setempat, dengan cara berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal. Misalnya, salah satu cara berinteraksi itu dengan mengadakan workshop pantomim selama dua hari, 19-21 Agustus, bersama siswa-siswi Madrasah Aliyah Al-Hikmah Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara (KLU).
Diskusi bersama Komunitas Pasir Putih; melihat isu sosial berdasarkan perspektif lokal Lombok Utara
Komunitas Pasir Putih mempertemukan mereka dengan pelopor Bank Sampah NTB, Aisyah Oldis, untuk mendiskusikan daur ulang sampah plastik. Mereka mengagumi cara mendaur ulang sampah plastik, yang seharusnya disingkirkan ke pembuangan sampah itu, malah bisa menjadi barang-barang produktif.
“Saya juga banyak belajar dari masyarakat,” ujar Hsiao.
Hasil dari workshop itu kemudian mereka mengadakan pameran seni kerajinan dari bahan limbah plastik, pentas pantomim, dan pameran fotografi tentang kegiatan sehari-hari masyarakat kampung di Pemenang. Tema seluruh rangkaian kegiatan itu adalah ‘gotong royong’.
Pameran Gotong Royong
Diakuinya, banyak hal-hal baru dipahaminya setelah melakukan pengamatan langsung selama dua minggu dan melakukan interaksi bersama masyarakat Pemenang. Hsiao dan kawan-kawannya menemukan tema ‘gotong royong’ dalam programnya itu, juga setelah melakukan serangkaian diskusi berbagi ide bersama Komunitas Pasir Putih, yang melihat isu sosial berdasarkan perspektif lokal Lombok Utara.
Mengenal kata ‘gotong royong’ membuka pemahaman tentang karakteristik maupun filsafat hidup masyarakat Indonesia. Bekerjasama untuk meraih hasil yang terkandung dalam gotong royong, juga menjadi semangat mereka menjalani proses interaksi warga Taiwan itu bersama masyarakat setempat.
Hsiao mengungkapkan, dari peretemuan awal ini diharapkannya bisa berlanjut kerjasama ke depan. Sebagai mahasiswa Jurusan Asia Tenggara mereka berharap bisa belajar banyak tentang Indonesia melalui Lombok, khususnya di Kecamatan Pemenang.
“Kegiatan ini memberikan efek positif, agar saling memahami antara budaya Taiwan dan Indonesi,” ujar Hsiao, Jin Yi.
Suk
Rinjani Makin Diminati, Soal Sampah Belum Teratasi
MATARAM – lombokjournal.com
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) yang berjuang menjadi Uninesco Global Geopark –dan menjadi daya tarik utama pawisata NTB – ternyata belum bisa mengatasi soal sampah. “Rinjani sudah sejak lima tahun lalu jadi program wisata, tapi lingkungan Rinjani salah satu ikon pariwisata NTB itu masih penuh sampah,” kata Haris Andi, salah seorang pengelola tracking tour Rinjani kepada Lombok Journal, Jum’at (19/8).
Grup wisatawan domestik yang melakukan pendakian ke Rinjani, tutur Haris, mengaku kecewa. Meski memuji keindahan Rinjani, namun romobongan wisatawan domestik dari Jawa Timur itu membenarkan bahwa Rinjani memang masih penuh sampah.
Haris Andi
“Saya kira berita selama ini dibesar-besarkan, ternyata memang Dinas Pariwisata atau pihak terkait tidak bisa mengurus asetnya,” ujar Eko seperti ditirukan Haris.
Eko mengaku baru pertama naik Rinjani, terpesona keindahan gunung di Lombok yang menurutnya punya banyak kisah menarik. Sayangnya, dibanding gunung lain yang pernah didakinya seperti Gununng Semeru, Pangrango, Merbabu, atau Merapi, lingkungan di Rinjani paling kotor.
“Dibanding gunung lainnya, Rinjani yang benar-benar jadi ikon pariwisata. Memang sebagai taman nasional ada pihak yang punya tanggung jawab. Tapi sebagai obyek wisata yang penting, mestinya Dinas Pariwisata jangan berlagak bego seperti itu,” ujar Haris Andi.
Pihak TNGR seperti diketahui, selama ini membebankan kebersihan itu pada para pendaki. Itu bisa saja, tapi tak cukup hanya menunggu seperti itu. Karena hanya pasif, survei yang pernah dilakukan Komunitas Sapu Gunung, di Taman Nasional Gunung Rinjani seluas 40 hektare yang terbentang di tiga kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat ini rata-rata sampah yang dihasilkan sebanyak 160,24 ton per tahun.
Meski demikian, termasuk kebanjiran pendaki. Puncaknya pada bulan Agustus, sedikitnya 100 orang yang naik ke Rinjani per hari. Atau lebih dari 36 ribu per tahunnya. Dengan tarif Rp150 ribu per hari untuk wisatawan mancanegara dan Rp5 ribu per hari untuk wisatawan domestik (sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12/2014), cukup banyak pemasukan dari Rinjani.
Haris mengatakan, selain tarif pendakian tentu dengan banyak wisatawan yang mendaki Rinjani, banyak sektor lain ikut menikmati, seperti transportasi, guide, porter atau penginapan. “Wisatawan dari Malaysia makin banyak yang berminat ke Rinjani, tapi mereka selalau mengeluh soal sampah itu,” cerita Haris Andi yang pengusaha garmen dan memproduksi kaos dengan desain Rinjani.
Pihak Kementerian Pariwisata sendiri juga mengaku prihatin soal sampah, atau kebersihan umumnya, di banyak destinasi wisata di NTB. Misalnya, waktu Menteri Pariwisata Arif Yahya datang ke Mataram beberapa waktu lalu, sempat akan membantu tempat toilet contoh di beberapa resor di Lombok.
Itulah sebabnya daya saing pariwisata Indonesia, termasuk NTB, termasuk rendah, berada di peringkat 135 dari 141 negara. Ini termasuk indeks lingkungan di Rinjani juga sangat rendah.
Rer.
Illegal Logging di Lombok Utara, Mengeringkan Aliran Sungai
LOMBOK UTARA — lombokjournal.com
Kejahatan menebang hutan (illegal loging) di beberapa kawasan hutan di Kecamatan Gangga langsung berdampak buruk bukan hanya bagi lingkungan setempat, bahkan seluruh Lombok Utara. Pasalnya, sungai-sungai mengalami kekeringan di musim kemarau. Sebelumnya, meski musim kemarau volume air sungai tetap besar.
Kini di musim kemarau, kebanyakan sungai-sungai di Lombok Utara mengalirkan air sangat sedikit. Bahkan ada yang kering kerontang. Masih gencarnya aktivitas pembalakan liar jadi biang turun drastisnya debit air di hulu sungai.
Penebangan hutan secara membabi buta membuat daya tahan tanah dalam menampung air berkurang. Hulu sungai memiliki peran vital untuk menjaga keseimbangan air. “Serius mari kita lihat kondisi hutan di hulu-hulu sungai (kawasan hutan Kecamatan Gangga-red). Jika memang layak tentu tidak seperti ini, ” tutur Jakaria, Rabu (7/8), salah seorang warga Bentek menunjukkan beberapa hulu sungai yang mengering.
Menurut Jakaria, kekeringan pada beberapa daerah aliran sungai di wilayah di Kecamatan Gangga itu baru terjadi beberapa tahun terakhir. “Kekeringan di beberapa aliran sungai ini kan muncul setelah kayu-kayunya sudah habis, ” jelasnya.
Ia menuding, “mafia” hutan masih beroperasi hingga sekarang meskipun ia tidak menyebutkan orang-orangnya. Ada oknum-oknum yang ingin merusak vegetasi di Kecamatan Gangga. Beberapa minggu lalu sebagian pelakunya ditangkap, tapi bukan berarti oknum lainnya tidak ada lagi.
“Kalau pemerintah Kabupaten Lombok Utara mau perihatin atas kondisi yang sedang terjadi, mari kita tegas terhadap para pembalak,” tantangnya.
Ardhi, salah seorang tokoh masyarakat Bentek, menawarkan beberapa solusi bagi pemerintah daerah dan stakeholders terkait agar kekurangan debit air di Kecamatan Gangga tidak terulang kembali pada tahun-tahun mendatang.
Pertama, pemerintah Lombok Utara harus mengevaluasi kembali perlindungan hutan di Kecamatan Gangga khususnya dan Lombok Utara pada umumnya. Jika hasil evaluasi itu kemudian menemukan adanya mafia yang mengeruk keuntungan untuk kepentingan pribadi, harus segera ditindak tegas, tanpa pandang bulu.
Kedua, pemerintah daerah harus punya upaya mengembalikan fungsi hutan. Cara yang perlu diambil diantaranya menggelar reboisasi atau penghijauan kembali di kawasan hutan yang sudah rusak. “Kembalikan fungsi hutan seperti semula terutama kawasan serapan air,” terangnya.
Yang penting harus ada upaya mencari solusi. “Jangan menyalahkan alam, cari biang keladinya, dan tindak tegas,” kata Ardhi.
djn
Festival Makan Daging Anjing di China; Sekitar 10 ribu–15 ribu Anjing, Kucing atau Babi Disembelih
Lombokjournal.com
Bulan Juni mendatang, di daerah pedesaan Yulin, Provinsi Guangxi Zhuang, bagian selatan China, akan berlangsung The Lychee and Dog Meat Festival, yang biasa disebut sebagai Yulin Dog Meat Festival 2016. Festival yang dimulai tanggal 20 Juni hingga akhir bulan itu adalah acara tahunan yang akan membantai 10.000 – 15.000 anjing, kucing dan babi untuk jamuan menyambut musim panas.
Masyarakat di wilayah pedesaan Yulin, China bagian Selatan, memiliki tradisi makan anjing. Dan mereka membanggakan kepandaiannya memasak. Orang bagian lain negeri itu punya gurauan untuk orang Selatan itu: ‘Orang Selatan akan makan semua yang berkaki empat, kecuali kaki meja. Mereka akan masak semua yang terbang, kecuali pesawat terbang’.
Orang daerah Yulin yang makin makmur sejak tahun 1990, menghidupkan kebiasaan unik, yaitu mengadakan perjamuan dengan menu utama daging anjing untuk menandai datangnya musim panas. Para pendukung festival dan pemilik restoran menyatakan makan daging merupakan bagian tradisi orang Yulin. Festival itu mulai marak sekitar 20 tahun lalu, ketika masyarakat Yulin merasa perlu merayakan mulai terbitnya matahari di musim panas.
Tapi para pengkiritik mengatakan, tak ada unsur budaya dalam festival yang memperlakukan hewan dengan kejam. Sekitar 10-20 ribu anjing dibunuh untuk daging mereka tiap tahun di Cina. Namun pengkritik festival ini berpendapat, tidak ada nilai budaya dalam festival itu, kecuali dirancang hanya untuk mencari keuntungan uang.
Dog Days of Yulin.
Ya, hari yang berlimpah jamuan daging anjing. Bayangkan, di bagian dunia lain, anjing dianggap ‘teman baik’ manusia. Jangan heran bila aktivis hak-hak binatang seluruh dunia, termasuk di China, makin mengutuk Festival Daging Anjing. Mereka menyerukan, agar festival di Yulin dilarang. Perdagangan daging anjing dianggap ilegal, tidak diatur, dan kejam.
Sejak tahun 2013, Festival Daging Anjing di Yulin banyak mengundang berita negatif. Pemerintah daerah setempat menolak tradisi yang disebut makan daging anjing ‘saat matahari terbit di Musim Panas’ itu. Tapi penduduk setempat tak berhenti merayakannya. Para aktivis mati-matian mencoba menyelamatkan anjing sebelum pembantaian.
Festival jamuan makan dengan menu utama daging anjing ini memang kontroversial. Aktivis pecinta hewan menyerukan penghentian Yulin Dog Meat Festival. Laporan terbaru Humane Society International (HSI) pembantaian berlanjut sepanjang tahun di Yulin, dengan perkiraan 300 kucing dan anjing yang disembelih tiap hari.
Orang marah karena menyembelih anjing yang umum di Cina, dipandang sebagai bentuk kekejaman. Menjelang festival, anjing dan kucing diangkut truk, berdesakan dalam kandang kecil tanpa makanan dan minuman, menempuh jarak ratusan mil. Di antara hewan itu adalah hewan peliharaan keluarga yang dicuri.
Di belahan bumi lainnya, anjing merupakan ‘teman’ yang disayangi
Festival paling kontroversial di Cina itu makin marak sejak dua dekade terakhir. Banyak yang cemas –sebagian besar penduduk dunia menganggap ‘anjing sebagai teman bukan makanan’ — puluhan ribu anjing disembelih dan dimakan tiap tahun dalam acara yang berlangsung di kota Yulin, Provinsi Guangxi. Pegiat pecinta binatang tak bisa tinggal diam, karena 10.000 anjing dibantai menjadi santapan akhir pekan.
Akhir tahun 2014, para aktivis hak-hak binatang di berbagai Negara demo di luar gedung Pemerintah Kota Yulin. Tapi aksi itu mengundang kemarahan penduduk. Beberapa spanduk dirobek penduduk setempat. Terjadi baku mulut antara penduduk yang naik pitam dengan pengunjuk rasa. Aparat keamanan muncul membubarkan massa
Tapi pengunjuk rasa dari China masih bertahan, mengecam bagaimana moralitas masyarakat yang membantai anjing dan menjadi sajian di piring untuk para tamu. Tapi warga Yulin bersikukuh tidak akan menghentikan perjamuan dengan menu utama daging anjing itu. Malah dengan bangga sebagian penduduk mengtakan, acara itu akan membuat Yulin menjadi daerah yang makin terkenal.
“Anda tidak pernah protes Piala Dunia. Anda hanya meributkan tradisi kami, pada festival ini merupakan reputasi terbaik kami, punya masakan daging anjing terbaik di Cina. Di masa depan, Yulin akan menjadi lebih terkenal! ” teriak seorang penduduk.
Roman Emsyair
Berakhirnya Festival Pembantaian
lombokjournal.com
Tiap lima tahun, “Festival Gadhimai” berlangsung di desa Bariyapur, sebuah komunitas yang terletak di Nepal selatan dekat perbatasan India. Diadakan di Kuil Gadhimai dari Bariyapur, acara ini pada dasarnya adalah festival ‘pembantaian hewan secara terbuka’ – kerbau, ayam, kambing dan babi – dan merupakan persembahan ‘hewan kurban’ terbesar di dunia.
Menurut cerita ini, ia mulai ritual setelah dibebaskan. Ia mengumpulkan tetes darah sendiri dari lima tempat yang berbeda di tubuhnya. Setelah itu, ia melihat cahaya yang muncul di gerabah, dan sejak itu pengorbanan berdarah mulai.
Tahun 2009, festival itu dilaporkan mengorbankan 200.000 hewan dalam rentang dua hari. Ratusan ribu hewan dipenggal dengan pedang oleh anggota yang ditunjuk masyarakat. Pemenggal kepala hewan itu berharap memenggal dalam satu kali ayunan pedang. Tapi lebih sering, orang-orang itu harus mengayunkan pedangnya beberapa pukulan untuk menyelesaikan pekerjaannya,
Meskipun mendapat tekanan internasional, ternyata kemarahan publik tidak merubah tradisi itu. Namun, pada tahun 2014 The Animal Welfare Jaringan dari Nepal (AWNN) bersama relawan penciinta lingkungan local berusaha meyakinkan, kalau kebutuhannya hanya memperoleh darah hewan kurban, itu bisa dilakukan dengan membuat luka kecil di telinga hewan bukannya membantainya.
Setidaknya usaha terus menerus ini berhasil mengurangi hewan yang dikurbnankan. Dari 200.000 tahun 2009 menjadi 5.000 pada tahun 2014. Pemerintah Nepal juga tidak memberikan dana resmi untuk festival. Berbeda dengan tahun 2009, saat itu penyelenggara festival diberi dukungan 4,5 juta rupee dari Pemerintah Nepal.
Menjelang pelaksanaan festival, Pemerintah India mencegah ribuan hewan yang berusaha melintasi perbatasan dan memasuki wilayah festival. Tekanan internasional terhadap festival yang diberangi pembantaian itu makin kuat.
Anil Bhanot, melakukan gerakan melalui wacana publik. Filmmaker Gabriel Berlian memproduksi film dokumenter menampilkan Manoj Gautam, aktivis lingkungan dan hak-hak hewan muda, yang mencoba mengakhiri Festival Gadhimai dengan menggandeng gerakan relawan Nepal, pemimpin spiritual, LSM, dan pejabat pemerintah.
Ada upaya untuk menciptakan lebih banyak tekanan pada pemerintah untuk memastikan pembantaian kurban tidak pernah terjadi lagi.
Tanpa Hewan Kurban
Akhirnya, pembantaian hewan kurban dalam Festival Nepal dilarang. Mungkin ini kemenangan penccinta hewan di seluruh dunia. Penganut Kuil Nepal (Nepal Temple) pada akhir 2014 mengumumkan, pada Festival Gadhimai tahun 2019 menghentikan persembahan semua hewan kurban. Semua umat dilarang membawa binatang ke festival lima tahunan agama Hindu yang telah berlangsung selama 300 tahun terakhir.
“The Gadhimai Temple menyatakan keputusan resmi kami, untuk mengakhiri hewan kurban. Dengan bantuan Anda, kita dapat memastikan Festival Gadhimai 2019 bebas dari pertumpahan darah. Selain itu, kita dapat memastikan Festival Gadhimai 2019 adalah perayaan penting dari kehidupan”, kata pemuka Kuil Gadhimai, Ram Chandra Shah.
Keputusan itu diumumkan oleh penganut Kuil Nepal Gadhimai, setelah negosiasi ketat dan kampanye oleh Animal Welfare Jaringan Nepal (AWNN) dan Humane Society International / India. Ini kemenangan yang akan menyelamatkan nyawa hewan yang tak terhitung jumlahnya.
Dengan intervensi Mahkamah Agung India yang melarang gerakan hewan dari India ke Nepal, AWNN dan HSI / India melihat penurunan hingga 70 persen dalam jumlah hewan kurban dari pesanan 2009. Keputusan Mahkamah Agung mengakibatkan penangkapan 100 pelanggaran, dan lebih dari 2.500 hewan disita.
Awal tahun ini, menyusul kecaman terhadap pembantaian di Festival Gadhimai, panitia Kuil Gadhimai memutuskan untuk tidak lagi melakukan persembahan hewan kurban apa pun selama panen festival (Sankranti)”.
Roman Emsyair
‘Gerakan Bersih Lingkungan’ di Pemenang; Warga Berdaya, Bisa Jadi Contoh Pemda
PEMENANG – lombokjournal.com
Gerakan ‘bersih lingkungan’ di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara ini benar benar membersihkan lingkungan kumuh. Inisiatif membersihkan lokasi kumuh dan lokasi pembuangan sampah datang dari masyarakat, mengajak Dinas Kebersihan pemda setempat, mengubahnya menjadi taman bunga.
Sore sekitar pukul 16.00 Wita, hari Minggu (22/5) seluruh lapisan masyarakat Pemenang bergerak . Sedikitnya 100 orang dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari komunitas-komunitas, sekolah-sekolah, aparatur desa, Kepala Dusun dan warga se Kecamatan Pemenang,
Hari itu masyarakat melaksanakan apa yang dinamakan “program Seribu Bunga Seribu Cinta Untuk Pemenang”. Mereka menyebar membentuk kelompok-kelompok , fokusnya menyerbu tempat kumuh dan kotor. Kemudian dalam beberapa saat menyulapnya menjadi taman. Tentu saja, kegiatan serentak warga yang peduli ini menyedot perhatian. Sebab lokasi yang dibersihkan dan dijadikan taman untuk gerakan awal ini adalah tempat pembuangan sampah di Pasar Pemenang.
Selain datang membawa alat-alat kebersihan, mereka menenteng bunga, menggotong batu, membawa air minum, melawan bau sampah yang menyengat. “Setelah membersihkan ramai-ramai, kemudian tempat itu ditanami bunga,” tutur Muhammad Sibawaihi dari Komunitas Pasir Putih, yang menggagas aksi bersih lingkungan tersebut.
Aksi tahap awal itu, setidak memberi bukti bahwa masyarakat Pemenang peduli dengan kebersihan lingkungannya. Mereka tidak perlu menunggu pemda untuk menjadi “sadar wisata”. Sebab sebagai ‘pintu gerbang’ ke tiga gili yang terkenal lingkungan Pemenang harus selalu bersih.
Aksi itu selain melibatkan OSIS SMKN 1 Pemenang, SMAN 1 Pemenang, Komunitas Gerbong Toea, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, termasuk SDN 3 Pemenang, dengan dukungan warga Karang Subagan, Karang Bedil, dan warga Dusun Tebango. Ini membuktikan rasa persatuan dan kentalnya persaudaraan masyarakat Pemenang.
“Begini, jika masyarakat bergerak. Tumpukan sampah dibersihkan dan dijadikan taman bunga,” kata Muhammad Gozali, Direktur Pasir Putih, yang juga tampak di tengah tumpukan sampah dan ikut menanam bunga.
Tunggu aksi masyarakat Pemenang berikutnya, dalam program “Seribu Bunga Seribu Cinta Untuk Pemenang” dilokasi yang lain. Hari Minggu, tanggal 22 Mei 2016, menjadi catatan penting tentang gerakan “bersih lingkungan” masyarakat Kecamatan Pemenang.
Diskusi Dilanjutkan Aksi Nyata
Kegiatan ‘SERIBU BUNGA SERIBU CINTA UNTUK PEMENANG’ yang diinisiasi warga untuk memberdayakan kekuatan warga sendiri ini, beberapa komunitas yang peduli terhadap lingkungan dan kebersihan di Pemenang sebagai gerbang pariwisata Lombok Utara.
Bulan April lalu, setelah diskusi dan mensosialisasikan kegiatan itu, dilanjutkan mengajak wargamenyumbang bunga jenis apa pun tapi diutamakan yang tahan panas. Dengan menyumbang bunga, masyarakat diajak ikut memiliki, karena bunga itu milik masyarakat sendiri.
Menariknya, kegiatan itu didasari keinginan menumbuhkan rasa kepercayaan diri masyarakat bahwa mereka melakukan sesuatu karena memang mempunyai kekuatan berdaya guna. “Salah kalau menilai bahwa masyarakat tidak bedaya. Kita ingin membuktikan sebaliknya,” ujar Sibawaihi.
Pada hari Jumat (20/5), di sekretarian yayasan Pasir Putih dilakukan koordinasi yang dihadiri Komunitas GerbongToea, Dinas Kebersihan Lombok Utara, SDN 3 Pemenang, KepalaDusun Karang Bedil, dan elemen masyarakat lainnya. Dalam pertemuan itu dibicarakan teknis pembuatan taman di Pasar Pemenang, yaitu jalan menuju Tebango.
Dalam pertemuan itulah menjadi agenda pelaksanaan program Seribu Bunga Seribu CInta Untuk Pemenang. Semua pihak menyepakati program itu menjadi agenda rutin.