BPJS Kesehatan Paling Banyak Keluarkan Biaya Untuk Jamin 3 Penyakit Katastropik Ini

Penyakit yang teridentifikasi sebagai penyakit katastropik antara lain cirrhosis hepatis, gagal ginjal, penyakit jantung, kanker, stroke, serta penyakit darah (thallasemia dan leukemia)

lombokjournal.com —

JAKARTA  ;  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) harus mengeluarkan biaya besar untuk pengobatan dan perawatan penyakit katastropik.

Ada penyakit katastropik menduduki tiga peringkat teratas dengan pembiayaan BPJS Kesehatan terbesar.

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief memaparkan, pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk penyakit katastropik.

Penyakit katastropik merupakan penyakit yang proses perawatan memerlukan keahlian khusus dengan alat kesehatan canggih, dan memerlukan pelayanan kesehatan seumur hidup.

Penyakit yang teridentifikasi sebagai penyakit katastropik antara lain cirrhosis hepatis, gagal ginjal, penyakit jantung, kanker, stroke, serta penyakit darah (thallasemia dan leukemia).

“Penyakit jantung, gagal ginjal, dan kanker menempati urutan tiga penyakit teratas dengan pembiayaan JKN terbesar,” papar Budi di Jakarta, ditulis Jumat , (15/03) 2019.

Ketiga penyakit katastropik tersebut tercatat berdasarkan data Branch Office Application (BOA) BPJS Kesehatan. Dalam diagram, penyakit jantung termasuk nomor satu memakan biaya BPJS Kesehatan dengan prevalensi 48 persen.

Pada tahun 2018, pengobatan penyakit jantung yang dijamin BPJS Kesehatan mengeluarkan biaya Rp 10,5 triliun dengan adanya 12,5 juta kasus.

Berdasarkan data Branch Office Application (BOA) BPJS Kesehatan, tahun 2018 gagal ginjal membutuhkan biaya pengobatan Rp 2,3 triliun. Pengeluaran biaya tersebut dari adanya 1,7 juta kasus.

Pengeluaran pengobatan gagal ginjal sebesar 17 persen dan sudah termasuk dalam jaminan paket terapi (cuci darah dan Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis/CAPD).

Budi menambahkan, pengobatan penyakit kanker (17 persen) juga menduduki posisi ketiga dengan 2,2 juta kasus yang tercatat pada tahun 2018. Pengeluaran BPJS Kesehatan untuk mengobati kanker menghabiskan Rp 3,4 triliun.

Fitri Haryanti Harsono

Sumber; Liputan6.com




BPJS Kesehatan Keluarkan Biaya Triliunan Rupiah Untuk Pasien Penyakit Ginjal  

Pengeluaran biaya BPJS Kesehatan untuk penyakit katastropik gagal ginjal habiskan Rp 13,3 triliun pada tahun 2014

lombokjurnal.om  —

JAKARTA  ;   BPJS Kesehatan harus melakukan pengeluarkan cukup besar untuk membiayai pengobatan penyakit ginjal peserta JKN yang dijaminnya. Dalam hal ini, pengobatan terkait cuci darah (hemodialisa) pada pasien gagal ginjal.

Data BPJS Kesehatan pada tahun 2017 mencatat 3.657.691 prosedur cuci darah dengan total biaya Rp 3,1 triliun. Pembiayaan tersebut termasuk tinggi dalam kategori pengobatan penyakit tidak menular.

“Pembiayaan tersebut besar karena pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa juga tinggi jumlahnya. Apalagi (hemodialisa) dijamin BPJS Kesehatan. Ini memberikan kemudahan pasien gagal ginjal untuk mengakses cuci darah,” papar Ketua Umum PB Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI), Aida Lydia di Jakarta, Rabu (13/03) 2019.

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief memaparkan, pengeluaran biaya BPJS Kesehatan untuk penyakit katastropik gagal ginjal habiskan Rp 13,3 triliun pada tahun 2014.

Persentase penyakit ginjal kronik di Indonesia sebesar 3,8 persen dengan kenaikan sebesar 1,8 persen dari 2013, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan.

Adapun rinciannya, prevalensi gagal ginjal pada pria sebesar 4,17 persen dan wanita sebesar 3,52 persen. Dari karakteristik usia, prevalensi gagal ginjal tertinggi usia 65-74 tahun sebesar 8,23 persen.

“Gagal ginjal (angkanya) makin tinggi di negara-negara berkembang. Sebenarnya angkanya tidak pasti karena setiap negara prevalensinya berbeda-beda,” ujar Aida.

Saat ini diperkirakan sekitar 10 persen penduduk dunia menderita penyakit gagap ginjal kronik. Selain Indonesia, prevalensi gagal ginjal juga tinggi di beberapa negara Asia Tenggara.

Prevalensi gagal ginjal di Malaysia sekarang sebesar 9,1 persen. Di Thailand sebesar 16,3 persen.

Fitri Haryanti Harsono

Sumber ; Liputan6.com




Wagub Hj Rohmi Akui, Perawatan Gigi dan Mulut Belum Jadi Prioritas

Revitalisasi posyandu dapat dijadikan sebagai media untuk mengedukasi masyarakat dalam hal kesehatan gigi dan mulut

MATARAM.lombokjournal.com —  Musyawarah Daerah (MUSDA) Persatuan Terapis Gigi dan Mulut Indonesia (PTGMI) dibuka Wakil Gubernur Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, NTB di Hotel Grand Legi, Jumat (15/03).

Wakil Gubernur Hj. Rohmi menyampaikan, perawatan gigi dan mulut masih belum menjadi prioritas masyarakat dalam hal kesehatan.

”Di NTB, bahkan Indonesia, perawatan gigi dan mulut masih belum menjadi prioritas yang ditekankan didalam keluarga,” kata Hj. Rohmi.

Menurutnya, ini menjadi tugas bersama, karena perawatan gigi dan mulut merupakan hal yang sangat vital didalam kesehatan.

Diingatkan,  pentingnya revitalisasi posyandu dapat dijadikan sebagai media untuk mengedukasi masyarakat dalam hal kesehatan gigi dan mulut.

”Posyandu kita diseluruh NTB semoga bisa berfungsi sebagai garda terdepan dalam menjaga kesehatan bukan hanya mengobati, karena hal-hal seperti perawatan gigi dan mulut bisa masuk penyuluhan-penyuluhan yang ada di Posyandu,” jelas Hj. Rohmi.

Hj. Rohmi berharap PTGMI dan Pemerintah dapat membangun kerja sama yang lebih baik ke depannya.

”Mudah-mudahan ke depan semakin banyak yang bisa dikolaborasikan dengan pemerintah. Semoga tugas dan tanggung jawab kita dalam mengedukasi masyarakat dalam hal kesehatan bisa berjalan dengan baik,” harap Wagub.

Pada kesempatan yang sama, Epi Nopiah, S.Pd, MAP, Ketua Umum DPP PTGMI, mengapresiasi respon positif dan kerja sama Wakil Gubernur pada PTGMI Provinsi NTB.

“Saya ucapkan terima kasih kepada ibu Wakil Gubernur serta seluruh pengurus DPD PTGMI Provinsi NTB yang telah mendukung penuh program-program kami, karena di NTB ini segala sesuatunya rapi dan terstruktur,” ucapnya.

Ketua DPD PTGMI Provinsi NTB, Sufie Haswinda, SKM , berharap PTGMI ke depan lebih menunjukkan diri dan bersinergi dengan pemerintah.

”Kami dari PTGMI NTB berharap agar ke depan dapat menunjukkan serta mendekatkan diri dengan program pemerintah, dan juga membangun sinergi dengan bidang profesi kesehatan lainnya,” terang Sufie.

MUSDA ke VI ini juga dirangkaikan dengan seminar, sumpah profesi serta penyerahan cinderamata oleh Ketua DPD PTGMI Provinsi NTB kepada Wakil Gubernur NTB dan Ketua Umum DPP PTGMI.

AYA




Dulu Sering Menunggak, Akhirnya  Mulyani Beralih Ke Autodebit

 Kini sudah cukup lega karena dirinya telah melakukan autodebit. Ia  tidak perlu lagi khawatir lupa membayar dan mengulang kejadian serupa

lombokjournal.com —

JAKESNEWS  ;   Mulyani (38) mengaku senang kini telah dapat membayar iuran JKN-KIS-nya secara autodebit. Menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sejak tahun 2015, Baru-baru ini ia melapor ke salah satu bank mitra BPJS Kesehatan untuk melakukan pendaftaran autodebit.

“Sebelum menggunakan autodebit, saya biasanya bayar lewat atm setiap bulan. Cuma kadang saya suka lupa atau terlambat membayar dari waktunya,” ungkap Mulyani saat ditemui oleh tim Jamkesnews, Rabu (13/03).

Mulyani bercerita jika dulu dirinya pernah lupa membayar iuran hingga menunggak sampai beberapa bulan. Saat dirinya hendak menggunakan KIS yang dimilikinya ke rumah sakit, pihak administrasi menyampaikan jika dirinya harus melunasi tunggakan iurannya terlebih dahulu karena status kepesertaannya sudah nonaktif akibat menunggak 3 bulan.

Setelah Mulyani melunasinya, barulah ia dapat mengakses pelayanan di rumah sakit dan harus bersedia membayarkan denda pelayanan karena telah menunggak iuran.

“Dulu saya sempat menunggak hingga 3 bulan sampai kartu saya nonaktif. Ketika harus ke rumah sakit, saya diminta untuk melunasi tunggakan dulu dan membayar denda pelayanannya. Walaupun jika dibandingkan, bayar tunggakan sekaligus denda masih jauh lebih kecil daripada biaya yang sesungguhnya apabila menjadi pasien umum. Tapi seharusnya saya tidak perlu membayar denda jika rutin membayarkan iurannya tiap bulan,” tuturnya.

Menyesal karena telah menunggak, Mulyani kini sudah cukup lega karena dirinya telah melakukan autodebit. Ia  tidak perlu lagi khawatir lupa membayar dan mengulang kejadian serupa.

Menurut Mulyani, pengurusannya pun tidak rumit, ia tinggal datang ke cabang bank dimana ia memiliki rekening dan mengisi formulir autodebit yang tersedia.

Saat Mulyani mengetahui soal informasi autodebit ini ia langsung coba mendatangi bank cabang terdekat. Menurut informasi yang saya terima autodebit ini sudah bisa dilakukan di bank Mandiri, BNI, BRI dan BCA. Kebetulan Mulyani sudah menjadi nasabah salah satu bank tersebut.

“Dengan autodebit ini, saya jadi tidak khawatir lagi akan menunggak dan jika sewaktu-waktu membutuhkannya, saya bisa menggunakannya tanpa halangan. Saya juga menyarankan untuk peserta lain dapat melakukan autodebit ini, selain praktis juga mengurangi banyaknya yang menunggak iuran. Dengan autodebit kita sudah memastikan untuk rutin membayarkan iuran dan bersama-sama membantu kelangsungan program JKN-KIS ini,” tutup Mulyani.

KA/om/Jamkesnews

Narasumber : Mulyani

 




Ditunda Pencabutan Obat Kanker Kolorektal Atau Usus besar Metastasis Dari Tanggungan BPJS Kesehatan

Menkes mendapat masukan dari ikatan dokter bedah digensif bahwa obat tersebut masih positif dan efektif untuk para penyintas kanker usus

Lombokjornal.com

Jakarta – Kementerian Kesehatan menunda pencabutan dua obat untuk kanker kolorektal atau usus besar metastasis dari tanggungan BPJS Kesehatan.

Awalnya, dua obat terapi bernama Bevacizumab dan Cetuximab tak lagi ditanggung terhitung 1 Maret 2019.

“Kemarin sudah diputuskan ditunda dan menunggu kajian,” ujar Menteri Kesehatan Nila Moeloek di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (12/03).

Nila tidak menutup kemungkinan untuk meninjau kembali kebijakan pencabutan itu apabila ada standar dan bukti bahwa obat kanker usus itu memang efektif. Pasalnya harga dari dua obat itu terhitung mahal.

Menurutnya, kalau obat itu kurang efektif, maka alokasi dananya lebih baik dialihkan ke program lain.

Selama ini, kata Nila, obat dasar untuk pengobatan kanker kolorektal tetap ditanggung BPJS Kesehatan. Sementara untuk obat terapi, sempat timbul pertanyaan mengenai efektivitasnya.

“Ini memang tidak bisa memperpanjang usia atau menyembuhkan dan itu sudah dikaji oleh para pakar dengan meta-analisis dengan, referensi global dan harus evidence based dari sejarah kita sendiri.” katanya.

Kementerian Kesehatan, tutur dia, juga sudah berbicara dengan BPJS Kesehatan, Badan POM, serta organisasi profesi perhimpunan dokter onkologi mengenai perkara tersebut. Mereka bersepakat untuk mencabut tanggungan dua obat itu dari jaminan kesehatan.

Namun, Nila kemudian mendapat masukan dari ikatan dokter bedah digensif bahwa obat tersebut masih positif dan efektif untuk para penyintas kanker usus tersebut.

“Kami minta standar dan bukti bahwa itu ada dan selanjutnya akan kami perhitungkan atau bicarakan kembali,” ujar dia.

Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan bahwa per 1 Maret 2019, dua obat untuk kanker kolorektal atau usus besar metastasis tak lagi ditanggung BPJS Kesehatan. Dua obat terapi tersebut adalah obat Bevacizumab dan obat Cetuximab.

Akibat rencana itu, Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) kemudian mengajukan keberatan. Perkumpulan ini meminta BPJS Kesehatan untuk tetap membiayai dua obat sekaligus memasukkan keduanya tetap masuk dalam Formularium Nasional (Fornas).

DIAS PRASONGKO

Sumber; TEMPO.CO




BPJS Kesehatan Perkuat Pengawasan Penyelenggaraan JKN-KIS

Kerja sama dengan ICW diharapkan bisa mendukung penyelenggaraan Program JKN-KIS yang bersih dari kecurangan

lombokjournal.com —

JAKARTA  ;   Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) terus memperkuat pengawasan penyelenggaraan Program JKN-KIS.

Konkretnya, BPJS Kesehatan ingin mengimplementasikan bahwa dana yang dikumpulkan BPJS ini, merupakan dana amanat yang sesuai prinsip Undang-undang. Hal ini dikatakan Direktur Kepatuhan Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi.

“Konkretnya kami ingin mengimplementasikan bahwa dana yang dikumpulkan BPJS ini, merupakan dana amanat yang sesuai prinsip Undang-undang. Amanat itu harus akuntabel dan transparan penggunaannya,” kata Bayu saat penandatanganan nota kesepahaman dengan Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Kamis  (14//03).

BPJS Kesehatan sengaja menggandeng Indonesia Corruption Watch (ICW), bekerja sama  dengan lembaga independen untuk menekan potensi kecurangan dalam penyelenggaraan program JKN-KIS.

Salah satu Kecurangan yang mungkin terjadi, misalnya penyalahgunaan fasilitas kesehatan ke BPJS Kesehatan yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Bayu mengatakan potensi kecurangan yang ditemukan Komisi Pemberantasan Korupsi misalnya, pada 3 kota besar, yaitu Balikpapan, Manado dan Palembang.

Contoh temuan kecurangan di Manado sebesar Rp 33 miliar.

“Itu hanya diambil sampel. Nah ini pasti ada beberapa hal inefisiensi fraud itu,” ujar Bayu.

Kerja sama tersebut diharapkan bisa mendukung penyelenggaraan Program JKN-KIS yang bersih dari kecurangan. Dengan demikian, kata Bayu, BPJS Kesehatan bisa lebih optimal dalam menjalankan amanah perundang-undangan untuk memberikan jaminan kesehatan yang berkualitas.

“Dan tanpa diskriminasi kepada seluruh penduduk Indonesia yang sudah menjadi peserta JKN-KIS,” ujar Bayu.

Adnan mengatakan, ICW akan mempelajari titik rawan potensi kecurangan dalam sistem di BPJS Kesehatan

. “Apakah ini kelemahan mekanisme. Apa ini sistem kontrol tidak banyak atau karena perilaku pejabat di daerah yang memanfaatkan kekuasaan yang mereka punya dalam sistem yang dibangun,” kata Adnan.

Rr  (Sumber ; TEMPO.CO)




PKK Sosialisasi Pencegahan HIV-AIDS, Mayoritas Penderitanya Di Usia Poduktif

Semua kalangan memiliki peran aktif mencapai target eliminasi HIV-AIDS Indonesia bebas HIV pada 2030

MATARAM.lombokjournal.com — Ketua TP. PKK NTB, Hj Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc  hadir sebagai keynote speaker pada Sosialisasi Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS di Masyarakat Provinsi NTB, di Gedung Sangkareang, Rabu (13/03).

Hj. Niken menyampaikan, banyak masyarakat yang masih awam terkait apakah itu HIV-AIDS.

“HIV adalah virus yang hanya terdapat di dalam tubuh manusia dan menyebablan kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS adalah, gejala infeksi oportunistik karena penurunan kekebalan tubuh akibat virus HIV,” jelas Hj. Niken.

Sebagian besar penderita HIV-AIDS berada pada usia produktif, salah satu urutan penderita terbanyak adalah kaum ibu.

Menurut Ketua TP. PKK NTB kegiatan ini dianggap sangatlah penting, tentunya dengan berkolaborasi dengan KPAD NTB dan berbagai organisasi perempuan di NTB.

PKK hadir untuk menyampaikan ilmu, yang diharapkan nantinya organisasi wanita yang hadir saat ini dapat menyebarluaskan ilmu/pengetahuan kepada seluruh masyarakat dari tingkat kabupaten sampai ke tingkat desa, bahwa HIV-AIDS ini bukan tidak mungkin dialami siapa saja.

“Salah satu faktor lain adalah karena NTB menjadi salah satu pengirim tenaga kerja luar yang ketika pulang ke daerah membawa ‘oleh-oleh,” ucapnya.

Sebelumnya, saat yang sama Ketua Dharma Wanita Persatuan NTB Hj Ikhsanti Komala Rimbun menyampaikan, tujuan kegiatan ini tak lain ingin mmberi pengetahuan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS bagi ibu-ibu Organisasi Wanita, Majlis Taklim yang ada di NTB agar dapat memahami secara menyeluruh.

“Ketika berada pada lingkungan orang yang terinfeksi HIV-AIDS, jangan menjaga jarak atau menjauh,” tambah Ketua DWP NTB.

Dengan adanya dukungan dari KPA NTB, PKK dan organisasi wanita lainnya ingin membangun kerjasama untuk menyebar informasi pencegahan dan penangulangan HIV kepada masyarakat.

Semua kalangan memiliki peran aktif mencapai target eliminasi HIV-AIDS Indonesia bebas HIV pada 2030.

Hj Ikhsanti berharap, hasil dari kegiatan ini para peserta dapat memahami upaya pencegahan dan penanggulangannya secara komprehensif dan tindak lanjutnya secara nyata.

AYA/Hms




Inovasi  Pelayanan Kesehatan Di NTB Kejutan Bagi Menkes

Diakui Menkes, di tingkat Kementerian Kesehatan belum ada inovasi pelayanan yang sama dengan yang ada di Kota Mataram saat ini

MATARAM.lombokjournal.com —  Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila Faried Moeloek, S.pM (K) didampingi Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalillah melakukan Kunjungan Kerja di NTB, Rabu (13/03).

Menkes meresmikan Gedung Public Service Center (PSC) 119 Mataram Emergency Medical Service (MEMS) di RSUD Kota Mataram.

Pada peresmian itu, Menkes memuji inovasi pelayanan kesehatan di NTB,  khususnya yang digagas RSUD Kota Mataram. S

Sebab, Kota Mataram telah menggagas Inovasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, bernama Public Safety Center (PSC) 119 Mataram Emergency Medhical Service (MEMS) berbasis IT.

Di hadapan Wagub, Walikota  Mataram,  TGH. Ahyar Abduh, Wakil Walikota Mataram dan tamu undangan yang hadir, Menkes menyampaikan inovasi tersebut merupakan kejutan bagi dirinya beserta seluruh jajaran di Kementerian Kesehatan.

Disebut kejutan katanya, karena di tingkat Kementerian Kesehatan belum ada inovasi pelayanan yang sama dengan yang ada di Kota Mataram saat ini.

“Saya betul-betul mengapresiasai kepada Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ini sangat luar biasa,” ungkapnya.

Menurutnya, dengan berbasis IT, maka masyarakat dapat terlayani dengan cepat dan tepat. Mulai dari masyarakat melaporkan via layanan 119, dijemput oleh ambulance, perawatan selama perjalanan ke rumah sakit, hingga diberikan pelayanan di UGD, dapat ditindak cepat dan akan terpantau di layar dalam ruangan tersebut.

Bahkan kalau ada masyarakat yang ingin melaporkan secara live kejadian atau pasien yang membutuhkan pertolongan, bisa dilakukan di ruangan tersebut. Yaitu melalui aplikasi WhatsApp.

Hal lain yang dianggapnya sebagai sebuah kejutan dalam pelayanan kesehatan adalah kerjasama pihak rumah sakit dengan maskapai penerbangan.

Sebab menurutnya, pelayanan kesehatan, di samping tepat, juga harus cepat. Sehingga, pasien rujukan dari kabupaten/kota, dapat menggunakan pesawat dan segera mendapat perawat medis.

Bahkan, wisatawan domestik dan mancanegara yang menjadi pasien pun, dapat memanfaatkan layanan tersebut. Meski, untuk pembayarannya ditanggung oleh pesien itu sendiri.

“Bisa saja wisatawan yang berkunjung ke NTB, jatuh sakit atau mengalami kecelakaan atau kejadian. Maka ini sangat penting,” ungkapnya.

BACA JUGA  ; Rapat Kerja Kesehatan Daerah 2019 Dibuka Wagub 

Selanjutnya, pelayanan kesehatan dengan sistem home care yang digagas jajaran rumah sakit itu, merupakan inovasi yang menjadikan NTB ini berbeda dengan daerah lain.

“Artinya, banyak orang tua yang tidak mampu ke rumah sakit. Dengan dipanggilkannya petugas home care ke rumah, maka masyarakat bisa dibantu mengobati sakitnya,” jelasnya.

Ia berharap, Inovasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dapat terus ditingkatkan. Apalagi tahun 2021 NTB akan menjadi tuan rumah MotoGP. Sehingga, fasilitas kesehatan betul-betul disiapkan dengan baik.

Usai meresmikan, Menkes didampingi Wagub, Walikota dan Wakil Walikota Mataram serta jajaran RSUD, meninjau langsung ruangan PSC MEMS itu.

AYA




Rapat Kerja Kesehatan Daerah 2019 Dibuka Wagub  

Wakil Gubernur berharap agar revitalisasi posyandu dapat berjalan dengan baik

Hj. Sitti Rohmi Djalilah

MATARAM.lombokjournal.com — Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M. Pd, membuka kegiatan Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) melalui Pertemuan Rapat Koordinasi Teknik (Rakontek) Terpadu Bidang Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat di Hotel Golden Palace, Rabu (13/03).

Wakil Gubernur dalam sambutannya memberikan penekanan terhadap output Rakerkesda dalam mendorong pembangunan bidang Kesehatan di NTB.

”Rakerkesda harus mempunyai target yang besar, harus benar-benar bisa memberikan kontribusi yang positif terhadap pembangunan kesehatan di Nusa Tenggara Barat,” kata Hj. Rohmi.

Masalah kesehatan harus diatasi dari hulu terutama terkait pola hidup bersih dan sehat pada masyarakat, lanjut Hj. Rohmi.

”Sekarang yang menjadi tugas kita yaitu bagaimana program yang bagus ini, betul-betul terimplementasi sampai dengan masyarakat bawah, bagaimana menyelesaikan masalah kesehatan ini dari titiknya atau dari hulu,” tegas Wagub.

Di akhir sambutannya, Wakil Gubernur berharap agar revitalisasi posyandu dapat berjalan dengan baik.

”Mudah-mudahan dengan kerja kita bersama, kita memiliki pandangan yang sama tentang kesehatan ini, sehingga apapun hasil dari rapat ini bisa memberikan efek yang baik terhadap pembangunan kesehatan di NTB ini,” kata Hj. Rohmi.

Rakerkesda 2019 Provinsi NTB dihadiri Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Sp.M (K), beserta jajarannya, Ketua TP PKK Provinsi NTB, Dr. Hj. Niken Saptarini Widyawati, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit Daerah Kabupaten/Kota se NTB, dan Dinas-dinas terkait lainnya.

Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Ketua PKK Provinsi NTB dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB.

BACA JUGA ;  Inovasi  Pelayanan Kesehatan Di NTB Kejutan Bagi Menkes

Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan sertifikat kader PKK dan kader Posyandu oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB. Pembukaan Rakerkesda 2019 ditandai dengan pemukulan bedug oleh Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat.

AYA




Made Astawa Kini Sembuh dari Penyakit Usus Buntu, Semua Biaya Ditanggung JKN-KIS

Astawa berulang-ulang mengucapkan terima kasih kepada JKN-KIS yang telah menolongnya hingga sembuh dan bisa kembali bekerja

lombokjournaal.com —

TRIBUN-BALI.COM – I Made Astawa (41) atau yang akrab disapa Astawa awalnya adalah seorang tukang angkut di salah satu kargo pengangkutan barang.

Ia terpaksa meninggalkan pekerjaannya karena penyakit usus buntu yang dideritanya.

Di tengah kesulitan yang dialaminya, Astawa mendapatkan sedikit angin segar lantaran semua biaya pengobatan dan operasinya ditanggung sepenuhnya oleh JKN-KIS.

Astawa dan keluarga sejak tahun 2015 sudah terdaftar sebagai peserta JKN-KIS penerima bantuan iuran dari Pemerintah Pusat.

Kejadian ini berawal pada suatu malam saat Astawa tiba-tiba merasakan sakit melilit yang tidak tertahankan di bagian pinggang.

Ia pun sempat dibawa ke UGD oleh Ni Ketut Puspa Dewi (39) sang istri yang sehari-harinya berprofesi sebagai tukang jahit.

Sungguh tepat penanganan pertama yang dilakukan oleh Puspa. Setelah diperiksa oleh dokter, ternyata Astawa mengidap penyakit usus buntu dan harus segera dilakukan operasi pengangkatan usus buntu atau apendiks.

“Dari awal dilarikan ke Rumah Sakit untuk dilakukan pemeriksaan, operasi hingga kontrol setelah  operasi, prosesnya sangat cepat dan pelayanan dari petugas Rumah Sakit pun sangat ramah tanpa membeda-bedakan pasien umum dan pasien JKN-KIS,” cetus Astawa saat disambangi tim Jamkesnews ke rumahnya.

Astawa menambahkan, pasca operasi dirinya juga diwajibkan untuk kontrol seminggu sekali selama sebulan dan tentu saja tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun.

Mengetahui hal tersebut, Astawa merasa sangat lega karena tidak perlu lagi memikirkan biaya pengobatan di tengah banyaknya kebutuhan hidup sehingga dia bisa fokus untuk pemulihan kesehatannya.

Kesehatan Astawa pun berangsur-angsur membaik hingga dia bisa kembali mencari pekerjaan baru untuk melanjutkan hidupnya.

Saat ini, Astawa sudah mendapatkan pekerjaan baru sebagai tenaga pengemudi di salah satu perusahaan penyedia jasa pekerja di Bali.

Bukan hal yang berlebihan jika Astawa berulang-ulang mengucapkan terima kasih kepada JKN-KIS yang telah menolongnya hingga sembuh dan bisa kembali bekerja.

“Apalah jadinya saya tanpa JKN-KIS, untuk kehidupan sehari-hari dan biaya sekolah anak saja sudah pas-pasan ditambah dengan operasi ini yang biayanya pasti sangat mahal, terima kasih JKN-KIS kau menyelamatkan hidupku,” tutup Astawa sembari tersenyum. (*)

Editor: Widyartha Suryawan

Nara sumber; I Made Astawa