Tersangka Dugaan Korupsi di RSUD KLU, Mulai Diperiksa

Kasus dugaan korupsi di RSUD Lombok Utara, telah memasuki tahap pemeriksaan tersangka. Tapi DT selaku rekanan belum datang karena sakit

MATARAM.lombokjournal.comPenyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai melakukan pemeriksaan pada Tersangka Kasus Penyimpangan Pembangunan Penambahan Ruang ICU RSUD KLU.

Tiga tersangka perkara Korupsi Penyimpangan Pembangunan Penambahan Ruang ICU dan Ruang Operasi RSUD Kabupaten Lombok Utara (KLU) Tahun Anggaran 2019, diperiksa Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi NTB, hari Rabu (27/10/21) pagi sekitar pukul 10 Wita di ruang Pidana Khusus Kejati NTB.

Para tersangka kasus penyimpangan di RSUD KLU yang akan diperiksa

Demikian pers release dari Penerangan Hukum Kejati NTB yang diterima media, hari Rabu.

Perkara dugaan korupsi di RSUD telah memasuki tahap pemeriksaan para tersangka, setelah pemeriksaan para saksi rampung dimintai keterangannya sejak Penetapan Tersangka oleh Penyidik tanggal 22 September yang lalu.

BACA JUGA: Polri Telah Berbenah, Masyarakat Perlu Ikut Menyesuaikan

Seperti diketahui, pers realease penkum Kejati NTB sebelumnya, yang ditetapkan sebagai tersangka pada Perkara Penyimpangan Penambahan Ruang ICU dan Ruang Operasi RSUD Kab. Lombok Utara sebanyak 4 orang, yakni Kuasa Pengguna Anggaran, dr. SH, Pejabat Pembuat Komitmen, EB, dan Konsultan Pengawas, SD, dan DT selaku Rekanan.

Terhadap ke empat Tersangka tersebut dilakukan pemanggilan hari Minggu, namun yang memenuhi panggilan Penyidik hanya 3 orang Tersangka yakni, dr. SH, EB dan SD.

Sedangkan DT selaku Rekanan tidak dapat memenuhi panggilan Penyidik karena sakit.

Pemeriksaan terhadap para Tersangka tersebut didampingi oleh masing-masing Penasehat Hukumnya yang berlangsung selama 6 (enam) jam sejak pukul 10.00 Wita hingga Pukul 16.00 Wita.

Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Penambahan Ruang Operasi dan ICU pada RSUD Lombok Utara Tahun 2019 dengan perhitungan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp. 1.757.522.230,33.

BACA JUGA: Gebyar Inklusi Keuangan dan Pengukuhan Tim TPAKD KLU

Ke empat Tersangka disangkakan Pasal 2 UU no 31 Tahun 1999 dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

@ng




Kejati NTB Tetapkan 12 Tersangka Kasus Korupsi

Tiga tersangka ditetapkan Kejati NTB dalam perkara Dugaan Korupsi pada Rehabilitasi Gedung Asrama Haji Embarkasi Lombok tahun 2019, dan sembilan orang dalam perkara Dugaan Penyimpangan Pembangunan Penambahan Ruang IGD dan ICU serta Ruang IGD dan ICU RSUD Lombok Utara

MATARAM.lombokjournal.com ~ 12 tersangka Kasus Korupsi telah ditetapkan dari 3 Perkara Korupsi yang ditingkatkan pada Tahap Penyidikan pertengahan tahun ini.

Kejati tetapkan 12 tersangka perkara dugaan korupsi
Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Tomo, SH

Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Tomo, SH mendatangani Surat Perintah Penetapan Tersangka tersebut pada hari Rabu tanggal 22 September 2021, setelah Team Penyidik Pidsus Kejati NTB melakukan Ekspose Perkara di hadapan unsur pimpinan Kejaksaan Tinggi NTB, Selasa tanggal 21 September 2021.

Demikian press release dari Penerangan Hukum Kejati NTB yang diterima media hari Rau (22/09/21).

Dijelaskan, ketiga perkara yang dimaksud tersebut adalah Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada rehabilitasi Gedung Asrama Haji Tahun Anggaran 2019, dengan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangam Negara sebesar Rp. 2.651.636.702,-.

Kemudian Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Penambahan Ruang Operasi dan ICU pada RSUD Lombok Utara Tahun 2019, dengan perhitungan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp. 1.757.522.230,33.

Perkara ketiga dugaan korupsi yang dimaksud adalah Dugaan Penyimpangan Pembangunan Penambahan Ruang IGD dan ICU RSUD Lombok Utara dengan perhitungan kerugian keuangan Negara sebesar Rp. 742.757.112,79.

BACA JUGA: Santong, Kerajaan Air Terjun di Lombok Utara

Masing-masing tersangka yang telah ditetapkan dalam perkara tersebut yakni untuk Perkara Dugaan Korupsi pada Rehabilitasi Gedung Asrama Haji Embarkasi Lombok Tahun Anggaran 2019, terdiri dari 3 (tiga) orang Tersangka dengan inisial yaitu:

1. AAF selaku Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok Tahun 2019.
2. DEK sekaku Direktur CV. Kerta Agung.
3. WSB, wIraswasta.

Tersangka pada Perkara Dugaan Korupsi Pembangunan Penambahan Ruang Operasi dan ICU RSUD Kabupaten Lombok Utara Tahun 2019 yang terdiri dari 4 orang tersangka, masing-masing dengan inisial;

1. SH, selaku Direktur RSUD KLU
2. EB, selaku PPK pada Dikes KLU.
3. DT, selaku Kuasa Direktur PT. Apromegatama. (Penyedia)
4. DD, selaku Direktur CV. Cipta Pandu Utama ( Konsultan Pengawas).

Selanjutnya Tersangka pada Perkara Dugaan Korupsi Pembangunan Penambahan Ruang IGD dan ICU RSUD KLU ditetapkan 5 orang Tersangka dengan inisial sebagai berikut:

1. SH, selaku Direktur RSUD KLU
2. HZ, selaku PPK pada RSUD KLU.
3. MR, selaku Kuasa PT. Bataraguru (Penyedia).
4. LFH, selaku Direktur CV. Indomulya Consultant (Konsultan Pengawas).
5. DKF, selaku Staf Ahli CV. Indo Mulya Consultant.

BACA JUGA: Vaksinasi Dipacu, WSBK Melaju

Setelah ditetapkannya tersangka pada ketiga perkara korupsi tersebut, maka tahapan selanjutnya team Penyidik Pidsus Kejati NTB akan melakukan pemeriksaan Tersangka tersebut mulai pekan depan beserta tindakan penyidikan lainnya.

@ng

 

 




KPK Jelaskan Pemeriksaan Dugaan Korupsi Pengadaan Lahan Munjul

Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, diperiksa sebagai saksi oleh KPK terkait dengan proses usulan anggaran untuk dilakukannya penyertaan modal APBD DKI Jakarta

JAKARTA.lombokjournal.com ~ Anies Baswedan diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi perkara dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur.

Komisi Pemberantasan Korupsi memaparkan usai pemeriksaan Gubernur DKI Jakarta itu yang berlangsung di Gedung Merah Putih, Selasa (20/09/21).

Menurut Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Anies dihadirkan dan dikonfirmasi secara umum, terkait dengan proses usulan anggaran untuk dilakukannya penyertaan modal APBD DKI Jakarta kepada Perumda Sarana Jaya.

BACA JUGA:

Anies Baswedan Dinilai Gagal Pimpin Jakarta, Tak Layak Jadi Presiden

Selain itu, kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Anies juga ditanya soal mekanisme pelaporan atas dilakukannya penyertaan modal tersebut.

“Saksi menerangkan mengenai salah satu penyertaan modal kepada Perumda Sarana Jaya yang diperuntukkan bagi pembangunan rumah DP Rp0,” katanya.

Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, juga hadir sebagai saksi pada kasus yang sama.

Dijelaskan, Prasetyo diperiksa mengenai proses penganggaran oleh Badan Anggaran (Banggar) di DPRD DKI Jakarta yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta, salah satunya digunakan untuk penyertaan modal ke Perumda Sarana Jaya.

Ali mengatakan, keterangan para saksi telah tertuang dalam BAP dan belum dapat disampaikan secara terbuka kepada publik.

Keterangan para saksi secara detai sudah tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) namun saat ini belum bisa disampaikan ke pubik.

“Akan dibuka seluas- luasnya pada proses persidangan di pengadilan Tipikor,” kata Ali.

Lima tersangka dalam kasus dugaan koupsi dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, telah ditetapkan oleh KPK.

Lima tersangka itu ialah mantan Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan, Direktur PT ABAM (Aldira Berkah Abadi Makmur) Rudy Hartono Iskandar, Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene, dan sebuah korporasi atas nama PT Adonara Propertindo.

BACA JUGA: Santong, Kerajaan Air Terjun di Lombok Utara

Kelima tersangka itu diduga terlibat korupsi pengadaan tanah di Pondok Rangon, Jakarta Timur, tahun anggaran 2019.

Kerugian keuangan negara sekitar Rp152,5 miliar.

Ist




Polisi Republik Indonesia Dukung Pemutusan Kontrak PT GTI

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polisi Republik Indonesia (Polri) mendukung penuh atas kebijakan yang diambil oleh Pemprov NTB memutus kontrak GTI atas kelola lahan di Gili Trawangan.

MATARAM.lombokjournal.com ~ Pasalnya, pihak PT. Gili Trawangan Indah (GTI) belum optimal memanfaatkan lahan seluas 65 hektar di Gili Trawangan melalui perjanjian kontrak dengan Pemerintah Provinsi NTB hingga tahun 2026 mendatang.

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Pipit Rismanto, meminta kepada pihak Kejati NTB dan satgas investasi untuk menyiapkan tim dalam menghadapi gugatan maupun perlawanan yang dilakukan oleh GTI.

Polisi“Kami juga di Bareskrim Polri sudah siap dan mendukung atas keputusan yang diambil oleh pemprov NTB. Bersama satgas dan pihak terkait kami akan tetap membantu sampai proses ini selesai,” ungkapnya saat memimpin rapat tentang progres PT. GTI, secara virtual, di ruang rapat utama kantor gubernur, Jumat (3/9).

Rismanto menjelaskan bahwa dengan adanya keputusan yang disampaikan gubernur untuk memutus kontrak dengan pihak GTI dengan pertimbangan bahwa sebagian besar lahan itu telah dimanfaatkan oleh masyarakat dengan baik, maka otomatis pengelolaan lahan tersebut akan dikembalikan kepada pihak pemprov.

Ia berharap pihak Kejati dan pemprov segera membentuk tim untuk melakukan inventarisasi atas lahan-lahan milik pemerintah yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat Gili Trawangan untuk dibina sesuai aturan yang berlaku. Sehingga masyarakat yang mengelolah lahan itu dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dan tentunya bagi masyarakat itu sendiri.

BACA JUGAKontrak PT GTI Diputus sebab Tidak Realisasikan Perjanjian

Sementara itu, Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, menegaskan keputusan mengakhiri kontrak dengan GTI merupakan solusi terakhir setelah pemerintah melakukan berbagai upaya dan kebijakan dalam menjaga perjanjian sebagaimana mestinya. Tapi karena tidak ada respon baik dan dinilai GTI tidak memiliki keseriusan mengelolah lahan itu maka atas dukungan semua pihak, pemerintah memutuskan untuk mengakhiri kontrak GTI.

manikp@kominfo




Kontrak PT GTI Diputus sebab Tidak Realisasikan Perjanjian

Usai cuatan isu dan polemik, Pemerintah Provinsi NTB memilih untuk memutus kontrak pihak PT GTI terkait pemanfaatan dan pengelolaan lahan seluas 65 hektar di Gili Trawangan.

MATARAM.lombokjournal.com ~ Keputusan ini berdasarkan dukungan semua pihak karena pihak GTI dinilai belum mampu merealisasikan perjanjiannya yang sudah ditetapkan.

Kontrak
Zulkieflimansyah

“Oleh karena itu, setelah melihat keadaan seperti ini, kami memutus kontrak pihak PT. GTI dan kami sendiri bisa mengelolah lahan tersebut dengan baik,” tegas Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zulkieflimansyah, saat rapat progres dengan PT. GTI, secara virtual, di ruang rapat utama kantor gubernur, Jumat (3/9).

Rapat tersebut dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Pipit Rismanto, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Imam Soejoedi, Kepala Kejati NTB, Tomo Sitepu serta stakeholder lainnya.

Zulkieflimansyah, menjelaskan, di antara 65 hektar yang dialokasikan pengelolaannya oleh PT. Gili Trawangan Indah (GTI), ternyata 60 hektarnya telah dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat dengan kegiatan ekonomi yang cukup bagus. Sehingga dari lahan itu yang tersisa hanya 5 hektar yang belum dimanfaatkan alias masih kosong.

“Untuk itu, secara kasat mata dengan logika sederhana karena investasi masyarakat juga sudah sangat bagus. Tidak mungkin kami mengusir masyarakat kita sendiri untuk salah satu investasi yang belum pasti,” tuturnya.

Zulkieflimansyah mengakui bahwa pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk membuka ruang dialog dengan pihak GTI namun tidak direspon dengan baik. Sehingga banyak acara yang dibatalkan karena menunggu kabar dari pihak GTI, dan ini sangat keterlaluan.

“Oleh karenanya, tanpa ragu-ragu merasa tidak perlu ada lagi addendum karena pihak GTI tidak menunjukkan itikad baik. Kami sepakat untuk memutus kontraknya,” tegasnya.

manikp@kominfo




HUT RI ke-76, Gubernur Serahkan Remisi Kemerdekaan Bagi WBP

Remisi atau pengurangan hukuman bagi WBP diselenggarakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam rangka menyambut HUT ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia.

MATARAM.lombokjournal.com ~ Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), H. Zulkieflimansyah didampingi Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTB, Haris Sukamto menyerahkan remisi Umum Tahun 2021 kepada tiga perwakilan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Perempuan Kelas III Mataram, Selasa (17/08).

HUTPenyerahan remisi atau pengurangan hukuman bagi WBP tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui virtual yang diikuti secara serentak di seluruh Indonesia dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTB, Haris Sukamto menjelaskan bahwa perolehan remisi untuk wilayah NTB berjumlah 2.410 orang yang terbagi dalam dua kategori. Pertama, Pidana Umum dengan jumlah sebanyak 1.885 orang dan yang ke-dua, pidana khusus merupakan tahanan kasus narkoba, korupsi dan illegal logging atau pembalakan kayu secara liar yang berjumlah 525 orang.

“Alhamdulillah penyerahan remisi hari ini langsung diberikan oleh bapak gubernur. Mudah-mudahan, kita doakan bagi yang mendapatkan remisi bisa pulang berkumpul dengan keluarga dan semoga menjadi lebih baik ke depannya,” tuturnya.

BACA JUGAHUT RI Ke-76 Dirayakan di dalam Laut oleh Penyelam BUMN NTB

manikp@kominfo




Kejati Dukung Upaya Gubernur Akhiri Masalah Gili Trawangan

Kejati (Kejaksaan Tinggi) NTB mendukung upaya dan langkah gubernur menyelesaikan masalah aset milik pemprov di Gili Trawangan yang dikelola PT GTI.

MATARAM.lombokjournal.com ~ Kepala Kejati NTB, Tomo Sitepu menjelaskan kepada Tim Satgas Investasi, yang dipimpin Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Imam Soejoedi, bahwa permasalahan perjanjian kontrak produksi antara Pemprov NTB dan PT GTI  sudah puluhan tahun tidak menemui titik terang.

“Kami telah ditunjuk gubernur sebagai jasa pengacara negara (JPN),” ujarnya dalam rapat Fasilitasi Permasalahan Investasi antara Pemprov NTB dan PT Gili Trawangan Indah (GTI) yang digelar oleh Satgas Investasi, secara virtual, di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur, Rabu (28/7).

Dari hasil kajian dan pengumpulan data dan informasi Tomo menceritakan bahwa awal mulanya persoalan ini adalah terkait hak guna usaha (HGU) di lahan seluas 75 hektar di Gili Trawangan, yang dikuasai oleh orang tua dari Winoto, Direktur PT. GTI.

Pada era Gubernur Warsito saat itu, akhirnya setelah melihat potensi Gili Trawangan, maka disepakati akan dikembangankanlah sektor pariwisata antara Pemprov dan GTI. Walaupun lahan HGU yang dimiliki oleh GTI ini dinilai kurang produktif dan sebagian dikuasai oleh masyarakat.

Akan tetapi rencana untuk mengembangkan pariwisata disepakati dengan syarat HGU yang dimiliki tadi diserahkan kepada Pemprov NTB sebagai HPL. Nanti sebagai bentuk penyertaan modalnya kepada PT GTI yang akan mengelola sektor pariwisata.

“Luas HGU pada saat 75 Ha, yang ditandatangi tahun 1993,” urainya.

Dari lahan 75 Ha yang telah diduduki warga, maka dikeluarkan lahan tersebut sebanyak 10 Ha yang diperuntukan untuk relokasi masyarakat yang mengusai tanah HPL Pemda tadi. Sehingga tersisa luas lahan yang menjadi perjanjian kontrak produksi antara Pemda NTB dan PT. GTI adalah 65 Ha.

BACA JUGASatgas Investasi Minta Kedua Pihak Patuhi Aturan dan Keputusan

Dengan syarat-syarat perjanjian awal itu adalah membangun 150 buah cottage dan fasilitas pendukung lainnya, royalti pertahun 22,5 juta rupiah dalam jangka waktu PKP 70 tahun dan diberikan HGP dengan ketentuan yang berlaku.

Namun seiring waktu, PT.GTI mulai melakukan aktivitas pembangunan awal, tetapi ketika dilakukan peletakan batu pertama tahun 1998, terjadi gangguan dari beberapa oknum dan itu terbukti dengan adanya 3 kali laporan ke pihak kepolisian. Akibatnya pihak investor tidak melanjutkan pembangunan.

Dari sini, muncul berbagai pendapat baik dari Pemprov, Biro Hukum, BPKP termasuk dari KPK bahwa ini bertentangan dengan kepres dan berbagai aturan lainnya. Akibat dari itu, dinilai ada potensi kerugian negara yang harusnya masuk ke PAD kurang lebih 2 Triliun Rupiah.

Oleh sebab itu, KPK menyarankan kepada gubernur agar persoalan ini dikuasakan kepada JPN untuk melakukan kajian mendalam. Dari hasil kajian tersebut ada 2 opsi, bahwa PT GTI dapat dinyatakan one prestasi, karena tidak melaksanakan kesepakatan sesuai PKP.

“Namun PT. GTI dapat membela diri karena dalam keadaan cosmajore atau gangguan saat mulai membangun,”jelasnya.

Sedangkan disisi lain, pemerintah tidak memberikan jaminan untuk kenyamanan berinvestasi. Namun dalam perjanjian PKP tidak ada satupun point yang menyatakan pemberian jaminan keamanan itu.

Oleh sebab itu JPN memberikan 2 opsi solusi kepada pemrov, yaitu pemutusan kontrak atau adendum. Namun adendum juga harus memperhatikan aturan yang berlaku. Pilihan adendum ini dasarnya waktu itu adalah Permendagri no 3 tahun 1946 yang telah dicabut.

“Tentu PKP tadi lagi relevan dengan aturan yang sekarang, sehingga kita sesuaikan dengan Permendagri tahun 2016,” tuturnya.

Dalam adendum ada 3 pegangan yaitu, pertama Pemrov. NTB tidak boleh dirugikan, karena aset tersebut harus dioptimalkan, kedua harus ada kepastian dan jaminan hukum bagi investor, dan ketiga masyarakat harus terlindungi.

“Saya setuju dengan Gubernur, bahwa aset daerah tersebut harus dipergukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat NTB,” tegas Kejati.

BACA JUGASatgas Investasi Ikut Fasilitasi Penyelesaian Gili Trawangan

Selain itu dijelaskan pula, untuk mewujudkan upaya itu, Gubernur NTB telah membentuk 3 pokja. Pokja pertama untuk menyusun adendum dan regulasi, pokja 2 evaluasi masterplan agar sesuai kondisi kekinian, dan pokja 3 untuk sosialisasikan rencana adendum.

“Jadi kita belum adendum itu hanya rencana, bila pihak GTI sepakat, namun bila tidak kita putus kontrak,”tegasnya.

Ia juga mengatakan bahwa ada 9 pokok-pokok adendum yang dibuat. Bila disepakati ia berharap PT. GTI bersungguh-sungguh untuk investasi.

“Bahkan saya katakan kepada pak gubernur, bahwa kalau hanya kesungguhan tanpa ada jaminan mereka memiliki modal ia meminta agar putus saja kontrak,”ucapnya.

Termasuk kesungguhan untuk mengakomodir para pengusaha yang ada di area tersebut. Tetap ditampung dan sebagai leading sektornya PT GTI.

Kecuali para pengusaha ilegal yang memperjualbelikan dan menyewa lahan, akan diproses secara hukum bila pengusaha ilegal ini tidak keluar dari area tersebut.

“Kalau tidak mau ikut aturan, maka akan kita persoalkan secara hukum,”tegasnya.

Disampaikannya juga bahwa perkembangan proses penyelesaian dan kajian tetap disampaikan dan dilaporkan kepada pimpinan KPK dan Ketua Satgas Investasi.

Begitupun dalam rangka sosialisasi kepada masyarakat terkait persoalan GTI melibatkan KPK, jadi kejaksaan tidak berdiri sendiri.

“Kami ingin clean and clear, dalam rangka optimalisasi aset untuk kemakmuran rakyat NTB,” tutupnya.

edy




Pemda KLU Harus Aktifkan Kembali Satgas Covid-19 Satu Pintu

Penulis: JAHARUDIN

Kabupaten Lombok Utara (KLU) termasuk salah satu wilayah zona orange, karena itu Pemda KLU harus mengaktifkan kembali Satgas penanganan Covid-19 sistem satu pintu

lombokjournal.com ~ Komitmen Pemerintah Daerah dalam mengatasi masyarakat terdampak Covid 19 di Kabupaten Lombok Utara, harus menciptakan suasana kondisi yang bebas. Atau setidaknya menurunkan zona orange Covid-19 yang kecendrungannya meningkat.

Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Lombok Utara untuk menggerakkan kembali tim Satgas Covid 19 satu pintu, agar bekerja lebih maksimal dan tidak cukup hanya oleh satu atau dua OPD saja.

BACA JUGA: Masyarakat Sembalun Musyawarahkan Awiq-awiq Kearifan Lokal

Pemda KLU harus aktifkan Satgas

Lombok Utara saat ini telah masuk dalam fase orange. Bukan saja karena menurunnya ekonomi masyarakat, dan pula karena bertambahnya penduduk miskin. Situasi kritis yang dialami pemerintah, karena harus berjibaku melawan penyebaran virus Corona jenis baru atau dikenal dengan sebutan Novel Coronavirus.

Secara resmi virus ini oleh World Health Organization (WHO) disebut sebagai Covid-19 yang berarti “Covid” singkatan dari Corona Virus Disease, sedangkan angka “19” menunjukkan tahun munculnya virus tersebut.

Pemerintahan Kabupaten Lombok Utara sudah mengeluarkan kebijakan penanganan, seperti lockdown dilakukan untuk mencegah masyarakat berkumpul dan berkerumun di tempat-tempat publik sehingga penularan menjadi lebih berisiko. Melakukan rapid test dan Vaksin kepada seluruh penduduk.

Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendeteksi dan menguji seluruh penduduk yang berisiko terpapar Covid-19 sehingga mudah untuk penanganan segera.

Faktanya Lombok Utara termasuk salah satu wilayah zona orange, yang belum juga menurun serta menghawatirkan dan harus berjibaku dengan segala kekuatan untuk bertanding cepat dengan Covid-19.

Virus ini melaju dengan cepat, menginfeksi siapa saja yang melakukan kontak dengan orang yang suspect. Diibaratkan jaringan sosial, infeksi orang pertama akan menyebabkan orang-orang lain terinfeksi, selama mereka melakukan kontak langsung seperti bersalaman.

Pola penularan virus ini tergolong unik, dengan masuk melalui mata, hidung, telinga, dan mulut.

Pemda KLU harus aktikan Satgas

Kian hari, kasus Covid-19 semakin masif, (lihat gambar) yang diperoleh penulis sebagian bersumber dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Utara per tanggal 23 Juli 2021.

Adanya peningkatan itu mengisyaratkan untuk mengaktifkan kembali tim Covid-19 sistem satu pintu lewat Satgas. Tim Satgas Penanganan Covid-19 yang sudah di SK-kan sudah berakhir sejak 2020.

BACA JUGA: Tugu Sembalun 7 Summits Dipasang di Puncak Gunung Anak Dara

Sejak bulan Januari 2021 hingga saat ini terkesan kurang efektif. Sistim satu pintu dengan melibatkan OPD maupun unsur yang lainnya.

Selain itu pihak RSUD lebih inten lagi membuka informasi (update) data terkinian sebagai bagian dari antisipasi dan penyebaran informasi melalui media.

@ng




Sepakat Damai, Rambitan dan Ketara Serahkan Konflik ke APH

Warga desa Ketara dan desa Rambitan akhirnya sepakat damai setelah pemerintah beserta aparat penegak hukum (APH) memediasi perselisihan yang terjadi di antara kedua desa yang saling bertetangga itu.

LOTENG.lombokjournal.com ~ Bersitegang antara warga desa Ketara dengan desa Rambitan dilatarbelakangi adanya indikasi kasus penganiayaan terhadap dua orang warga Desa Ketara. Setelah melalui proses mediasi, kini kondisi di kedua desa tersebut kembali aman.

Sepakat Damai
Lalu Abdul Wahid

“Alhamdullilah berkat gerak cepat Forkopimda Kabupaten Lombok Tengah bersama Forum Pimpinan Kecamatan Pujut dengan cara memfasilitasi pertemuan para tokoh masyarakat desa Ketara dan desa Rambitan, alhamdudilillah kedua belah pihak sepakat untuk menyerahkan penyelesaian persoalan tersebut kepada pihak APH,” kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri Provinsi NTB, Lalu Abdul Wahid, saat dikonfirmasi hari ini, Senin (21/6/2021).

Abdul Wahid menyatakan bahwa masyarakat terutama tokoh-tokohnya sangat mendukung proses mediasi dalam rangka menjaga stabilitas dan kondusifitas daerah, sehingga diyakini bahwa konflik ini tidak akan berkelanjutan.

Masyarakat setempat sangat memahami bahwa pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah yang menjadi daerah pengembangan prioritas pariwisata nasional tersebut adalah peran dan menjadi tanggung jawab bersama.

“Terima kasih atas kesadaran dan kepatuhan segenap keluarga besar Ketara dan Rambitan. Kita adalah saudara,” tutur Abdul Wahid.

Demikian pula tanggapan Kepala Dinas Kominfotik Provinsi NTB, Najamuddin Amy, meminta masyarakat agar sama-sama berjuang menjaga kondusifitas daerah, terutama bagaimana masyarakat bijak dalam menyampaikan informasi.

“Jangan sampai kita membenamkan daerah kita sendiri dengan informasi-informasi yang justru menimbulkan rasa persaudaraan kita dalam satu daerah menjadi renggang, apalagi jika sampai menyebarkan hoax,” ujar Najamuddin.




Korupsi Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Definisi paling sederhana dari Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok

Nanda Safitri,mahasiswa Prodi Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Mataram

lombokjournal.com

Berdasarkan pandangan hukum dikatakan, korupsi bila memenuhi unsur-unsur: perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, dan unsur terakhir adalah merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

Suatu perbuatan dikatakan korupsi, di antaranya bila memberi atau menerima hadiah atau janji atau penyuapan,penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan dan menerima gratifikasi bagi pegawai negeri/penyelenggara Negara.

Secara umum korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi. Titik ujung dari korupsi adalah kleptokrasi (pemerintah oleh para pencuri).

Korupsi terjadi di semua Negara, baik pada Negara sedang berkembang maupun Negara maju. Banyak Negara yang mulai serius mempertimbangkan bahaya korupsi terhadap perekonomian dengan cara membentuk lembaga atau departemen yang mampu mencegah  dan mengendalikan korupsi tersebut.

Demikian pula dengan organisasi internasional yang juga turut mendirikan badan anti korupsi yang ditujukan untuk  meningkatkan kesadaran akan dampak buruk dari korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi (Huang,2015).

Umumnya korupsi paling mungkin terjadi ketika sektor publik dan sektor swasta bertemu, dan khususnya dimana pejabat publik memiliki tanggung jawab langsung atas ketetapan -ketetapan tentang pelayanan publik atau penerapan regulasi khusus.

Di sektor ekonomi, korupsi mempersulit pembangunan ekonomi dimana pada sektor privat korupsi meningkatkan biaya karena adanya pembayaran illegal dan risiko pembatalan perjanjian atau karena adanya penyidikan. Dengan demikian, korupsi juga bisa mengacaukan dunia perdagangan.

Perusahaan-perusahaan yang dekat dengan pejabat dilindungi dari persaingan,hasilnya perusahaan – perusahaan menjadi tidak efisien. Dampak negatif lainnya, korupsi telah menimbulkan distorsi pada sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat dimana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.

Banyak tulisan akademik yang memberikan kepercayaan pada kebijakan pembangunan dalam mengatasi korupsi. Berdasar teori Sheifer dan Vishny ( 1993) menyatakan, misalnya ketika sebuah proyek perlu mendapat izin dari banyak orang, dimana masing-masing mempunyai kekuasaan untuk memveto,maka biaya korupsi meningkat dan pertumbuhan ekonomi menurun.

Myrdal (1968) mengatakan bahwa pejabat yang korupsi bisa menggunakan kekuasaannya untuk menunda dan menghalangi suatu proyek sehingga dia bisa mendapatkan suap yang lebih banyak. Kruegar (1974) yang mewakili studi klasik tentang ketidakefisienan ren-seeking melalui korupsi dengan perbatasan perdagangan.Korupsi semacam itu dengan,de facto lingkungan kelembagaan akan lebih membatasi aktivitas ekonomi dari pada secara de jure.

Tetapi ada juga yang beralasan bahwa korupsi menjadi baik bagi pertumbuhan ekonomi.Lui (1985) menunjukan bahwa korupsi dapat memperpendek daftar waktu tunggu. Penundaan oleh birokrat yang memperlambat urusan bisnis menyebabkan pembisnis dan konsumen terhalangi untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan.

Pejabat yang korup dapat memanfaatkan hal ini dengan memperlancar segala sesuatu dengan suap tentunya,sehingga akhirnya mendorong pertumbuhan.

Segi positif dari korupsi menjadikan pertumbuhan maksimal di Negara-negara yang peraturannya relatif efisien karena menurunnya korupsi akan meningkatkan biaya untuk mengeliminasi semuanya,seperti kejahatan pada umumnya (Klitgaard ;1988). Penelitian terdahulu Gbewopo Attila (2008) tentang corruption, taxation and economic growth :theory and evidence.

Dalam pertumbuhan endogen, korupsi ada dua cara yaitu korupsi dalam pengeluaran publik dan korupsi dalam penerimaan publik, Korupsi bukan hanya mempengaruhi tingkat pajak tetapi dapat juga mendistorsi, yang menyebabkan tingkat pajak berlebih sehingga menggangu pertumbuhan. Lebih korupnya suatu Negara maka lebih kuat efek negatif dari pajak terhadap pertumbuhan.***