Desa ini sebetulnya tak begitu jauh dari pusat kota kabupaten. Dihitung-hitung cuma 10 kilometer. Kendaraan bermotor bisa dipacu secepat kilatan halilintar, desa itu bisa dijangkau tak sampai 15 menit. Tapi 10 tahun silam, butuh waktu 1 sampai 1,5 jam ke Desa Bentek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara itu.
Karena akses jalan ke desa itu amatlah buruk, sangat kontras dengan rata-rata desa lain di Pulau Lombok. Jangan ditanya soal telekomunikasi. Di sana, internet adalah mimpi, dan sinyal telepon seluler pasti raib.
Kini, meski jalanan belum semulus aspal Kota Tanjung, desa ini sudah bisa dijangkau dalam tempo 15 menit dari ibukota kabupaten. Ini berkat terobosan pemerintah desa Kepala Budiartha dan Kades sekarang Warna Wijaya. Desa harus punya Blog sosial media di internet.
Awalnya tak mudah. Masyarakat desanya, seperti juga Anita, tak tahu banyak soal komputer, apalagi internet. Tapi dia yakin, saran teman dekatnya pasti baik. Maka, ia tak segan minta tolong petugas warnet di kota. Ia naik motor butut berjam-jam ke warnet. Naskah buat blog itu dikirim ke adiknyaa. Kemudian mengunggahnya ke blog. Begitu terus, hingga blog itu eksis.
Pada awalnya memang sulit. Tapi Anto terus belajar, hingga ia juga paham internet. Program desa di pelosok selatan kota itu pun tersiar ke sekujur bumi. “Tapi kerja ini belum maksimal,” kata Warna Wijaya Kepala Desa Bentek. Blog itu harus dikembangkan jadi web, dengan domain sendiri.
Kebangkitan Desa
Menembus jagat maya lewat teknologi informasi kini bisa jadi semacam titik kebangkitan desa. Sejumlah desa seperti Karang Bajo, secara terbuka mengibarkan gerakan migrasi ke opensource. “Teknologi ini tengah digandrungi desa,” ujar Operator SID Anto Wijaya.
Atas dasar itulah, pada awal 2015, meluncurkan website SID desa. Ini adalah terobosan baru. Inovasi diajukan karena desa sebagai satuan pemerintahan terkecil tak dapat memakai domain go.id. Soalnya, domain go.id hanya dapat dipakai hingga level kabupaten atau kota. Benar saja, setelah peluncuran, setidaknya puluhan desa sudah registrasi. diantara 4 Desa yang ada di Kecamtan Gangga cuman Desa bentek yang Online sisanya Offline. “Kami berharap semua Desa di KLU di Onlinekan Agar semua Informasi bisa diakses ,” katanya.
Belajar dari Karang Bajo, penggunaan teknologi opensource bisa memperbaiki tata kelola layanan pemerintahan. Mereka bisa mengeksplorasi sistem pemerintahan secara online (e-village) tanpa perlu dana besar yang menguras anggaran desa. Dampak lain, warga jadi keranjingan menulis. Tulisan atau berita tentang desa pun mengalir ke berbagai situs dalam menjelajahi lawatan desa, warga segera mengunggah sepotong artikel.
Kebiasaan memakai internet juga menunjang sistem administrasi kantor bebas kertas (paperless). Mereka mulai menginisiasi pengiriman undangan dengan email. Tentu, lebih hemat ongkos, dan lebih banyak pohon selamat dari mata gergaji.
djn elzabar
PR 100 Hari KLU, Menuntaskan Soal Tenaga Kontrak
TANJUNG – lombokjournal.com
Waktu itu hari Jum’at, bulan Februari tahun lalu, di Dusun Ancak Desa Karang Bajo Kecamatan Bayan, dukungan terhadap Wakil Bupati (saat itu) Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH mengkristal dalam pengukuhan “Batur Najmul” di kecamatan yang diprediksi didominasi pemilih Bupati (waktu itu) Djohan Samsu. Di antara massa yang sangat bersemangat, sebutlah ‘Saprin’ meski bukan dari Bayan, datang memberi dukungan. “Dulu Ustadz Najmul idola saya. Saya pendukungnya, tapi saya tidak diperpanjang dari tenaga kontrak,” katanya.
Bupati H Najmul Akhyar; Banyak tenaga kontrak tidak bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi
Saprin hari Senin (16/5) lalu, termasuk salah satu tenaga kontrak yang tidak diperpanjang yang ikut berunjuk rasa di Kantor Bupati Kabupaten Lombok Utara (KLU). Memang ia tidak termasuk yang melakukan aksi pelemparan atau ikut membakar seragam coklat di depan pintu masuk Kantor Bupati.
“Tapi seandainya saya rusuh, saya tidak mikir panjang pasti ikut merusak apa saja,” katanya kelihatan kesal.
Dialog antara Wakil Bupati KLU, Sarifudin, Sekda Suardi, dan Asisten I Kholidi Halil, serta Asisten III Zulfadli di ruangan bupati dengan 10 orang wakil pengunjuk rasa di ruang Bupati, kabarnya mengakomodir tenaga kontrak yang sudah lama mengabdi sebelum tahun 2015. Ini sesuai janji Pemkab Lombok utara, tenaga kontrak yang sudah lama mengabdi akan dipertahankan,
Tapi bagi Saprin, juga banyak tenaga kontrak lainnya, meski akan dilakukan kajian dan pada bulan Agustus kembali dievaluasi untuk mengakomodir yang belum diperpanjang termasuk soal pembayaran gajinya, kepercayaan itu mulai surut.
Sebagian tenaga kontrak yang ikut berunjuk rasa itu mengatakan, baik Wakil Bupati, Sekda maupun pejabat lainnya tetap tidak memberi ketegasan usai pertemuan.
Kepentingan Politik
Hingga kini jumlah tenaga kontrak Pemkab Lombok Utara (KLU) jumlahnya lumayan menyedot anggaran, karena jumlah yang mencapai sekitar 1633 orang itu sedikitnya harus dibayar Rp850 ribu per bulan.
Disorot ada kepentingan politik
Sebelum berlangsungnya Pilkada, Pejabat Bupati Lombok Utara, Ashari, sudah menyoroti pengangkatan tenaga honorer di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Lombok Utara.
Waktu itu dikatakannya, hampir tiap SKPD tak memperhitungkan, darimana penganggarannya dan apa kompetensi tenaga kontrak itu. Menjelang pilkada, seolah-olah tiap SKPD ramai-ramai menarik tenaga kontrak.
“Ini untuk memenuhi tuntutan volume kerja, atau hanya kepentingan politik,” kata Ashari waktu itu.
Jadi sudah ada asumsi, tenaga kontrak yang diangkat itu berkolerasi dengan dukungan politik. Tapi sayangnya, meski telah dilakukan sidak, tidak ada keputusan tegas tentang nasib tenaga kontrak.
Baru setelah hajatan pilkada usai, Pemprov NTB mengharuskan kabupaten mengevaluasi tenaga kontraknya. Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Bupati Lombok Utara H. Najmul Akhyar menegaskan akan melakukan evaluasi. “Banyak tenaga kontrak tidak bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi),” kata Najmul, bulan Maret lalu.
Dan apakah yang tetap bertahan melanjutkan kontraknya benar-benar memenuhi kompetensinya untuk memaksimalkan tugas pokok dan fungsinya.
Pekerjaan rumah (PR) terkait sekitar276 tenaga kontrak yang tidak diperpanjang, memang bukanlah pekerjaan besar. Namun bisa menjadi batu sandungan reputasi kesederhaan serta kedekatan Bupati Najmul Akhyar dengan masyarakat KLU.
H NAJMUL AKHYAR DAN ISTRI; Kesederhanaan dan kedekatannya dengan masyarakat
Apalagi kalau tenaga kontrak yang tidak diperpanjang itu, ternyata merupakan orang-orang yang selama ini dekat dengan bupati sebelumnya. Tantangan yang harus segera dilakukan adalah melakukan ‘rekonsiliasi’ dengan mengandeng seluruh elemen kekuatan sosial politik di KLU.
Itu bisa dimulai dengan menyelesaikan PR tenaga kontrak dengan cara lebih berdaya guna.
SK
Orchestra Anak-anak Dari Kota Kumuh, Alat Musiknya Dari Tumpukan Sampah
Hanya satu hal yang selalu dikenal dari kota kecil Cateura, yaitu kota yang menjadi lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah terbesar di Paraguay. Warga di kota Cateura punya ungkapan menarik, “sampah seseorang adalah harta bagi orang yang lain”. Ya, maksudnya kira-kira, umumnya penduduk kota ini menghabiskan hari-harinya menjadi pemulung sampah, siapa tahu akan menemukan sesuatu yang berharga.
Kemiskinan Kota Cateura membuahkan banyak aksi kekerasan, narkoba dan penyalahgunaan alkohol. Dan geromobolan atau geng di kota itu, makin memperburuk reputasi Cateura. Kota yang mengesankan bagi siapa pun, jauh dari rasa aman.
Dengan tekun anak-anak itu menghabiskan waktunya belajar memainkan alat musik.
Ya, di tengah situasi yang buruk, selalu muncul ‘harapan’. Sepotong harapan itu adalah berupa anak-anak yang sungguh-sungguh belajar bermain orchestra dengan instrumen atau alat-alat musik yang dibuat dari barang-barang bekas yang dikorek dari tumpukan sampah.
Semua itu bermula sepuluh tahun yang lalu. Favio Chavez, aktivis lingkungan yang dipekerjakan dalam proyek pengelolaan sampah, memiliki ide yang cemerlang. Saat itu salah satu pekerjanya, Nicolás Gómez, menemukan barang bekas yang menyerupai biola.
Gomez membawa barang itu dan menunjukkan kepada Chavez yang dikenalnya sebagai pencinta musik. Dari situlah Chavez mendapat gagasan. Keduanya bergegas untuk membuatnya menjadi sebuah biola, benar-benar biola nyata untuk bermain musik.
FAVIO CHAVEZ ; memanfaatkan ketrampilan pertukangannya untuk membuat biola
Mereka kemudian mengorek-ngorek tumpukan untuk menemukan barang lain yang dibutuhkan. Usaha itu tidak sia-sia, mereka menemukan beberapa string. Kemudian mereka memanfaatkan ketrampilan pertukangannya untuk membuat biola.
Berikutnya membuat cello dari tempat minyak yang hamper usang, drum dari beberapa tempat atau pembungkus film x-ray yang dibuang. Untuk membuat seruling tidak sulit, karena dari tumpukan sampah itu banyak ditemukan buangan pipa bekas.
Beberapa alat pun selesai dibuat. Tapi kedua pekerja lingkungan itu mulai bertanya-tanya, apakah sebuah orkestra bisa dimainkan dengan menggunakan alat-alat musik buatan tangan?
Bukan hanya itu. Mereka semula juga ragu-ragu, bahwa anak-anak lokal di di Cateura dikenal mempunyai reputasi menggemari aksi kekerasan. Apakah anak-anak itu bisa tertarik, atau barangkali terlalu sibuk karena hanyut dengan kebiasaan berbahaya mengikuti reputasi kota Cateura.
Chavez dan Gomez mengesampingkan kemungkinan yang membuat pesimistis
Bermula dari menemukan barang bekas yang menyerupai biola.
itu. Mereka bertekad gagasan itu harus terwujud. Akhirnya diputus mencari pelatih musik. Tapi itu tidak sulit, sebab di Paraguay banyak ditemukan musisi potensial.
Dan melalui usaha yang tidak mudah akhirnya terbentuklah kelompok orchestra. Namanya, Recycle Orchestra From Cateura, atau Orchestra Daur Ulang dari Cateura telah lahir.
Film Kreatif
Kini ratusan anak-anak dari kota Cateura yang miskin itu telah menjadi bagian dari orchestra.Dengan tekun anak-anak itu menghabiskan waktunya belajar memainkan alat musik. Ternyata anak-anak dari daerah berbahaya itu bisa patuh mengikuti petunjuk pelatih musiknya. Anak-anak itu memutuskan memilih menjadi bagian dari tim orchestra. Menghentikan kebiasaan menghabiskan waktunya di jalanan.
Chavez mengorbankan hampir seluruh waktunya untuk membangun tim orchestra. Sedikitnya ia menampingi anak-anak itu selama empat tahun terakhir.
Dan jerih payah Chaves, tentu bersama Gomez, telah terbayar. Anak-anak yang memainkan alat musik dari tumpukan sampah itu, berhasil melakukan perjalanan tur musiknya ke seluruh dunia.Mereka juga mampu memainkan musik klasik, dan tiket pertunjukannya selalu terjual habis. Ini sekaligus membuktikan pada dunia, mereka bisa memainkan music sama baiknya meskipun tanpa instrumen eklektik.
Sebuah perusahaan rumah produksi, membuat film dokumenter tentang prestasi anak-anak itu. Apa yang mereka telah capai, dan bagaimana anak-anak itu mengatasi berbagai kendala yang dihadapinya.
Film ini berjudul TPA Harmonic dan memiliki video teaser yang ditonton lebih dari 3 juta pemirsa. Perusahaan rumah produksi itu juga memulai kampanye Kickstarter untuk pengumpulan dana pembuatan film berikutnya. Sekarang perkembangan tentang anak-anak itu, tim orkestra, maupun tantangan mereka menghadapi komunitasnya, terus di-update.
Sungguh menakjubkan hasil yang ditemukan sepuluh tahun yang lalu, di sebuah tempat pembuangan akhir (TPA) sampai. Bisa dikatakan, Gomez dan tentu yang terutama Chavez, telah membantu mengubah kehidupan musisi muda menyongsong masa depannya..
Roman Emsyair
Seni Daur Ulang Kertas, Hobi Yang Mendatangkan Duit
MATARAM – lombokjournal
Jangan remehkan remehkan kertas yang berceceran di jalan atau tong sampah. Kumpulkan, rendam jadi bubur kertas, dan limbah kertas itu pun bisa jadi kerajinan bernilai ekonomi tinggi. “Dan siapa pun bisa menjadi pengrajin limbah kertas,” kata Theo Setiady Suteja, Rabu (4/5), yang dikenal sebagai penggerak paper recycle art.
Di salah satu kompleks perumahan di lingkungan Penghulu Agung, Ampenan yang lokasinya tidak jauh dari pantai, anda akan menjumpai rumah dengan bentuk yang mudah dibedakan dari rumah-rumah di sekitarnya. Sebagaimana umumnya bangunan di kompleks, rumah itu tak terlalu luas.
THEO SETIADY SUTEJA : Kalau anak-anak yang semula pengangguran itu disibukan membuat kerajinan, potensi agresifnya beralih produktif
Namun kalau masuk ke dalam rumah yang disulap menyerupai kafe itu, kita akan terpukau. Ruang yang tertata dengan apik, dan interiornya terkesan ‘sangat seni’. Selain itu, disana-sini betebaran barang-barang kerajinan yang menyerupai kerajinan berbahan batu cadas. Dinding rumah pun dilapisi ‘batu’ yang mengesankan betapa rumit cara pengerjaannya.
Tentu, itu bukan batu. Tapi semuanya berbahan limbah kertas, yang melalui tangan trampil Theo Setiady Suteja bisa mengelabui mata kita seolah-olah merupakan bentuk pahatan batu cadas yang artistik. Dan sekedar informasi, bahan kertas itu bila sudah mengering juga tahan banting, tak mudah rusak terkena air, bahkan dalam percobaannya tidak mudah terbakar.
“Saya memulai semuanya sebagai hobi, tapi sekarang sudah bisa mendatangkan duit,” kata Setiady yang pernah memamerkan karya-karnya dalam ajang pameran teknologi tepat guna di Taliwang, Sumbawa Barat, baru-baru ini.
Peduli Lingkungan
Theo Setiady Suteja datang ke Lombok tahun 2010. Pria kelahiran Gianyar Bali ini sempat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati, Bali. Sebagaimana orang yang memiliki semangat wiraswasta, ia mengaku tak terlalu menekuni bangku kuliah. Malah ia justru menekuni bakat yang diwariskan orang tuanya sebagai juru masak. Hingga kini, di Bali Theo memiliki usaha catering yang lumayan maju.
“Saya harus bolak balik Lombok-Bali,” tuturnya.
Kedatangannya ke Lombok semula ikut membantu membenahi bisnis keluarganya, mengelola distributor perusahaan Bir Bintang. Itu dijalaninya mulai tahun 2010 hingga tahun 2014, mendistribusikan Bir Bintang ke seluruh penjuru NTB. “Saya sekarang sudah istirahat dan menikmati hidup di Lombok,” kata pria berumur 54 tahun ini.
Lombok, menurut Theo, merupakan daerah berkembang yang menawarkan banyak peluang. Sebagai daerah yang mulai mengembangkan industri pariwisata, banyak kesempatan yang bisa dimanfaat warganya yang kreatif.
Theo mencontohkan dirinya, memulai dari hal sederhana, memanfaatkan hobinya mengolah limbah kertas menjadi kerajinan yang bisa dipasarkan melalui agen-agen perjalanan. “Sering rumah ini kedatangan wisatawan, selain menikmati privacy sambil makan siang atau malam hari, ada juga tamu itu yang memesan kerajinan limbah kertas,” kata Theo.
Patung pun dari bahan kertas
Dikatakan Theo, membuat kerajinan dari limbah kertas itu juga bagian upaya mengatasi sampah yang hingga kini menjadi persoalan Kota Mataram. Kertas pembungkus belanjaan di pasar, bekas bungkus jajan anak-anak atau sejenisnya, tak harus dibuang memenuhi tong sampah. Kegiatan paper recycle art yang dilakukannya saat ini, limbah kertas itu bisa lebih dimanfaatkan menjadi wujud yang produktif.
Rumahnya sendiri yang disebutnya “The Griya Lombok” sudah diubahnya menjadi pondok kreatif. Di rumahnya tidak jarang kedatangan kelompok mahasiswa untuk mengikuti workshop kerajinan dari bahan limbah kertas. Itulah sebabnya saat ini mahasiswa sudah tertarik membuat souvenir atau piala dari limbah kertas.
Theo sudah beberapa kali berbicara di IAIN Mataram dan Universitas Mataram dalam seminar, menyampaikan materi kemandirian dan kewirausahaan. Ternyata itu menarik miat mahasiswa, yang mulai belajar memanfaatkan potensi di sekitar ligkungannya.
Peran Pemerintah Daerah
Meski selama ini Theo dalam menjalankan aktivitasnya tak pernah minta bantuan pemerintah setempat, tapi peran pemerintah daerah dibutuhkan untuk mendorong industri kreatif yang berbahan dasar limbah. Banyak yaqng diperoleh manfaatnya dari kegiatan itu. “Bisa menekan pengangguran, mengatasi persoalan lingkungan, dan kalau berkembang juga berpotensi menjadi sumber PAD,” ujar Theo.
Ada hal penting yang sekarang menjadi perhatian Theo, anak-anak muda pengangguran bila diarahkan menggeluti kerajinan dari bahan-bahan bekas – bisa dari kertas, plastik atau limbah lainnya – langsung atau tidak langsung bisa mengatasi sebagian masalah sosial di kota.
“Ini bisa jadi pintu masuk revolusi mental. Kalau anak-anak yang semula pengangguran itu disibukan membuat kerajinan, potensi agresifnya beralih produktif,” kata Theo.
Karena itu, Theo mempunyai cara untuk melibatkan masyarakat. Misalnya kalau ada yang mendapat ordes kerajinan limbah kertas itu, kita bisa hitung berapa limbah kertas yang dibutuhkan, dan masyarakat bisa mencari bahannya kemudian saya bisa melatihnya,” katanya.
Dengan cara itu, ada da manfaat yang bisa diperoleh, selain berlangsung transformasi ilmu juga sekaligus mengatasi masalah sampah di banyak tempat.
“Hal-hal seperti ini pemerintah daerah harus memberi perhatian,” ujar Theo.
Suk
Hanya Bersepeda, Guru Ini Membawa Perpustakaan Kelilingnya Melawan Buta Huruf
Guru ini mengendarai sepedanya, menembus desa ke desa. Dengan satu-satunya kendaraan yang dimilikinya itu, ia membawa perpustakaan kelilingnnya untuk desa-desa di Afghanistan. Di desa-desa Afganistan tak ada perpustakaan, tidak sekolah sekolah, dan tentu tidak ada toko buku.
Saber Hossesi , nama guru itu, benar-benar bisa dijadikan teladan. Berkat dedikasinya sebagai pendidik, ribuan anak-anak di desa-desa terpencil, bisa menikmati kesempatan istimewa, membaca buku. Seni mengajar adalah membantu anak didik ‘menemukan’ sesuatu yang tak mungkin didapatkannya bila tak ada guru yang penuh dedikasi, itu kata seorang ahli pendidikan.
ANAK-ANAK DESA : mereka sama sekali belum pernah belajar membaca atau menulis. sama sekali belum pernah. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi
Dan mungkin mungkin itu hanya berlaku bagi seseorang yang ingin berbuat lebih baik untuk masa depan bangsanya. Itulah yang dilakukan guru di Afghanistan, Saber Hosseini..
Tiap akhir pekan, guru penuh rasa cinta pada anak-anak desa yang sebagian besar buta aksara itu, membebani sepedanya dengan buku-buku, berkeliling menerobos ke desa-desa yang tidak memiliki sekolah.
Hosseini menggunakan buku catatan untuk melacak buku-buku yang telah dipinjamkannya. Kemudian menawarkan yang baru kepada peminjam itu bila sudah mengembalikan bukunya.
Hosseini benar-benar telah merubah satu-satunya sepeda yang dimilikinya, menjadi perpustakaan keliling!
Waktu ditanya wartawan, Saber Hossein mengatakan:
“
Banyak anak-anak yang sebenarya cukup tua, seandainya ada kesempatan bersekolah sudah duduk di bangku kelas empat atau kelas lima. Dan mungkin bagi anda agak mengejutkan, bahwa mereka sama sekali belum pernah belajar membaca atau menulis. sama sekali belum pernah. Seharusnya tidak boleh terjadi.
”
Sepanjang tujuh bulan sejak ia menjalankan ‘perpustakaan keliling’dengan sepedanya, koleksi buku yang dibawanya semula hanya 200 buku, kini bertambah menjadi 3500. Hossein mengatakan. Kalau toh perpustakaan sepedanya terus berjalan, semata-mata karena ia sanagt menikmati apa yang dikerjakannya.
(Rayne Qu)
MUSSAGAR HUSEN, Mendorong Masyarakat Mandiri Mengurus Kesehatannya
MUSSAGAR HUSEN, bisa disebut salah satu praktisi akupreser dan pengobatan alternatif di Lombok yang mumpuni. Lebih dari dua puluh tahun menggeluti pengobatan alternatif, tapi justru tidak betah membuka klinik pengobatan. “Saya ingin melatih masyarakat tentang pengobatan alternatif, agar bisa mandiri mengatasi masalah kesehatannya,” katanya.
Dibesarkan di lingkungan pesantren, pria kelahiran 1968 asal Desa Pegataman, Singaraja, Bali ini punya pandangan sendiri terkait penghobatan. Kalau di rumah sakit, atau di ruang praktik dokter, makin banyak pasien datang berarti para dokter gagal menyehatkan masyarakat.
Mengajak masyarakat bisa mengobati diri sendiri
“Para dokter atau praktisi pengobatan alternatif seharusnya mendorong masyarakat bisa mengobati dirinya sendiri,” kata Mussagar ketika bicara dengan Lombok Journal.Com, hari Selasa (3/5).
Mengorganisir Pemulung
Tahun 1989 Mussagar tamat SMA di lingkungan pesantren Al Sidiqi Putra di Jember, jawa Timur yang dipimpin Kyai Ahmad Sidiq (almarhum, yang pernah menjadi Rois A’am PBNU). Lepas dari Al Sidiqi langkah kakinya membawanya ke pesantren Pabelan , Muntilan, Jawa Tengah, belajar di Institut Pengembangan Masyarakat.
Di tempat inilah ia mendapat pengaruh yang mewarnai cara berpikirnya di kemudian hari. Mussagar banyak belajar dari tokoh-tokoh yang saat itu banyak dikenal masyarakat luas. Seperti Dawam Raharjo, Gus Dur, Cak Nur (Nurcholis Majid) atau Emha Ainn Najib. Dari Cak Nur ia belajar tentang Islam transformatif, sedang Emha Ainun Najib mengajarinya ‘teater rakyat’ yang berorientasi pada penyadaran masyarakat.
“Dari Pabelan saya mulai belajar memahami konsep-konsep pengembangan masyarakat,” tutur Mussagar.
Sekitar tahun 1990-an, usai belajar di Pabelan, Mussagar hijrah ke Jakarta bergabung dengan Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Di tempat ini ia belajar banyak dari tokoh NU progresif, Masdar Mashudi. Ia mulai langsung terjun dalam aktivitas pengembangan masyarakat.
Di kampung Awi Luar, Cibeureum, Jawa Barat, Mussagar mengoranisir pedagang mendong (tikar). Bukan hanya sebagai fasilitator dalam diskusi, tapi ia langsung ikut bergabung dengan para pedagang tikar. Beberapa tahun ia bergelut dengan dunia pengrajin tikar.
“Saya sering mengangkut bertruk-truk tikar bersama pedagang, memasarkan tikar ke Jakarta. Waktu itu saya hapal hampir semua gang di Jakarta,” cerita Mussagar.
Setelah beberapa tahun di Jawa Barat, ia kembali ke P3M di Jakarta dan harus terjum kembali mengorganisir masyarakat. Kali ini ia mengorganisir para pemulung di Cakung, Cilincing. Di komunitas baru ini ia sempat membuka lapak sampah bersama para pemulung.
Di komunitas pemulung ini Musagar bisa belajar dari Bambang Sulistomo (putra Bung Tomo) yang saat itu juga aktif mengorganisir pemulung, antara lain mempelopori terbentuknya koperasi para pemulung. Tapi kegiatan bersama pemulung itu tidak berlanjut, karena pembuangan sampah dipindahkan ke Bantar Gebang.
Kesehatan Mandiri
Tahun 1994, Mussagar mulai hidup di Lombok. Setelah beberapa saat bergabung dengan LSM di Lombok, ia mendapat kesempatan belajar pengobatan alternatif di Yayasan Sidowayah, Jakarta Selatan. Mussagar mengaku beruntung bertemu dengan Putu Oka Sukantha, pakar akupresur dan pengobatan herbal.
“Dari pak Putu, saya pertama kali mulai mengenal pemijatan simpul-simpul syaraf, dan membuat obat-obatan herbal,” kata Mussagar.
Di Sidowayah, Mussagar belajar pengobatan alternatif (pijat dan ramuan herbal) hingga tingkat trampil. Bagi Mussagar yang mempnyai pengalaman dalam pendampingan masyarakat, cocok denngan konsep kesehatan dari Sidowayah yang benar-benar berorientasi ke masyarakat. Konsep yang mendasarinya, masyarakat harus bisa sehat dengan keampuannya sendiri.
Mengenalkan bahan-bahan herbal untuk pengobatan
“Masyarakat harus dibekali pengetahuan kesehatan, agar mereka bisa mengaktualisasikan kemampuan dirinya, setidaknya bisa mengobati diri sendiri,” kata Mussagar.
Konsep kesehatan masyarakat itu yang hingga kini menjadi sandaran Mussagar dalam praktik pengobatannya. Memang sempat ia membuka klinik pengobaan bersama beberapa temannya, tapi ia mengaku tak betah. Menurutnya, makin banyak pasien yang datang berarti mengindikasikan kegagalan membuat masyarakat mandiri mengurus kesehatannya.
Karena itu, Mussagar saat ini memilih untuk melatih kelompok di masyarakat, membekali mereka mengerti cara melakukan akupresur dan membuat ramuan herbal. Ia pernah bekerja sama dengan PT Newmont Nusa Tenggara melalui Comdev (community development), untuk melatih 30 orang penduduk sekitar tambang. Bahkan Mussagar juga pernah dikontrak selama 10 hari oleh perusahaan piranti komputer di Malaysia, untujk melatih karyawannya.
“Dengan ijin Allah, saya bisa mengatasi penyakit darah tinggi, kolesterol, kencing manis, hepatitis atau penyakit lainnya. Tapi saya lebih senang kalau masyarakat bisa mehami bagaimana membuat dirinya sendiri sehat,” tuturnya.
Teknik pengobatan akupresur (memijit simpul dengan tangan) dan ramuan herbal, yang sudah dikenal di Cina ribuan tahun yang lalu, ternyata tak kalah dengan pengobatan modern. Di kalangan pengobatan alternatif akupresur, tidak dikenal nama-nama penyakit. Yang diketahui, tubuh sedang mengeluh dan bermasalah, karena itu harus ditangani. “Akupresur mengembalikan kekuatan daya tahan tubuh,” kata Mussagar.
Belajar mengobati dan membuat klinik
Kini ia memperdalam pengetahuan pengobatannya dengan konsep Islami ‘tehibun nabawi’. Pengobatan yang disunahkan Rasul Muhammad itu, antara lain dengan metode ‘bekam’, atau menggunakan bahan-bahan halal yang berkhasiat seperti air zam-zam, minyak Zaitun atau habatus saodah. Dengan pengobatan bekam itu, kisahnya, ia pernah ikut turun dalam pengobatan masyarakat yang kena bencana, Misalnya waktu banjir Sembalun, ia turun bersama 20 orang membekam sekitar 500 orang. Demikian juga waktuterjadi gempa di Lombok Utara.
Dengan konsep pengobatan Islami itu, Mussagar juga lebih leluasa terjun ke pondok pesantren. Hingga kini ia sudah melatih santri-santri di pondok pesantren Haramain di Narmada, Al Ihklas dan Nurul Jannah di Ampenan. Ia melatih santri-santri itu untuk trampil mijat, bekam, dan di pesantren itu mereka membuka klinik pengobatan.
“Sesungguhnya, tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan,” pungkas Mussagar.
Ka-eS
MUSLIM ITU TERORIS?
| oleh hqanon
lombokjournal
Semua teroris itu Muslim? Atau semua Muslim adalah teroris? Nah, sekarang saatnya kalangan konservatif Barat harus membuka mata, membaca, dan menggunakan akal sehatnya. Tidak semua Muslim itu teroris. Ya, setuju namun bahkan jumlahnya tidak mendekati dengan apa yang banyak disangkakan orang (Barat).
Faktanya, dalam lima tahun terakhir, semua serangan teroris di Uni Eropa ternyata kurang dari 2% yang terkait “motivasi agama”. Ada 738 serangan teroris di Eropa antara tahun 2011 dan 2014. Ternyata hanya delapan yang terinspirasi oleh agama.
Sebuah analisis dari “The ThinkProgressive” mengungkapkan angka-angka yang mengejutkan tapi nyata bagi pihak Barat dan para tokoh konservatif untuk direnungkan:
Di tahun 2013, ada 152 serangan teroris di negara-negara Uni Eropa. Hanya ada dua dari jumlah itu yang termotivasi agama. Di tahun 2012, ada 219 serangan teroris di negara-negara Uni Eropa. Hanya enam dari keseluruhan aksi teroris itu yang terbukti termotivasi agama. Bahkan di tahun 2011, tak satu pun dari 174 serangan teroris di negara-negara Uni Eropa yang berafiliasi atau terinspirasi oleh organisasi teroris.
Di tahun 2010, ada 249 serangan teroris di negara-negara Uni Eropa. Tiga dari mereka dianggap oleh Europol yang dekat dengan organisasi bernafas Islam. Pada tahun 2009, dari 294 serangan teroris di negara-negara Uni Eropa, hanya satu yang terkait dengan militansi Islam.
Pembantaian Charlie Hebdo yang mengejutkan itu menjijikkan dan menebar horor di seluruh dunia. Namun, dalam luapan solidaritas dan kecaman global atas kekejaman itu, faktanya begitu sedikit dari serangan teroris di negara-negara Uni Eropa benar-benar terkait dengan militansi Islam. Mayoritas tindakan teroris di Uni Eropa, pada kenyataannya, dilakukan oleh organisasi separatis.
Ada beberapa fakta yang lebih mengejutkan – menurut sebuah studi FBI, antara tahun 1980 dan 2005, lebih banyak aksi terorisme dilakukan kelompok Yahudi di Amerika Serikat daripada (dilakukan kelompok yang berafiliasi) Islam (7% vs 6%)
Charles Kurzman, seorang profesor sosiologi dari University of North Carolina, menyebut Muslim Amerika hannyalah “ancaman sangat kecil untuk keselamatan publik”.
Dalam laporan terbarunya yang berjudul Terorisme Muslim-Amerika di tahun 2013, Charles menyatakan, “Amerika Serikat menderita sekitar 14.000 pembunuhan di tahun 2013. Sejak 9/11, terorisme Muslim-Amerika mengklaim 9(bertanggung jawab atas) 37 jiwa di Amerika Serikat, dari lebih dari 190.000 pembunuhan selama periode ini”.
Jadi mengapa selalu menuduh serangan militan Islamis, penyebab ‘bencana besar’? Karena politisi (Barat), aparat penegak hukum, dan korporasi media hanya menyoroti serangan dengan motivasi agama karena lebih bernuansa politis.
Islam radikal di Eropa jelas ancaman. Tapi itu bukan bahaya eksistensial, itu hanya ciptaan beberapa xenofobia (terhadap Islam).
penerj.Roman Emsyair
Puisi, Cara Perempuan Nigeria Mengubah Hidup
Caelainn Hogan|
Dalam ajang kompetisi Deklamasi kritik di Lagos, Oyinkansola mengunngkapkan kasus korupsi dan ketimpangan distribusi dari ‘kue nasional’ [Caelainn Hogan / Al Jazeera]lombokjournal.com
Ia mematut dirinya dengan setelan celana panjang morif biru, berdiri tegak. Saat giliran tampil ke panggung, dia melepaskan sepatu, maju bertelanjang kaki.”Kue negara, segelintir orang mendapat bagian paling banyak, dan banyak lainnya tidak mendapat apa-apa,” teriaknya memprotes kasus korupsi dan ketidakadilan di negaranya. Satu tangannya diangkat tinggi-tinggi.
“Kue negara dibagi dengan cara tidak pantas. Segelintir mendapat 99, banyak orang mendapat sisanya,” teriaknya.
Oyinkansola Adesewa Oyeyiola-Ourias, yang dipanggil Oyinkansola, sudah menulis puisi sejak berumur 5 tahun. Ia tampil dalam lomba deklamasi di Lagos, dan bersaing dengan seniman perempuan lainnya.
Titi Mabogunje, penyair perempuan muda lainnya mengatakan, pertunjukan deklamasi membuatnya “berani”, dan ia memenangkan lomba deklamasi yang pertama. Sekarang ia menjadi mentor cara berdeklamasi untuk remaja di Lagos.
Tahun lalu, seorang gadis 14 tahun bernama Ibukun Ajagbe menjadi pemenang lomba, dan penonton mengapresiasinya dengan ‘standing ovation’.
“Puisi menjadi media menyuarakan semua beban pikiran kami tentang ketidakadilan,” kata Oyinkansola, yang didukung sejumlah perempuan ketia ia berdeklamasi. “Kami menggunakan puisi untuk mengubah hidup, untuk menyampaikan pesan.”
Mestinya Negara Kami Tidak Seperti Ini
Seniman muda yang bersemangat itu tinggal di rumah dengan jalan masuk yang terjaga keamanannya, di lingkungan yang jauh dari tetangga di.Lagos, dekat stasiun bensin yang kerap kekurangan stok bahan bakar.
Di ruang tamu, ia membanggakan karyanya: lukisannya, ia telah menerbitkan buku puisi pertamanya ketika ia masih berusia delapan tahun. Dia meletakkan motif kain berwarna-warni, yang baru dicelupkan lilin. Beberapa pakaiannya didesain dan dijahit oleh penjahit lokal
Ia mengaku terinspirasi penyair Nigeria Wole Soyinka dan John Lada Clark.
Melalui internet ia bisa berhubungan dengan penyair lainnya, dan membuatnya punya ide-ide penelitian. Di teleponnya, yang selalu mengikuri seri terbaru, ia membuat video pertunjukan puisinya yang diperlukannya untuk memasuki kompetisi berikutnya. Melalui Facebook dan Whatsapp, ia terus berkonsultasi dengan mentornya dan berhubungan dengan komunitas seniman muda lainnya.
“Saya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya,” katanya ketika ditanya bagaimana dia berhasil mengejar bermacam-macam minatnya
Dia mendaftar semua targetnya; menjadi perancang busana, memiliki program TV sendiri, untuk menggapai sukses sebagai seorang penyair. “Saya diberitahu harus menunggu sampai aku dewasa,” kata dia
.”Negara kami mestinya tidak seperti ini.negara kami mestinya lebih maju. Jadi saya tidak berpikir mereka yang memerintah kami itu baik. Kami harus pergi ke internet untuk mendapatkan pendidikan, belajar bagi diri kami sendiri,” katanya.
Setelah berusia 18, ia berencana serius memasuki kancah politik, dan mungkin maju sebagai calon dalam pemilihan lokal.
“Aku belum berkuasa,” katanya. “Namun berkuasa atas diri kami. Kami tidak mengharapkan terjadi keajaiban, tapi harus melakukan sesuatu untuk mewujudkan keajaiban. Saya berharap bahwa presiden baru dan pemerintah dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, terutama bagi orang-orang muda. ”
Dalam pemilu terakhir Nigeria, orang-orang muda dikerahkan di seluruh negeri, itu sebabnya ia berpikir untuk terjun ke kancah politik sendiri.
‘Mimpi Yang Terbunuh’
Berita utama internasional tentang Nigeria sering membatasi cerita hanya tentang korban atau kontak senjata. Tapi mengesampingkan nasib perempuan dan anak-anak yang diculik dari Chibok, mereka menjadi korban mutilasi dan perdagangan manusia.
Penculikan anak perempuan di Nigeria utara banyak dipengaruhi Boko Haram. Dan Oyinkansola, bermukim di metropolitan Lagos. Dia menunjukkan lukisan catnya, penafsiran surealis dari hutan Sambisa, tempat persembunyian Boko Haram. Disana didengarnya berita tentang tiga orang dalam jubah berkerudung yang diculik.
“Bagaimana andai aku di posisi mereka, “katanya.”Aku merasa mereka sebagai saudara saya, sedarah dengan saya. Saya yakin mereka juga memiliki talenta kreatif. Tapi mimpi mereka telah terbunuh. ”
Kekerasan terhadap perempuan,diskriminasi pendidikan perempuan, merupakan masalah bagi penyair perempuan. Tapi perempuan dikecam karena kalau banyak bicara tentang segala sesuatu, mulai kuatnya pengaruh keluarga hingga stres karena pacar, dari korupsi politik hingga tren media sosial.
Oyinkansola mengkritik bagaimana TV mencitrakan perempuan. Ia justru terinspirasi perempuan yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari, perempuan kantor yang berangkat kerja dengan kemeja seragamnya, juga para wanita pasar dengan tangan yang kuat.
“Perempuan sebenarnya mempunyai visi,” katanya. “Mereka memiliki visi.”
Ia berjalan meninjau beberapa sekolah umum yang atapnya hampir runtuh. Dan ia mendengar sejumlah sekolah tak punya buku pelajaran. Di sekolahnya sendiri, dia adalah satu-satunya gadis yang memilih jurusan seni. Teman-teman sebayanya sering mengoloknya tentang itu. Tapi seni merupakan mata pelajaran yang dicintainya
Puisi Memberi Banyak Informasi
Ibunya, Lola Olayinka, seorang ‘single parent’ yang tutur katanya lembut, sehari-hari bekerja jual beli jam tangan, tas dan sandal. Ayah Oyinkansola menganggur selama bertahun-tahun. Dia kasar, kadang-kadang memukuli ibunya, bahkan juga neneknya.
“Sejak saya kecil, ayah tidak selalu ada untuk kami, dia tidak mendukung kami,” kata nya “Ibulah yang membiayai sekolah saya,” kenang Olayinka
Ibunya mendukung Oyinkansola berkesenian sepenuh hati, sebagaimana ia pernah menjadi gadis yang kreatif. Dia masih menulis puisi sampai sekarang. “Tapi dia menyembunyikan nya!” Oyinkansola tertawa.
“Saya seorang mahasiswa yang punya ilmu, tapi saya tak punya motivasi. Aku memberikannya semua yang diberikan orang tua saya sendiri,” kata Lola. “Saya punya peluang tapi saya mandeg di tengah jalan.”
Ketika Oyinkansola pulang sekolah dengan banyak cerita di notebooknnya, Lola mengakui, semula ia mengkhawatirkan putrinya mengabaikan pelajaran di kelas.
“Tapi saya pikir, saya tidak harus mengulang kesalahan sama yang dibuat orang tua kita ,” katanya. “Saya melihat puisi memberi banyak informasi, membawa pesan pendidikan, bukan hanya menghibur.”
“Ketika hidup bukanlah sebuah lagu, aku masih ikut bernyanyi ‘
Penyair perempuan berbakat, Uyeye, menjadi salah satu mentor Oyinkansola, menyuarakan sikap perempuan [Caelainn Hogan / Al Jazeera]Kebiasaan mengambil sepatunya sebelum Oyinkansola melakukan sesuatu, ditirunya dari seniman perempuan lain, Wome Uyeye, mentornya. Keduanya bertemu melalui teman ibu Oyinkansola. Dari awal, Uyeye mengatakan, ia menyaksikan gadis kecil itu, Oyinkasola, sangan penuh minat dan bersemangat bila tampil di berbagai kesempatan.
Suatu hari, Oyinkansola yang masih 10 tahun tiba-tiba berani meletakkan tangannya di rambut Uyeye dan menyatakan, “Banyak lagi yang bisa kulakukan dengan rambutmu!”
Anak itu kemudian memilin rambutnya menyerupai kepang, dan Uyeye terkesan dengan kepercayaan diri anak perempuan itu. “Itu mencairkan kekakuan di antara kami,” kenangnya. “Dulu saya akan disebut anak kurang ajar kalau berani seperti itu.”
Uyeye memberi saran penyair muda itu bagaimana mestinya tampil, dan bercerita tentang bagaimana seniman lain menyimaknya. “Kukatakan padanya bisa googling itu. Tanpa menunggu lagi, dia langsung mengerjakan saranku,”kata Uyeye. “Aku bilang, kamu dapat melakukan apa pun yang kamu ingin inginkan.”
Bulan lalu, suatu hari di tahun kabisat, beredar berita tentang perempuan yang meraih kesempatan yangsemula hanya dimiliki laki-laki. Dia kelelahan setelah maraton seminggu melakukan pertunjukan non-stop, acara pers dan perayaan mempromosikan kota nya yang disebutnya sebagai rumah, Ledakan tertawa di saluran smartphonenya.
“Lebih dari gila,” katanya terengah-engah. “Aku makin tambah tua, karena aku tidak pernah merasa kelelahan seperti ini. Tapi aku tidak cemas.”
Kurang sebulan menjelang ulang tahunnya ke-40 , ia masih melenggang dengan energi layaknya anak muda yang sedang tumbuh. Dengan berbagai pengalamannya menjadi juru potret dokumenter, jurnalis siaran dan radio MC, “Media-preneur” merupakan keahliannya Tapi salah satu paling lama digelutinya adalah puisi. Sejak berumur delapan tahun ia telah menulis puisi.
Di tengah masyarakat, perempuan belum diterima kalau terlalu agresif. Dengan kemajuan teknologi, mestinya orang lebih membuka diri. “Jaman sudah berubah,” kata Uyeye. “Dulu ketika perempuan sangat aktif, pria akan menganggap Anda agresif, tidak patuh, bukan istri yang baik. Mereka tidak akan menyukai perempuan yang mengenakan celana panjang.”
Salah satu pertunjukan pertamanya di depan khalayak Festival Buku dan Seni tahun 2013 yang berlangsung di Freedom Park di Lagos. Sebuah ruang terbuka hijau yang dibangun galeri, museum, bilik internet, dan selalu dipadati dikunjungi. Tempat terbuka itu juga menjadi pertunjukan musik.
“Ketika hidup bukan lagi sebuah lagu, aku masih ikut bernyanyi,” katanya.
“Aku Mencoba Memberi Pengertian”
“Sejak dini saya mencoba menanamkan seni, sebab banyak cinta di dalamnya,” katanya. “Tapi orang-orang mengatakan, hidup ini untuk mendapatkan uang cepat, tidak ada waktu untuk kesembronoan seperti puisi atau sejenisnya. Tapi secara bertahap, orang tua melihat ini bisa menjaga anak-anak mengatasi masalahnya. ”
Uyeye mengakui, media profesional dari inovasi seniman perempuan di Lagos masih didominasi laki-laki. “Ketika perempuan tampil di panggung, ketika ia mengambil mic, ketika dia menangani kamera, mereka siap untuk diremehkan laki-laki,” jelasnya.
Ketika memenangkan penghargaan fotografi pertamanya, ia ingat berjalan ke panggung saat upacara penerimaan hadiah, mengenakan gaun cetak Ankara tradisional. Presenter laki-laki, kelihatan kaget setelah mengetahui bahwa ia seorang perempuan: “Oh, Anda seorang perempuan!”
Seorang peserta perempuan menunggu tampil panggung kompetisi Deklamasi kritik 2015 di Lagos [Caelainn Hogan / Al Jazeera]Sebagai wanita dalam industri kreatif, hal yang membuatnya tertekan, banyak yang memintanya segera menikah dan mempunyai anak.”Mereka mendesakku segera menikah, punya beberapa anak-anak. Saya hanya tertawa, tapi kadang itu menyakitkan ,” katanya. “Saya mencoba memberi pengertian beberapa kesalahan itu, tapi mereka tetap bertanya mengapa saya suka sendirian.”
Anak-anak muda tetangganya dari lingkungan Ajegunle berkumpul di ruang tamu. Ia mengajari mereka bernyanyi, ia juga mendorong mereka untuk menulis puisi atau cerita. Gadis-gadis muda di daerahnya terjerumus ke prostitusi, banyak di antaranya yang hamil di usia remaja. Kadang-kadang, mengajak mereka bernyanyi atau menulis syair bisa memberi mereka sesuatu yang positif, agar mereka fokus membangun rasa percaya diri.
“Aku tidak tahu bagaimana berpura- pura ‘
Anak-anak dari di Lagos menonton puisi yang ditampilkan penyair dalam kompetisi Deklamasi Kritik 2015 [Caelainn Hogan / Al Jazeera]Seniman Populer Nigeria Donna Ogunnaike, dikenal dengan nama panggung Donna K, mengungkapkan harapannya tentang kedudukan sosial perempuan. Suatu kali saat tampil di gerejanya, dia mengatakan kepada massa bahwa seorang pria tua mendatanginya dan berkata “Semakin tinggi peringkat kedudukanmu, membuatmu sulit menikah”.
“Predikat perawan tua, seperti potongan jaket yang bagus,,kutempel di atas label desainer, Gucci, masih sendiri,” katanya di puisinya. “Saya merasakan kuatnya kesepian perempuan kulit hitam yang bebas. Saya tidak tahu bagaimana harus berpura-pura, jadi aku berpura-pura sebagai pejuang dan memperbaik tenunan Brasil di kepala saya. Apa yang Anda kenakan?”
Dalam video penampilannya, kamera zoom mengarah seorang wanita muda di tengah massa, menahan napas, selanjutnya berkata, “Kukenakan aksen asing dan memiliki sertifikat gelar asing, masih di malam hari aku pergi tidur malam ini tanpa listrik.”
Ogunnaike percaya, posisi perempuan di masyarakat akan berubah, dan Nigeria “perlu mendefinisikan kembali jati diri ‘perempuan'”. Menurutnya, “penemuan kembali” kekuatan puisi dalam beberapa tahun terakhir adalah tepat waktu. Apalagi munculnya media sosial yang makin memberikan penguatan, sehingga suara seorang penyair menjadi “menggema di ruang yang lebih luas”.
“Ini secara signifikan meningkatkan peluang perempuan untuk didengar,” katanya memberitahu saya melalui obrolan Facebook.
Ogunnaike adalah Seorang pengacara 38 tahun yang bekerja di firma hokum. Ia mengaku tidak mampu untuk mencurahkan banyak waktunya dalam seninya.”Saya terus berusaha untuk menyeimbangkan apa yang saya RASA diperlukan masyarakat dengan gairah hidup saya,” jelasnya.
Dengan dorongan dari rekan-rekan, keluarga, dan sekarang suaminya, dia bertahan dan menemukan cara untuk melakukan keduanya. Dia melihat wanita muda lainnya, seperti Oyinkansola, menemukan sikap pemberdayaan melalui media yang membuat komunitasnya termotivasi, dan banyak mendapat dukungan.
Sebagai juri di Lomba Deklamasi kritik di Lagos mengatakan, Oyinkansola meski tersingkir di semi-final, tetapi mempersiapkan puisi untuk kompetisi berikutnya. Perempuan muda seperti dia adalah masa depan, katanya..