BPJS Kesehatan Defisit, Karena Iuran Minim
Posisi saat ini belum menjadi puncak dari defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan
MATARAM.lombokjournal.com – Masyarakat penerima manfaat layanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan sangat minim, menjadi penyebab defisit keuangan BPJS Kesehatan.
Terjadi ketidak seimbangan antara dana yang diterima dari masyarakat dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membayar layanan kesehatan.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fachmi Idris mengungkapkan itu setelah rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, beberapa waktu lalu.
“Ada posisi bahwa iuran itu underprice (terlalu rendah),” kata Fahmi di Jakarta.
Fachmi menunjukkan, berdasarkan data premi sejak 2016, biaya per orang setiap bulannya mencapai Rp 35.802, padahal premi per orang hanya Rp 33.776.
Sementara pada 2017, per orang biayanya mencapai Rp 39.744, tetapi premi per orang sebesar Rp 34.119. Artinya, pada 2016 ada selisih Rp 2.026 dan pada 2017 Rp 5.625.
“Kondisi besaran iuran ini menyebabkan biaya per orang per bulan lebih besar dibandingkan premi per orang per bulan,” kata Fachmi.
Fachmi pun tak memungkiri defisit yang dialami oleh perusahaan masih bisa terus meningkat lagi. Sebab menurut dia, posisi saat ini belum menjadi puncak dari defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan.
“Defisit belum sampai puncaknya, karena pemanfaatan program ini belum sampai tingkat maturitas. Memang sudah tinggi, tapi belum sampai puncaknya,” ujanya.
Diketahui, dalam rapat kerja bersama tentang bailout BPJS Kesehatan mencatatkan defisit arus kas rencana kerja anggaran tahunan (RKAT) 2018 Rp 16,5 triliun.
BACA JUGA ;
- Kalau Iuran Peserta JKN Cukup, Tak Akan Bebani Pemerintah
- Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan, Masih Dikalkulasi
Rincian tersebut terdiri dari defisit RKAT 2018 sebesar Rp 12,1 triliun dan carry over 2017 sebesar Rp 4,4 triliun.
Rr (Sumber; Liputan 6)