Princess Maha Chakri Sirindhorn’s dari Thailand Mengunjungi Mataram

TGB dan Puteri Thailand
TGH M Zainul Majdi bersama Ny Erica Majdi saat menyambut kedatangan Princess Maha Chakri Sirindhorn’s di Lombok International Lombok, Rabu (9/3)

Lombokjurnal.com

Princess Maha Chakri Sirindhorn’s berkunjung ke Mataram Nusa Tenggara Barat. Puteri Sulung Raja Thailand itu tiba di Lombok International Airport pada hari Rabu sore (9/3), dengan menggunakan pesawat Bangkok Air. Sebelum bertandang ke Lombok, sebelumnya Princess Maha Chakri Sirindhorn’s itu menyaksikan GMT di Ternate, Maluku Utara.

Puteri Thailand ke Museum
Spanduk di Museum NTB menyambut Princess Maha Chakri Sirindhorn’s

Puteri Thailand
Princess Maha Chakri Sirindhorn’s

H.R.H Princess Maha Chakri Sirindhorn’s rencananya akan mengadakan sejumlah kunjungan ke beberapa tempat di Pulau Lombok. Rencana kunjungan itu sudah dijadwalkan dari tanggal 9-11 Maret 2016. Salah satu yang menarik minat Princess Maha Chakri Sirindhorn’s adalah mengunjungi Museum Negeri NTB.

Daya tarik Pulau Lombok menjadi salah satu alasan Princess Maha Chakri Sirindhorn’s mengunjungi pulau ini. Kedatangannya menjadi promosi kepariwisataan NTB. “Putri Raja Thailand penasaran ingin menyaksikan dan merasakan langsung kTGH M Zainul Majdi.

(Ka-eS/foto-foto: Humas Prov NTB)




TGB TITIP DOA UNTUK NTB DAN INDONESIA

Lombokjurnal.com

TGB Sholat Gerhana
TGB ketika menjelaskan tatacara Sholat Sunnah Gerhana.

Gubernur NTB, Dr. TGH M. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) titip doa untuk NTB danBangsa Indonesia kepada jamaah sholat sunnah Gerhana di Masjid Attaqwa, di Mataram (Rabu, 9/3). Sholat sunnah di Mataram itu dilakukan saat terjadinya Gerhana Matahari Total yang berlangsung di 11 provinsi di Indonesia, hari Rabu. NTB sendiri tidak termasuk lintasan peristiwa alam yang jarang terjadi itu.

“Selain mendoakan keluarga, saya mengajak jamaah sekalian juga mendo’a untuk Nusa Tenggara Barat dan Bangsa Indonesia agar diberkahi dan dijauhkan dari marabahaya,” kata TGB ketika memberikan sambutan sekaligus menjelaskan tatacara Sholat Sunnah Gerhana.

TGB menjelaskan, fenomena Gerhana Matahari Total merupakan bentuk kasih sayang Allah yang mengatur matahari dan bulan serta struktur tata surya lainnya, agar manusia bisa yang hidup di bumi merasakan kesempatan langka ini.

“Mungkin ini hanya dapat dilakukan sekali seumur hidup. Berbahagialah yang hari ini bisa melaksanakan saholat sunnah dan menikmati peristiwa alam yang langka ini,” ujar TGB.
(Ka-eS/foto: Humas Prov NTB)




Gerhana Matahari Total : Membuka Pengetahuan, Bukan Membuat Mitos

IMG_20160309_073142
seorang ibu menyaksikan Gerhana Matahari

IMG_20160309_073344
anak-anak pun tak ketinggalan menyaksikan Gerhana Matahari

lombokjurnal.com

Nusa Tenggara Barat (NTB), memang tidak termasuk 11 provinsi — mulai dari Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Babel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara – yang menjadi lintasan Gerhana Matahari Total (GMT). Tapi menyambut GM (Kamis, 9/3/2016), masyarakat muslim di Lombok melakukan shalat gerhana atau shalat khusuf. Fenomena alam disambut ibadah sunnah, doa dan zikir di masjid-masjid.

Di beberapa kampung di Mataram, sejak pukul 07.30 wita, ibu-ibu dan anak-anak ikut menyaksikan gerhana matahari. Mereka tak melihat matahari langsung, tapi juga tak membeli kacamata khusus. Sebagian terlihat menggunakan film bekas foto rontgen. Melalui bagian gelap film rontgen itu bisa melihat bayangan bulan yang menutupi matahari, sehingga terlihat seperti bulan sabit. Pemandangan ini tak bisa dilihat dengan mata telanjang.

Sinar matahari terasa redup, karena sebagian sinarnya yang biasa langsung ke bumi terhalang bulan. Para ilmuwan menyarankan, melihat gerhana menggunakan kacamata matahari yang bisa meredupkan cahaya matahari 100.000 kali. Atau kacamata hitam yang bisa membantu meredupkan cahaya matahari. Atau kalau tidak punya, bisa menggunakan kaca dengan jelaga, atau disket.

Membuka Pengetahuan

ilustrasi GMT
ilustrasi GMT

NTB tidak termasuk daerah yang pernah menjadi lintasan sejak GMT tercatat di Indonesia pada tahun 1900. Sejak tahun 1900 wilayah Indonesia telah dilintasi sekitar 10 GMT, yaitu 18 Mei 1901 (di Sumatera Barat, Jambi, Kalbar,Kaltim, Sulteng dan Maluku), 14 januari 1926 (Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalbar), 9 Mei 1929 ( Aceh dan Sumatera Utara), 13 Februari 1934 (Sulawesi Utara dan Maluku Utara) 4 Februari 1962 (Palu dan Papua), 11 Juni 1983 (Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara dan Selatan, Papua), 22 November 1984 (Papua), 18 Maret 1988 (Sumatra Selatan, Bengkulu, Bangka), 24 Oktober 1995 ( Sangihe, Sulawesi Utara), dan 9 Maret 2016 (Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Babel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara).

Mungkin karena tak punya pengalaman menjadi lintasan GMT, di NTB hampir tak ada mitos tentang GMT. Sebagai gantinya, peristiwa alam itu dihubungkan dengan keadaan alam semesta melalui  ‘ajaran’ religius.

Alan Malingi dari Bima, pegawai Pemkab Bima yang dikenal banyak bergelut di dunia seni budaya, menulis status di akun facebook tentang GMT. “….merupakan sinyal berbenturannya benda-benda langit yang memberi tanda bahwa tata surya kita tidak stabil alias sudah semakin tua. Alquran sesungguhnya memberi tanda tentang proses berbenturannya sistim tata surya sebagai bukti akhir zaman….”

Seringkali peristiwa alam dihubungkan dengan akhir zaman. Proses berbenturannya tata surya, seperti ajaran Alquran yang disebutkan Alan Malingi, apa benar memang merujuk peristiwa GMT. Sebab peristiwa GMT bukanlah ‘berbenturannya sistim tata surya’ seperti dipahami Alan Malingi.

Gerhana matahari merupakan peristiwa di mana posisi Bulan, Matahari dan Bumi sejajar dan berada pada garis lurus. Bulan akan melintas di antara Matahari dan Bumi, untuk beberapa waktu cahaya Matahari ke Bumi akan terhalang bayangan Bulan. Ketika fase total itu terjadi bulan menutupi Matahari, korona Matahari akan tampak seperti menjulur dari pinggir bagian yang ditutupi Bulan.

Penyebaran mitos yang sering berbenturan dengan ilmu pengetahuan, tidak mengedukasi masyarakat agar bisa memahami fenomena alam secara lebih benar. Ketika GMT melintasi wilayah Jawa, Sulawesi dan Papua pada 1983, pemerintah Suharto melarang masyarakat melihat gerhana secara langsung karena dianggap menimbulkan kebutaan.

Padahal. semua itu tak lepas dari mitos tradisional maupun mitos modern bahwa memandang GMT membuat mata buta. Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin, cahaya matahari ketika gerhana dan sehari-hari sama bahayanya. Jadi disarankan hanya melihat secara sekilas saja.

Wakil Presiden, Jusuf Kalla, mengoreksi kejadian tahun 1983, yang dianggapnya masyarakat diajarkan yang salah, untuk tidak bisa melihat dan harus tinggal di rumah. “Itu kesalahan besar. Oleh karena itu, dianjurkan justru untuk dilihat walaupun harus pakai kacamata khusus,” kata Jusuf Kalla akhir Februari.

Umumnya GMT berulangnya kejadian di suatu tempat, secara rata-rata itu di atas 300 tahun sekali. Sayang sekali kalau kita tidak menyaksikannya.
Rayne Qu (Dari berbagai sumber)




Lupakan Tambora, Letusan Rinjani Purba Jauh Lebih Dasyat

clive-oppenheimer
Profesor Clive Oppenheimer dari Cambridge University, Inggris,

lombokjurnal.com

Letusan Gunung Rinjani purba yang dikenal sebagai Gunung Samalas, jauh lebih besar dari Krakatau dan Tambora. Kalau rekonstruksi tentang letusan Samalas dilakukan, peringatan 200 tahun Tambora, akan diganti dengan peringatan lebih dari 700 tahun letusan Samalas di Lombok.

Kisah letusan Rinjani purba itu, bermula dari para peneliti yang mengamati jejak abu dan beberapa serpihan kimia dari sebuah gunung api yang pernah meletus dengan dahsyat. Jejaknya itu terdapat pada lapisan es, baik di Kutub Utara maupun di Kutub Selatan. Temuan para ilmuwan itu dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences. Bayangkan, letusan tersebut disimpulkan yang terbesar dalam 7.000 tahun terakhir.

Semula, asal-usulnya membingungkan para glaciologists, vulkanologi, dan ahli iklim selama beberapa dekade. Hanya diketahui, ledakan misterius terjadi pada 1257, di abad ke-13. Luar biasa dahsyatnya, sehingga jejak kimiawinya terekam dalam es di Arktik dan Antartika. Pada Abad Pertengahan terdapat teks yang menceritakan tentang iklim yang mendadak mendingin dan panen yang gagal.

Baru Diketahui Biangnya

Baru kini para ilmuwan menemukan gunung berapi yang menjadi biang peristiwa tersebut. Jurnal sains, PNAS, tim internasional menunjuk pada Gunung Samalas di Pulau Lombok, Indonesia yang ini dikenal sebagai Gunung Rinjani. Gunung yang bernama Samalas yang kini “hampir tak tersisa dan hanya tinggal sisa letusannya” – sekarang lebih dikenal bernama Gunung Rinjani di Pulau Lombok. Rinjani dituding penyebab perubahan iklim mendadak di abad pertengahan untuk wilayah Eropa dan sekitarnya.

Tim ilmuwan mengaitkan jejak sulfur dan debu di es di kutub dengan data yang ditemukan di wilayah Lombok, termasuk unsur radiokarbon, tipe dan penyebaran batu dan abu, cincin pepohonan, dan bahkan sejarah lokal yang menyebut tentang runtuhnya Kerajaan Lombok di suatu masa Abad ke-13. “Buktinya sangat kuat dan menarik,” kata Profesor Clive Oppenheimer dari Cambridge University, Inggris, seperti dimuat BBC, 30 September 2013.
Kolega Clive Oppenheimer yaitu Profesor Franck Lavigne dari Pantheon-Sorbonne University, Prancis yang telah menghadap Gubernur Zainul Majdi baru-baru ini mengatakan, “Kami melakukan sesuatu yang mirip investigasi kriminal.”

Penelitian yang mirip ‘investigasi kriminal’ itu awalnya tak diketahui tersangkanya. Hanya berbekal hari ‘pembunuhan’ dan jejaknya dalam bentuk geokimia di inti es. “Itu memungkinkan kami melacak gunung yang bertanggung jawab,” kata Franck Lavigne.
Meskipun, para peneliti lain menduga perubahan iklim mendadak dikarenakan letusan gunung api Okataina di Selandia Baru dan El Chichon di Meksiko, namun bukti lain tetap mengarah Samalas menjadi kandidat kuat ‘pelakunya.’ Menurut Clive, letusan dan erupsi Samalas juga dikait-kaitkan dengan sejarah lokal yaitu jatuhnya Kerajaan Lombok sekitar abad 13.

Seperti dimuat di National Geographic (01/10/13), terdapat teks dalam bahasa Jawa, Babad Lombok, yang menceritakan sebuah erupsi besar dari gunung api raksasa bernama Samalas yang menciptakan sebuah kaldera atau kawah. Ledakan 1257 yang semula dikaitkan dengan sejumlah gunung di Meksiko, Ekuador, dan Selandia Baru, gagal memenuhi prasyarat karbon dating dan geokimia. Hanya Samalas yang cocok.

Bila hasil rekonstruksi benar, maka Indonesia memiliki 4 gunung api dengan letusan dan erupsi maha dahsyat yang mempengaruhi iklim dunia, yaitu gunung Toba, gunung Tambora, gunung Krakatau. Dan kini yang terdasyat, gunung Samalas.

Rayne Qu (Bahan BBC/National Geographic)




Letusan Gunung Rinjani Purba Direkonstruksi

gubernur dan peneliti samalas1
gubernur NTB, TGH Zainul Majdi bersama Prof. Dr. Frank Lavigne dr Universitas Paris

Lombokjurnal.com

Tiga gunung api — selain Gunung Tambora di Pulau Sumbawa dan Krakatau di Selat Sunda) — yang letusannya masuk catatan dunia karena maha dahsyat adalah Gunung Samalas pada 1257M. Gunung Samalas di Pulau Lombok merupakan nama lain Rinjani zaman purba yang letusannya, konon, mempengaruhi iklim global.

Benarkah letusan Samalas lebih dasyat dari Tambora?

Peneliti gunung berapi ternama Prof. Dr. Frank Lavigne dr Universitas Paris 1 Pantheon Sorbone Prancis bersama Ketua Badan Arkeologi Nasional beserta para peneliti dari UGM akan merekonstruksi letusan Samalas yang menghebohkan pada masa itu. Didampingi Pembantu Rektor IV Universitas Mataram, para peneliti gunung berapi itu bertemu Gubernur NTB, Dr. TGH M. Zainul Majdi, Kamis pagi, (3/3) di ruang kerja gubernur. Mereka melaporkan rencana penelitian rekonstruksi pra dan pasca meletusnya Gunung Rinjani Purba itu.

Gubernur NTB menganggap penelitian ini penting. Selain bermanfaat bagi pembangunan dan masyarakat NTB, juga akan memberi perspektif bagi masyarakat Lombok,NTB maupun Indonesia tentang bagaimana Lombok masa itu.

“Kalau orang Lombok atau NTB paham hal besar tentang daerahnya, ini akan menciptakan apresiasi yang lebih baik tentang daerah,’ kata gubernur. Penelitian ini dapat memperkuat karakter masyarakat NTB, ungkapnya mantap.
(Ka-eS)




Peristiwa Budaya Paling Keren

IMG_20160228_160039
Bupati KLU, H Najmul Ahyar, saat membaca Wasiat Pemenang

Kalau peristiwa budaya konteksnya menggali peran masyarakat, acara ‘Bangsal Menggawe: Membasak’ berlangsung di Bangsal, Pemenang Lombok Utara (Minggu sore, 28/2), saya nilai paling keren (baca: paling kreatif) yang pernah ada di Lombok.

Saya tak bermaksud berlebihan. Pengorganisasi peristiwa budaya seperti ini bukanlah mobilisasi. Tapi merupakan dorongan kuat warga Pemenang untuk berekspresi, menyatakan dirinya sebagai pemilik Bangsal.

Pesta Rakyat itu berlangsung di pelabuhan kecil yang selama ini menjadi tempat penyeberangan para wisatawan menuju Gili Air, Gili Meno atau Gili Trawangan. Otty Widasari, kurator akumassa Crhonicle, melukiskan Bangsal era sekarang yang konstruksi pelabuhan dan dermaganya diperpanjang, garis pantai makin menyempit, bangunan-bangunan penunjang kepariwisataan masif menggusur kenangan bermain warga Pemenang sekitar 20 tahun silam. Hilanglah Bangsal yang partisipatif, yang semula menjadi milik warga Pemenang. Mayoritas warga Pemenang hanya jadi penonton, lebih dari 20 tahun sejak pariwisata di tiga gili maju pesat,

Hasil kerjasama Forum Lenteng Jakarta dan Komunitas Pasir Putih, Pemenang KLU itu merupakan bagian dari kegiatan Akumassa Chronicle. Bangsal Menggawe: Membasak menjadi ‘puncak’ seluruh proses yang berlangsung. Proses panjang para seniman mengolah gagasan artistiknya di ruang publik dan menggali potensi kultural warga. Selain dari NTB juga melibatkan kreator muda dari Jakarta,Jatiwangi, Jogja dan Surabaya. Para seniman itu melakukan riset, bekerja lintas disiplin, berkolaborasi, dan tentu saja menekankan peran aktif warga.

Wakil Gubernur NTB, H Muhammad Amin, Bupati Lombok Utara, H Najmul Ahyar dan Wakil Bupati H Syarifuddin, mendukung acara itu menjadi event tahunan. Sekda Lombok Utara, pimpinan SKPD, termasuk Camat Pemenang dan beberapa Kepala Desa di Pemenang menganggap peristibudaya itu membuka kesadaran baru warga Pemenang. Tentu saja mereka mencocokkan kegiatan itu dengan program pariwisata sebagai program unggulan daerah. Tapi sebenarnya mereka melihat upaya pendayagunaan kearifan lokal. Serta menyaksikan hadirnya masyarakat yang berdaya. Dan seniman terlibat aktif dalam transformasi kultural itu. (Ka-Es)

 

 

atraksi

 

 

 




Merger BPR, Optimalkan Pergerakan Ekonomi Rakyat

Manggaukang RabaMerger 60 PD (perusahaan daerah) BPR (Bank Prekreditan Rakyat), tujuannya makin menggerakkan sektor riil masyarakat. “Kalau BPR bergerak sendiri-sendiri, selalu kalah menghadapi persaingan,” kata Kepala Biro (Karo) Ekonomi Pemprov NTB, DR H Manggaukang Raba.

Rencananya pada bulan Juni 2016, seluruh PD BPR yang di bawah naungan pemerintah daerah seluruh NTB akan dimerger. Sebanyak 60 Kantor Cabang BPR yang selama ini statusnya masih Perusahaan Daerah (PD) akan dilebur menjadi Perseroan Terbatas (PT).

Peningkatan target BPR sebagai penggerak ekonomi rakyat, harus dimulai dengan penguatan kelembagaannya sebagai bank prekreditan. Dengan dilakukan merger, aset yang dimiliki seluruh PD BPR yang mendekati Rp1 triliun itu akan lebih optimal berperan membangun ekonomi kerakyatan.

“Itu akan menjadi BPR di NTB yang asetnya paling besar ,” jelas Karo Ekonomi Pemprov NTB, H Manggaukang Raba.

Tahun lalu, target BPR se NTB dalam menggerakkan ekonomi rakyat atau sektor riil, sudah mencapai 60 persen. Untuk tahun 2016, Manggaukang menetapkan target mencapai 75 persen. Bandingkan dengan PT Bank NTB yang hanya mencapai 18 persen.

“Tiap tahun penerimaan daerah dari seluruh BPR baru sekitar Rp12 milyar,” kata Manggaukang. Memang devidennya belum sebesar Bank NTB yang sudah mencapai Rp18 miliar. Namun bedanya, deviden Bank NTB yang lebih besar itu tidak langsung masuk ke kas daerah, melainkan dikembalikan ke Bank NTB dalam bentuk penyertaan modal.

Baik PT Bank NTB maupun PD BPR kepemilikan sahamnya sama, yaitu dari Pemprov dan Pemkab/Pemkot seluruh NTB. Bedanya, yang disasar BPR terutama debitur kecil sampai menengah.

Evaluasi Kinerja BPR

Sejak menduduki pos Karo Umum awal tahun 2015, mengevaluasi kinerja perusahaan milik daerah menjadi sasaran Manggaukang. Salah satunya adalah kinerja BPR yang di seluruh NTB mempekerjakan 600 pegawai.

Dengan menggandeng kalangan akademisi dari Universitas Mataram, evaluasi pertama yang dilakukannya dengan mengadakan BPR Award. Untuk pertama kalinya, pada ulang tahun NTB, 17 Desember 2015, BPR Award diberikan pada BPR yang kinerjanya terbaik. Dasar penilaian kinerja itu juga hasil pengawasan yang dilakukan pihak Otoritas Jasa keuangan (OJK).

“Ini untuk memacu masing-masing BPR berlomba meningkatkan kinerja,” ujar Manggaukang. Waktu itu, kinerja yang terbaik diraih BPR Sumbawa, disusul BPR Lombok Tengah, kemudian BPR Lombok Barat.

Selain melibatkan kalangan akademisi, Manggaukang mendapat masukan dari pihak OJK di Mataram. Ditambah tekadnya mengoptimalkan peran BPR dalam menggerakkan sektor riil, maka mulai dipikirkannya terobosan yang selain memperkuat posisi BPR juga akan memperbesar kontribusinya dalam pergerakan ekonomi rakyat.

Manggaukang lantas melakukan studi banding di Jawa Timur. Ternyata PD BPR di seluiruh Jawa Timur (kecuali Malang) setelah dimerger menjadi Bank UMKM, kontribusinya makin optimal. “Pihak OJK setuju merger BPR. Saya mau besarkan BPR agar kontribusinya juga makin besar membangun ekonomi kerakyatan,” kata Manggaukang.

Agunan Usaha

Manggaukang berharap, semua orang punya akses ke BPR. Tapi selama ini masyarakat sering kesulitan terkait syarat penyediaan agunan. Padahal, seharusnya BPR mengembangkan paradigm baru, agunan yang diperlukan yaitu usaha riil debiturnya. “Agunan itu seharusnya usaha riil orang yang akan diberikan kredit. Itu agunan sesungguhnya,” katanya.

Paradigma itu mulai dicoba di Sumbawa yang menyasar beberapa usaha yang diberikan kredit hingga Rp100 juta. Percobaan itu ternyata hasilnya cukup baik. Demikian juga petani jagung yang membutuhkan biaya produksi pada musim tanam. Kredit hingga Rp7 juta yang diberikan tidak ada yang macet.

Hampir seluruh kabupaten yang mencoba, ternyata hasilnya menggembirakan. Meski tetap harus memperhatikan prinsip kehati-hatian, paradigma yang menekankan usaha riil itu harus dikembangkan. “Asal tahu siapa orangnya, dan benar-benar nyata usahanya, ” tutur Manggaukan yang pernah menjadi Kabag Humas dan Kabid Perencanaan Sosial Bappeda NTB itu.(Ka-Es)