Air Terjun Leong, ‘Surga’ Kecil Di Balik Bukit Curam

LOMBOK UTARA – lombokjournal.com

Lombok Utara memang kaya dengan wisata air terjun. Tidak hanya air terjun Sindang Gila yang bisa dijadikan tujuan wisata. Di perbukitan Dusun Leong Timur Desa Tegal Maja Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara terdapat sebuah Surga Kecil, yakni air terjun dengan keindahannya yang alami dan mempesona.

Leong,airterjun26Agustus2
AIR TERJUN LEONG, lokasinya di belakang bukit

Tak ada yang mengira di balik gugusan perbukitan dan hutan tropis yang terjal di Dusun  Leong Timur Desa Tegal Maja Kecamatan Tanjung, terdapat sebuah ‘surga’ kecil. Air terjun yang mempesona. Masyarakat  setempat menyebutnya air terjun Temponan Sekowah.

Karena lokasinya di belakang bukit, dengan minimnya akses jalan yang bisa menghubungkan masyarakat menuju lokasi, keberadaan air terjun ini luput dari perhatian banyak orang. Bahkan banyak masyarakat Kecamatan Tanjung sendiri yang belum mengetahuinya.

Meski dapat ditempuh dengan kendaaraan bermotor, tidak mudah sampai ke lokasi. Rute menuju lokasi sangat sulit, jalan yang bebatuan dan menanjak. Pengunjung harus ekstra  hati-hati, bahkan tidak sembarang orang mampu mengendarai motor di daerah tersebut. Tidak hanya menanjak, namun jalan yang berlubang dan licin semakin menambah tingkat kesulitannya.

Dengan jarak 6 kilometer dari Dusun Lendang Bila, jika menggunakan kendaraan bermotor, pengunjung membutuhkan perjalanan selama kurang lebih 15 menit untuk sempai ke tujuan. Namun tidak semua rute bisa ditempuh dengan berkendaraan, karena terjalnya jalan yang harus dilalui mengharuskan pengunjung untuk berjalan kaki sepanjang 300 meter melewati perkebunan warga.

Jalan yang sempit dan terjal  serta menantang sedikit terobati rasa lelah karena di sepanjang jalur yang dialuli, dipenuhi tanamaan produktifitas milik warga yang terpelihara dengan baik, seperti kopi, kakao, kelapa cengkeh dan lainnya seakan menyapa lembut pengguna jalan yang tetap bersemangat untuk sampai tujuan.

Air terjun dengan ketinggian kurang lebih 15 meter itu mengalir dari aliran sungai yang berasal dari pegunungan daerah setempat, banyaknya bebatuan besar semakin menambah keasrian dan kesejukan di sekitar lokasi air terjun.

Sedikit berbeda dengan beberapa destinasi wisata air terjun yang ada di Lombok Utara, yang hampir semuanya memiliki ketinggian di atas 50 meter, air terjun Temponan Sekowah ini tergolong kecil, dengan lingkaran air di bawahnya yang menyerupai kolam renang sehingga pengunjung dimungkinkan untuk berenang dan berendam sambil menikmati desiran air yang jatuh dari ketinggian.

Seorang warga setempat, Mursidi, mengungkapkan, air terjun ini berasal dari daerah pegunungan yang tidak jauh dari lokasi. Airnya  jernih mengalir sepanjang tahun. Uniknya, meski musim kemarau air terjun ini tidak pernah kering, tetapi  debit airnya masihterjaga dengan baik.

“Tidak banyak orang yang tahu keberadaan lokasi air terjun ini, karena memang tempatnya sangat tersembunyi dan jauh, Saat tertentu, lokasi air terjun ini ramai dikunjungi masyarakat lokal, seperti saat lebaran Topat atau Maulid, bahkan beberapa tahun lalu ada warga dari luar datang ke sini hanya untuk melihat tempat ini,” jelasnya.

Sementara, Kepala Desa Tegal Maja, Ir. Rusdi, mengatakan, keindahan air terjun ini tidak kalah jika dibandingkan dengan lokasi-lokasi air terjun yang ada di tempat lain. Namun karena lokasinya sulit dijangkau tidak banyak orang mengetahui keberadaannya. “Ini salah satu potensi wisata yang dapat dikembangkan ke depan, tentu harus didukung oleh ketersediaan akses jalan yang memadai,” pungkasnya.

djn  

 

 




Montong Gedeng (Gunung Kayangan) Dulu Tempat Pemujaan Adat

LOMBOK UTARA — lombokjurnal.com

Kabupaten Lombok Utara memiliki tradisi lama yang kuat dipegang masyarakatnnya hingga kini. Sebut saja Montong Gedeng, Desa Sesait Kecamatan Kayangan, dulu jadi lokasi tujuan pelaksanaan ritual adat oleh masyarakat.  Meski kini keadaannya hanya bukit yang sepi dan ditumbuhi tanaman liar yang mongering, pernah jadi saksi bisu perjalanan sejarah masyarakat di sekitar Kayangan.

Nilai-nilai peninggalan nenek moyang berupa ritual adat, hingga kini masih dijalani masyarakat Lombok Utara. Seperti ritual ‘buka tanah’ yaitu sebelum mulai membuka areal tanam. Ritual adat ini diwariskan nenek moyang masyarakat wet (baca: gontoran) Sesait Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara.

Menjelang musim tanam masyarakat Wet Sesait selalu menggelar perayaan adat yang jatuh pada tiap bulan lima setiap tahun. Perayaan rutin ini diperingati secara turun-temurun oleh masyarakat adat Wet Sesait dan dikenal dengan Perayaan Adat Taiq Daya dan Taiq Lauq.

Taiq Daya dilakukan masyarakat komunitas adat Santong Asli. Prosesi ritualnya dilakukan dengan naik ke Bale Penginjakan di Pawang Semboya yang terletak di lereng utara gunung Rinjani. Waktu pelaksanaannya setelah pagelaran ritual Taiq Lauq. Sementara Taiq Lauq dilaksanakan mengenang sejarah nenek moyang masyarakat adat Sesait yang kala itu naik ke Montong Gedeng untuk melaksanakan ritualnya.

Montong Gedeng itu sendiri tidak lain adalah Gunung Kayangan saat ini, terletak sekitar 200 meter ke arah timur Kampung Cangkring Dusun Sidutan Desa Kayangan Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara.

Tokoh adat Wet Sesait, Djekat, menuturkan berdasarkan sejarah perayaan adat Taeq Daya maupun Taeq Lauq, asal-muasal perayaan ini berawal dari kebiasaan orang tua Sesait lama yang dikenal dengan sebutan Tau Lokaq Empat, yang terdiri dari Penghulu, Pemusungan, Mangkubumi, dan Jintaka.

Dikatakan, kebiasaan para sesepuh Sesait lama kala itu, sebelum melaksanakan suatu kegiatan yang berlaku menyeluruh bagi masyarakatnya, mereka selalu menggelar sangkep atau musyawarah di Bale Adat yang berada di lereng selatan Montong Gedeng. Hal-hal yang biasanya dibicarakan adalah terkait waktu dimulainya membuka tanah dan waktu dimulainya musim pola tanam.

Itulah sebabnya, sebut Djekat, warga Sesait lama tidak akan berani memulai pelaksanaan pola tanam sebelum Tau Lokaq Empat selesai menggelar rapat tersebut. Pasalnya, mereka patuh dan taat pada aturan adat yang diwariskan secara turun-temurun. “Jadi, orang Sesait lama sejak jaman dulu sudah mengenal yang namanya aturan pola tanam,” kata Djekat.

Djekat menambahkan, kegiatan ritual adat yang digelar setiap bulan lima tiap tahun tersebut adalah sebagai bentuk revitalisasi ritual adat yang memang pernah dilakukan oleh masyarakat Sesait lama pada jamannya. Namun semenjak tahun 1966 ritual adat ini hilang atau praktis tidak dilakukan oleh warga. Pasalnya, pada saat itu terjadi perombakan ajaran Islam dari ‘wettu telu’ ke ajaran Islam waktu lima.

Karena pada saat itu penduduk Sesait lama dan sekitarnya masih menganut Islam Wettu Telu. “Jadi sudah 50 tahun silam ritual Taiq Lauq tersebut tidak dilakukan lagi oleh masyarakat Sesait lama,” jelasnya.

Pada zaman dahulu dibawah tahun 1965, Montong Gedeng atau gunung Khayangan ramai di kunjungi oleh para peminat dan penganut acara pemujaan kepada para Dewa yang bersemayam di tempat itu. Menurut kepercayaan masyarakat Sesait Lama, bahwa di gunung Khayangan tersebut di yakini sebagai tempat petilasan Panji Mas Kolo. Itulah sebabnya, setiap tahun sebelum tahun 1965, tempat itu ramai di kunjungi oleh masyarakat penganutnya untuk Ngaturang Ulak Kaya.

Pada saat acara Ngaturang Ulak Kaya (terkenal dengan sebutan “Taeq Lauq”) itu, masyarakat penganutnya membawa makanan, sesaji dan Praja Taeq Lauq (para gadis yang di rias layaknya pengantin) sambil membunyikan tabuh-tabuhan atau kesenian tradisional rakyat yang jumlahnya tidak kurang dari 10 hingga 15 grup.

Praktis sejak tahun 1966 acara pemujaan di Gunung Khayangan itu sudah tidak kedengaran lagi, tinggal Gunung Khyangan yang masih tetap utuh tegak berdiri yang merupakan peninggalan bersejarah bagi Desa Kayangan, sehingga namanya diabadikan sebagai lambang dan nama Desa Kayangan saat ini.

djn




JobFair NTB 2016, Membuka Kesempatan Menemukan Peluang Karir

MATARAM – lombokjournal.com

JobFair NTB 2016 yang akan berlangsung 24-25 Agustus 2016, dibuka Wagub NTB, H.Muhammad Amin, di Lombok Epicentrum Mall pagi ini, Rabu (24/8). Sebanyak 1500 lowongan kerja tersedia bagi pencari kerja. Ini kesempatan bagi pencari kerja, bisa langsung membawa surat lamaran, cv dan ijazah, jangan lupa berpakaian sopan.

Wagub NTB, H Muhammad Amin
Wagub NTB, H Muhammad Amin

Dalam JobFair 2016 banyak perusahaan atau pabrik di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) membuka lowongan kerja baru.  Bagi peminat bisa melamar lowongan kerja secara online atau bisa juga dengan mengirim lamaran kerja langsung.

Selain itu, dalam even ini terbuka kesempatan menemukan peluang karir anda. Karena itu kegiatan JobFair NTB selalu ditunggu banyak pelamar. Dalam beberapa kali penyelenggaraan, even ini terbukti mampu menyerap banyak tenaga kerja baru, baik dari fresh graduate maupun pencari kerja yang sudah berpengalaman.

Di kota seperti Mataram, sebenarnya bursa kerja selalu ada tiap bulan. Kelebihan dari Job Fair, para pencari kerja bisa berinteraksi langsung dengan HRD atau bagian personalia yang berada dalam stand Job Fair. Para ppelamar bisa bertanya seputar lowongan kerja pada perusahaan terkait.

Rer




Menengok Keindahan Alami Tiu Gong

LOMBOK UTARA – lombokjournal.com

Wisata pantai, wisata air, wisata hutan, wisata gunung dan wisata budaya, merupakan kekayaan obyek wisata yang dimiliki Kecamatan Gangga, Lombok Utara.  Wisata alam seperti air terjun, pegunungan, pantai, taman, atau kesenian tradisi serta artefak budaya yang bernilai kearifan lokal tinggi, merupakan kekayaan aset widata wilayah Gangga. Sekarang kita ajak pembaca mengunjungi Air Terjun Gong (Tiu Gong-red) yang masih alami.  Objek wisata ini terletak di Desa Bentek Kecamatan Gangga.

Tiu GONG
Tiu GONG

Tiu Gong merupakan salah satu lokasi wisata alam yang mengagumkan dan masih sangat alami. Saban hari, kebetulan awak lombokjournal.com pernah melintas di dekat wisata ini,  Pemandangan alamnya masih sangat alami. Airnya jernih sejernih embun pagi. Setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata wisata ini belum banyak dikenal oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Penasaran dengan pesona keelokannya, lombokjurnal.com mencari tahu lebih rinci informasi dari warga yang berdomisili di sekitarnya.

Dari penuturan Yardi, warga setempat,, Tiu Gong memang memberi pesona tersendiri bagi siapa saja yang melihatnya baik sengaja ataupun kebetulan. Menurutnya, objek wisata ini belum begitu banyak dikenal orang. Tiu Gong sepi dari kunjungan khalayak, padahal wisata ini memiliki keasrian yang indah. Wisata ini sangat cocok untuk refresing atau membuang kejenuhan akibat aktivitas sehari-hari yang membosankan.

Tiu gong dapat memberi kita warna dan corak berbeda ketimbag objek wisata lain sejenis. Lokasinya di atas aliran sungai besar yang membatasi wilayah Tanjung dan Gangga. Tiu gong termasuk aset wisata bernilai jual tinggi bagi daerah yang potensial berkembang pesat bila dikelola dengan baik guna menopang roda perekonomian masyarakat.

Dari hasil konfirmasi lombokjurnal.com dengan beberapa orang yang kebetulan sedang rekreasi di lokasi, beberapa hari yang lalu, Tiu (air terjun) ini memberi kesan positif dan nuansa natural yang luar biasa. Kepesonaan alamnya berupa bebatuan dan pepohonan yang rindang bisa menyejukan hati orang-orang yang datang ke tempat itu. Keindahan pepohonan yang hijau dengan anekaronanya membuat akan membuat pengunjungnya berdecak kagum. Keceriaan kicauan burung di sekitarnya menambah daya tarik mengesankan. Dengan beragam jenis pohon yang mengitarinya membawa keasrian serta pesona kesejukan hati.

Bagi yang ingin berkunjung ke lokasi wisata ini jangan ragu karena jalannya bagus dan tak memakan waktu banyak. Jarak tempuhnya kira-kira 14 km dari Tanjung dengan menggunakan kendaraan roda dua. Setelah sampai kita bisa meminta bantuan jasa warga lokal atau KPA Rimba Raya. Perkenan anda berkunjung ke wisata ini dinantikan. SELAMAT BERSELANCAR.

djn

 

 

 

 

 




Aset Wisata Lombok Utara Belum Dikelola Optimal

LOMBOK UTARA – lombokjournal.com

Kabupaten Lombok Utara yang dikenal dengan mottonya Tioq Tata Tunaq memiliki banyak objek wisata. Wisata alam sebagai salah satu kekayaan pariwisata, membuktikan Lombok Utara sebagai destinasi wisata dunia. Lombok Utara menyimpan segudang potensi alam yang elok, mempesona dan eksotis. Sayangnya, masih banyak aset wisata yang belum dikelola optimal

air terjun Lesong
air terjun Lesong

Salah satu potensi wisata yang dapat memberikan nilai plus bagi dunia pariwisata kabupaten dayan gunung adalah air terjun Lesong (baca: temponan lokok lesong-orang utara biasa menyebutnya). Objek wisata ini masih sangat alami dan airnya jernih kebiru-biruan. Ketinggian air terjun ini mencapai 120 meter dan debit airnya turun melambai menyusuri lempengan batu yang melekuk tinggi dan merona.

Air terjun lesung terletak di Dasan Bangket Desa Bentek Kecamatan Gangga, berjarak sekitar ± 3 km dari kampung pemukiman warga setempat. Air terjun Lesong adalah wisata alam yang elok sehingga bisa mengalihkan pandangan siapa pun yang memandanginya.

Dari pantauan lombokjournal saat menyisir objek wisata ini, ternyata pemandangan alamnya elok berseri serta mempesona. Airnya jernih sebening embun pada pagi hari. Setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata wisata ini belum oleh wisatawan domestik pun banyak dikenal apalagi wisatawan mancanegara.

Penasaran dengan rona-rona kepesonaannya, lombokjournal kemudian mencari informasi yang rinci mengenai wisata ini dari warga setempat. Menurut penuturan Andre, warga setempat, air terjun Lesong memberi keindahan tersendiri bagi setiap orang yang melihatnya, sengaja atau secara kebetulan. Ojek wisata yang masih sepi dari kunjungan wisatawan ini memiliki keasrian yang indah nan berseri, cocok untuk refresing atau membuang kejenuhan karena kesibukan akibat seabrek pekerjaan.

Air terjun Lesong memang beda dibanding objek wisata sejenis lainnya. Sebab lokasinya di tengah jurang terjal dengan rona-rona pepohonan yang hijau alami, membatasi wilayah setempat dengan wilayah desa Genggelang.

Dari hasil penelusuran awak media ini, siapa pun yang ingin berkunjung ke lokasi wisata ini tidak usah ragu apalagi cemas karena jalannya bagus dan tidak memakan waktu banyak. Jarak tempuhnya kira-kira 10 km dari kota Tanjung bisa memakai kendaraan roda empat atau orda dua. Setelah sampai di Dasan Bangket Anda bisa meminta bantuan warga setempat. Selamat Mengunjungi…..!!!

djn




Gotong Royong di Lombok Utara, Menarik Perhatian Mahasiswa Taiwan

LOMBOK UTARA – lombokjournal.com

Tiga aktor pantomim profesional Yao- Sun-Teck, Su-Ling dan Un, Lat-Hou dari L’Enfant Sauvage Theatre, Taiwan, berinteraksi dengan warga kampung Kecamatan Pemenang, Lombok Utara. Mereka bersama mahasiswa Chinan University, Taiwan, Jurusan Asia Tenggara,  tiba di Lombok 4 Agustus lalu, sempat mengikuti program ‘Be Young’ bersama komunitas Pasir Putih. Selama beberapa pekan di Pemenang mereka mengangkat isu lingkungan(environment), sampah plastik. 

TaiwanGotongRoyong, 22Agustus3TaiwanGotongRoyong, 22Agustus4

 

 

 

Yao, Sun-Teck, salah seorang aktor pantomim lulusan sekolah keaktoran di Paris, Prancis, di tengah kampung itu menggelar pertunjukan tentang ancaman bahaya sampah plastik. Akhir pertunjukan sekitar 25 menit hari Minggu (21/8) sore itu, Yao ‘tewas’ akibat polusi plastik. Warga yang menonton tampak tersentuh dan bertepuk tangan.  

Pertunjukan pantomim itu bagian dari program ‘kerja sosial’ para mahasiswa dari National ChiNan University, Taiwan, jurusan Asia Tenggara. Empat mahasiswa Taiwan masing-masing; Peng, Yi-Jia (S3) Lo, Sin-Yi (asisten), Hung, Kuo-Chan (S2) dan Hsiao, Jin-Yi, sudah sering bekerja sama dengan pemain pantomim itu.

“Sebelum ke Lombok (Indonesia) kami sudah pernah bekerja sama,” kata Hsiao yang menjadi kordinator mahasiswa itu.

Mahasiswa dari Chi-Nan University itu selain sudah melakukan program ‘kerja sosial’ di negaranya sendiri, juga beberapa negara di Eropah, Korea dan di Asia Tenggara. Menurut Hsiao, berkomunikasi melalu seni pantomim lebih cepat dipahami, sebab bahasa universal pantomim lebih mengesankan apalagi dengan orang yang berlainan budaya.

“Dari pengalaman saya di beberapa negara, pengalaman di Lombok sangat menarik,” katanya. Ia mengaku baru pertama ke Indonesia dan langsung ke Lombok. Menurut Hsiao, suasana di Lombok mirip seperti desa-desa di Taiwan.

Contohnya saat mereka mendiskusikan isu lingkungan, khususnya sampah plastik. Ternyata kalangan pelajar sudah kritis dan mereka mempunyai gagasan lebih banyak tentang recycle plastik. Karena itu mereka mengajak sharing tentang upaya-upaya mengatasi persoalan lingkungan.

Memang isu lingkungan menjadi fokus perhatian mereka.”Sebab masalah lingkungan itu vital bagi kelangsungan hidup manusia,” kata Lee Wooi Han, mahasiswa (program S3) Sociology, Macguarie University di Sidney Australia. Lee yang kini sedang melakukan riset sosial di Surabaya, membantu menerjemahkan penjelasan Hsiao dari bahasa Mandarin.

Mengenal Gotong Royong

Mahasiswa-mahasiswa Taiwan itu melakukan pendekatan kreatif untuk mempelajari situasi sosial setempat, dengan cara berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal. Misalnya, salah satu cara berinteraksi itu dengan mengadakan workshop pantomim selama dua hari, 19-21 Agustus, bersama siswa-siswi Madrasah Aliyah Al-Hikmah Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara (KLU).

TaiwanGotongRoyong, 22Agustus1
Diskusi bersama Komunitas Pasir Putih; melihat isu sosial berdasarkan perspektif lokal Lombok Utara

Komunitas Pasir Putih mempertemukan mereka dengan pelopor Bank Sampah NTB, Aisyah Oldis, untuk mendiskusikan daur ulang sampah plastik. Mereka mengagumi cara mendaur ulang sampah plastik, yang seharusnya disingkirkan ke pembuangan sampah itu,  malah bisa menjadi barang-barang produktif.

“Saya juga banyak belajar dari masyarakat,” ujar Hsiao.

Hasil dari workshop itu kemudian mereka mengadakan pameran seni kerajinan dari bahan limbah plastik, pentas pantomim, dan pameran fotografi tentang kegiatan sehari-hari masyarakat kampung di Pemenang. Tema seluruh rangkaian kegiatan itu adalah ‘gotong royong’.

TaiwanGotongRoyong, 22Agustus5
Pameran Gotong Royong

Diakuinya, banyak hal-hal baru dipahaminya setelah melakukan pengamatan langsung selama dua minggu dan melakukan interaksi bersama masyarakat Pemenang. Hsiao dan kawan-kawannya menemukan tema ‘gotong royong’ dalam programnya itu, juga setelah melakukan serangkaian diskusi berbagi ide bersama Komunitas Pasir Putih, yang melihat isu sosial berdasarkan perspektif lokal Lombok Utara.

Mengenal kata ‘gotong royong’ membuka pemahaman tentang karakteristik maupun filsafat hidup masyarakat Indonesia. Bekerjasama untuk meraih hasil yang terkandung dalam gotong royong, juga menjadi semangat mereka menjalani proses interaksi warga Taiwan itu bersama masyarakat setempat.

Hsiao mengungkapkan, dari peretemuan awal ini diharapkannya bisa berlanjut kerjasama ke depan. Sebagai mahasiswa Jurusan Asia Tenggara mereka berharap bisa belajar banyak tentang Indonesia melalui Lombok, khususnya di Kecamatan Pemenang.

“Kegiatan ini memberikan efek positif, agar saling memahami antara budaya Taiwan dan Indonesi,” ujar Hsiao, Jin Yi.

Suk




Menembus Jagat Maya dari Desa

Lombok Utara — lombokjurnal.com

Desa ini sebetulnya tak begitu jauh dari pusat kota kabupaten. Dihitung-hitung cuma 10 kilometer. Kendaraan bermotor bisa dipacu secepat kilatan halilintar, desa itu bisa dijangkau tak sampai 15 menit. Tapi 10 tahun silam, butuh waktu 1 sampai 1,5 jam ke Desa Bentek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara itu.

Karena akses jalan ke desa itu amatlah buruk, sangat kontras dengan rata-rata desa lain di Pulau Lombok. Jangan ditanya soal telekomunikasi. Di sana, internet adalah mimpi, dan sinyal telepon seluler pasti raib.

duniamaya di desa,22Agustus2

Kini, meski jalanan belum semulus aspal Kota Tanjung, desa ini sudah bisa dijangkau dalam tempo 15 menit dari ibukota kabupaten. Ini berkat terobosan pemerintah desa Kepala Budiartha dan Kades sekarang Warna Wijaya. Desa harus punya Blog sosial media di internet.

Awalnya tak mudah. Masyarakat desanya, seperti juga Anita, tak tahu banyak soal komputer, apalagi internet. Tapi dia yakin, saran teman dekatnya pasti baik. Maka, ia tak segan minta tolong petugas warnet di kota. Ia naik motor butut berjam-jam ke warnet. Naskah buat blog itu dikirim ke adiknyaa. Kemudian mengunggahnya ke blog. Begitu terus, hingga blog itu eksis.

Pada awalnya memang sulit. Tapi Anto terus belajar, hingga ia juga paham internet. Program desa di pelosok selatan kota itu pun tersiar ke sekujur bumi. “Tapi kerja ini belum maksimal,” kata Warna Wijaya Kepala Desa Bentek. Blog itu harus dikembangkan jadi web, dengan domain sendiri.

Kebangkitan Desa

Menembus jagat maya lewat teknologi informasi kini bisa jadi semacam titik kebangkitan desa. Sejumlah desa seperti Karang Bajo, secara terbuka mengibarkan gerakan migrasi ke open source. “Teknologi ini tengah digandrungi desa,” ujar Operator SID Anto Wijaya.

Atas dasar itulah, pada awal 2015, meluncurkan website SID desa. Ini adalah terobosan baru. Inovasi diajukan karena desa sebagai satuan pemerintahan terkecil tak dapat memakai domain go.id. Soalnya, domain go.id hanya dapat dipakai hingga level kabupaten atau kota. Benar saja, setelah peluncuran, setidaknya puluhan desa sudah registrasi. diantara 4 Desa yang ada di Kecamtan Gangga cuman Desa bentek yang Online sisanya Offline. “Kami berharap semua Desa di KLU di Onlinekan Agar semua Informasi bisa diakses ,” katanya.

Belajar dari Karang Bajo, penggunaan teknologi open source bisa memperbaiki tata kelola layanan pemerintahan. Mereka bisa mengeksplorasi sistem pemerintahan secara online (e-village) tanpa perlu dana besar yang menguras anggaran desa. Dampak lain, warga jadi keranjingan menulis. Tulisan atau berita tentang desa pun mengalir ke berbagai situs dalam menjelajahi lawatan desa, warga segera mengunggah sepotong artikel.

Kebiasaan memakai internet juga menunjang sistem administrasi kantor bebas kertas (paperless). Mereka mulai menginisiasi pengiriman undangan dengan email. Tentu, lebih hemat ongkos, dan lebih banyak pohon selamat dari mata gergaji.

djn elzabar

 

 

 

 




Inspirasi dari Desa, MEMBANGUN PARTISIPASI DI TENGAH KEBERAGAMAN

LOMBOK UTARA — lombokjurnal.com

MEMIMPIN desa yang masyarakatnya heterogen, baik agama, suku, sosial budaya, adat-istiadat dan lainnya, seperti Desa Bentek Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, tentu memiliki kesulitan tersendiri. Namun sosok Warna Wijaya, Kepala Desa (Kades) Bentek, mampu membangun partisipasi dan keterlibatan lebih luas pada masyarakatnya di tengah semangat pluralitas. Dengan kebijakan dan regulasi yang demokratis, tak heran jika desa ini mampu meraih penghargaan hingga level provinsi bahkan nasional.

Desa Bentek dihuni beragam suku, Sasak, Mbojo, Bali, dan lainnya. Juga beragam agama, Islam, Budha, Hindu dan Kristen. Dengan jumlah penduduk 9.000 jiwa lebih yang tersebar di enam belas dusun (Kakong, Serungga, Batu Ringgit, Selelos, Senggaran Goa, San Baro, Dasan Bangket, Lowang Sawak, Todo Daya, Todo Lauk, Buani, Karang Lendang, Luk Pasiran, Lenek dan Baru Murmas).

Sebagian masyarakatnya bertani di lahan basah dan juga lahan kering sekitar bukit. Sebagian lagi warga yang tinggal berdekatan dengan laut sebagai nelayan. Sebagai daerah pinggiran kota, ada pula warganya yang berprofesi sebagai pedagang dan pelaku usaha.

Menyatukan masyarakat dalam perbedaan itulah yang justru menjadi rahmat sekaligus tantangan bagi Warna Wijaya dalam membangun Bentek. Membangun partisipasi sekaligus menggerakkan masyarakat melalui pendekatan tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan tokoh pemuda. Ditunjang peran LPM, PKK hingga mengoptimalkan fungsi perangkat desa hingga ke tingkat RT/RW. Termasuk memberdayakan kelembagaan masyarakat desa lainnya seperti Karang Taruna, LPTQ, Remaja Masjid, Pemuda Budis, Teruna Dedare, Majelis Adat dan lembaga-lembaga yang lain.

“Kita merangkul semua elemen dan kita berdayakan masyarakat,” cetus Warna saat berbincang dengan lombokjurnal.com, Sabtu (20/08), tentang konsep sederhananya membangun partisipasi publik secara luas.

Pun, masyarakat juga dilibatkan secara aktif dalam pengambilan kebijakan desa secara demokratis. Terutama dalam penyusunan Peraturan Desa (Perdes). Contohnya Perdes APBDes, Perdes Sistem Pengelolaan Air Minum Desa, dan Perdes Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). Sebelum disahkan BPD, Kades dan Tim Legislasi Desa turun menyerap aspirasi warga, meminta saran dan masukan dari masyarakat. Kemudian disosialisasikan, apakah layak atau tidak Perdes tersebut diterapkan di Bentek melalui uji publik atas rancangan peraturan desa yang dibuat.

Kalau layak, seperti apa sanksi yang diterapkan jika terjadi pelanggaran dikemudian hari. Sehingga Perdes yang dihasilkan benar-benar mendapatkan dukungan dan legitimasi dari warga masyarakat. “Termasuk kala sanksi diterapkan bagi mereka yang melanggar Perdes, juga tidak ada yang protes,” ujarnya.

Di Bentek juga terdapat Perdes yang mengatur Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes, di dalamnya juga diatur usaha-usaha kecil dan menengah mulai dari usaha yang berskala rumah tangga hingga berbentuk usaha dagang. Termasuk usaha berjenis koperasi, kelompok pengusaha hasil bumi. Semuanya diatur. Intinya, mengatur lalu lintas pengusahaan perekonomian masyarakat desa. Tapi bukan pajak, karena bertentangan dengan aturan diatasnya. Bentuk kontribusi para pelaku usaha/pengusaha untuk ikut andil peran membangun desa.

Beberapa program unggulan juga diluncurkan dalam mengoptimalkan potensi desa. Mulai dari pertanian sebagai program prioritas. Terutama dengan hadirnya Kelompok Tani dan Kelompok Ternak yang mengelola ternak sapi dan kambing sejak dua tahun lalu didukung oleh instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan.

Program unggulan lain adalah pengembangan usaha industri kecil dan rumah tangga seperti kelompok usaha batako, papin blok, kerajinan tangan, pertukangan, anyaman akar kelapa dan anyaman bambu dan pelbagai usaha sejenis. Dari kelompok inilah produk-produk kerajinan disebar ke wilayah lainnya di Lombok Utara. Produk-produk kerajinan ini telah diperjualbelikan di Pasar UKM kabupaten dan bahkan dipasarkan di wilayah-wilayah wisata di bumi Tioq Tata Tunaq, baik di gili matra maupun senggigi, luar daerah seperti Bali dan Jawa, bahkan mancanegara.

Saat ini, Pemerintah Desa sedang mendorong pembentukan dan pengembangan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di setiap dusun di Bentek. Fokus utamanya, wisata budaya dan wisata religi bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Utara. Memuluskan niat ini, ke depan rencananya akan menggandeng para pelaku wisata. Aksi nyata untuk mendukung obsesi ini, tahun depan pemerintah Desa Bentek berencana akan membangun kawasan wisata religi dan budaya di Buani, Baru Murmas, dan beberapa dusun lainnya di Bentek. Pasalnya Bentek termasuk salah satu desa di Lombok Utara yang kaya potensi destinasi wisata.

Tinggal bagaimana menggerakkan potensi itu untuk mendulum akselerasi pembangunan desa. Gebrakan ini telah dimasukkan dalam RKP Desa tahun 2015. “Ke depan, kita butuh dukungan Pemkab melalui SKPD terknis untuk Promosi Buani dan Baru Murmas masing-masing sebagai dusun wisata religi dan wisata budaya,” harap Warna.

Salah satu dusun yakni San Baro juga telah dicanangkan sebagai Kampung Pendidikan di Desa Bentek. Rencana inipun telah dikoordinasikan dengan SKPD terkait agar “dikepung” dengan program dan sebagian telah terealisasi sesuai harapan, seperti pendirian lembapa pendidikan anak usia dini (PAUD) Harapan Bangsa pada 2011. Berikutnya, pada 2014 gedung PAUD Harapan Bangsa pun dibangun melalu back up program nasional pemberdayaan masyarakat perdesaan (PNPM-MPd). Kemudian, pembangunan Mushalla Sekolah Dasar Negeri 5 Bentek 2013 dilanjutkan rehab gedung ditahun yang sama. Selanjutnya penembokan keliling halaman SDN 5 Bentek 2014.

Bantuan pembangunan fisik lembaga pendidikan pun “mengepung” Dusun San Baro seperti pentaludan areal Ponpes Aljariyah 2013 dan 2014, pembangunan gedung RKB MTs Aljariyah tahun 2015 serta pentaludan di sekitar gedung MTs tahun 2016 ini.

Di samping itu, bantuan-bantuan program lain pun ikut mengepung San Baro. Misalnya bantuan pupuk, MCK Umum, jamban keluarga, hingga program rumah kumuh serta sanitasi lingkungan dan air bersih lewat program Pamsimas. Potensi lain yang sedang digarap membentuk Lembaga Adat Desa dengan mencanangkan pembentukan Majelis Krama Desa. Berikutnya telah dicanangkan juga pembentukan kelengkapan pranata adat di aras dusun (Majelis Krama Adat Dusun) untuk mengembangkan, menegakkan dan sekaligus meneguhkan nilai-nilai adat-istiadat di tengah masyarakat sebagai upaya pelestarian terhadap warisan leluhur terdahulu agar tidak tergerus oleh kemajuan pesat budaya modern yang tak terbantahkan akibat efek arus globalisasi dunia.

Di bidang keagamaan misalnya, pemerintah Desa Bentek pada tahun 2013 telah membentuk LPTQ Desa Bentek – lembaga yang fokus pada fungsi mengembangkan dan memfasilitasi pembelajaran alquran kepada warga masyarakat terutama generasi muda muslim desa sesuai kaidah-kaidah ilmu tajwid dan ilmu-ilmu seni baca alquran. Berikutnya, Pemdes Bentek juga mendorong para aktivis LPTQ desa membentuk lembaga-lembaga TPQ di setiap dusun di Bentek – kepanjangan tangan LPTQ desa dalam memberdayakan serta memfasilitasi anak-anak di kampung dalam belajar dan menghayati alquran beserta makna yang terkandung di dalamnya.

Begitu banyak terobosan yang dibangun Kades dan masyarakatnya di Bentek diganjar dengan banyak penghargaan. Juara Umum MTQ Kecamatan Gangga empat kali berturut-turut (2011, 2012, 2013 & 2014). Juara II Lomba Desa Kabupaten Lombok Utara 2012. Juara I Permata Provinsi NTB (2013), Juara III Permata tingkat Nasional (2013) dan masih banyak penghargaan lainnya yang telah disabet. “Semua prestasi yang telah diraih ini diawali dengan memberi ruang yang luas kepada warga untuk ikut terlibat secara aktif dalam setiap program pembangunan. Kuncinya, semua dimulai dari membangun partisipasi masyarakat,” pungkasnya.

djn

 

 




Jazz & World Music Festival; Bukan Sekedar Tuan Rumah

SENGGIGI – lombokjournal.com

Musisi juga perlu mendapat suntikan vitamin.  Kehadiran musisi kaliber dunia yang tampil dalam event “Pesona Senggigi Jazz & World Music Festival 2016” ibarat vitamin yang memberi gairah musisi Lombok. “Event Jazz & World Music ini penting dan sangat diperlukan untuk merangsang kreativitas musisi kita,” kata Ari Juliant, di tengah semaraknya hari kedua performing Jazz & World Music di Senggigi, Minggu (22/8) malam.

Sampai hari kedua, semua musisi dari mancanegara, seperti Log Sanskrit feat Banu (India), Cellomano (Venezuela), Danne The Riddim (Jepang) sudah mewarnai irama pantai Senggigi. Hanya Mark Heyward (Australia) yang urung datang. Tak ada penjelasan mengenai alasan ketidakhadirannya.

jazsenggigi,21Agustus2

IVAN NESTORMAN

 

Namun ketidakhadiran Heyward tak mengurangi kerennya hajadan berkumpulnya musisi kelas dunia di pantai Senggigi. Malam itu, sebut saja Bonita & The Hus Band –yang albumnya berjudul ‘Small Miracle’ tahun 2014 masuk dalam jajaran album terbaik versi majalah Rolling Stone – dengan powerfull suaranya mengusik energy positif penonton yang sebagian besar duduk di pasir pantai.

Waktu ia mengakhiri penampilannya dengan lagu nostalgik, penonton bertepuk tangan sambil berdiri. Penonton yang mengapresiasi performance putri dari Koes Hendratmo (artis dan presenter fenomenal yang hingga kini masih berpenampilan segar) itu sebagian besar adalah wisatawan bule.

Dan yang tak terlupakan, penampilan Ivan Nestorman, musisi di Flores-Nusa Tenggara Timur yang malam itu seperti biasa memadukan unsur (berbagai alat musik) etnik dalam irama Jazz yang dimainkannya. Misalnya malam itu, ditampilkan pemain musik warga Senegal yang piawai dengan instrumen tradisi Afrika. Ada juga instrumen angklung yang dimainkan dengan dinamis.

Memang banyak di antara penonton yang belum tahu siapa Ivan Nestorman. Padahal ia pernah menulis lagu yang kemudian dipopulerkan penyanyi Chrisye (alm).  Ia juga menggarap aransemen dan lirik untuk penyanyi seperti Glenn Fredly, Edo Kondologit, Franky Sahilatua, Black Sweet, Andre Hehanusa, dan banyak penyanyi lainnya.

Karyanya Nera  merupakan hasil kolaborasinya dengan penabuh drum kondang, Gilang Ramadhan. Bersama Dwiki Darmawan dan Dira Yulianti, menghasilkan karya world peace orchestra. Di antara musisi yang tampil hari kedua, hanya Ivan dengan irama Jazznya bisa mengajak sebagian besar penonton malam itu ‘bergoyang’.

Para alumni ISI (Institut Seni Indonesia) Jogja malam itu dengan projek musik Subkultur Artificial (didirikan tahun 2013) membawa konsep bermusik yang unik. Seluruh pemainnya masing-masing membawakan alat musik tradisional dari daerah masing-masing.  Namun instrument tradisi itu dikawinkan dengan unsur musik. ‘dunia’.

Jadilah ramuan musik yang dibarengi pemikiran sosiologis.  Eksperimentasi musik yang dilakukan Enriko Gultom dan kawan-kawannya jebolan ISI itu, tidak menganggap musik berhenti sebagai musik.  Seperti seni lainnya, musik juga merepresentasikan masyarakatnya.

Karena itu mereka menganggap pertunjukannya sebagai dialektika desa-kota, lokal-internasional, dan tentu saja juga terjadi dialog Timur-Barat. Namun pertunjukan malam itu mendapat sambutan meriah dari penonton yang meskipun terasa agak ‘aneh’ tapi bisa menikmati musik eksperimentasi itu. Mereka melengkapi musisi nasional lainnya yang rata-rata tampil ciamik.

Bukan SekedarTuan Rumah

Untuk musisi luar negeri yang tampil dalam ‘Jazz & World Musik Festival’ itu tentu tak diragukan lagi mendapat apresiasi besar penontonnya. Tapi bagaimana dengan musisi Lombok(NTB), seperti Dipa & Friends, The Datu Band, Novee Nhavan, Keroncong Bandini, Pipiet Tripitaka & The Jazz Kidding dam lainnya termasuk yang tampil di hari pertama?

“Lombok tak kekurangan musisi berbakat. Mereka siap disandingkan dengan musisi nasional,” kata Ari Juliant mengomentari performance rekan-rekannya..

Seperti halnya hari pertama, pada pertunjukan hari kedua musisi tuan rumah juga tak kalah dengan musisi dari luar. Adanya event ‘Jazz & World Music Festival’ merupakan bagian menciptakan iklim dan atmosfer kreativitas musik di Lombok.

Musisi Lombok memang bisa belajar dari mana pun, tapi mereka juga mempunyai potensi dan bakat yang layak mendapat kesempatan tampil. Karena itu, menurut Ari, harus ada dukungan dari berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah, agar event semacam bisa berkelanjutan.

Imam Sofian
Imam Sofian

Imam Sofian, owner dari Bandini Koffee yang menjadi salah satu penggagas event ini, sependapat untuk menciptakan iklim lebih menggairahkan kreatifitas musisi, secara khusus musisi Jazz. “Event seperti ini untuk memperkuat komunitas Jazz NTB, dan harus berkelanjutan tiap tahun,” katanya.

Sebab ‘Jazz Pantai’ yang baru berlangsung tahun 2016, tentu akan menambah daya tarik Senggigi sebagai destinasi wisata. Karenanya diperlukan persiapan lebih matang, sehingga akan meningkatkan kualitas event.

“Baik sosal-soal teknis maupun materinya yang akan ditampilkan musisi Lombok juga harus disiapkan matang. Even seperti ini menjadi ajang peningkatan kualitas,” kata Iman.

Jadi ada dua tujuan sekaligus. Pertama, menguatkan destinasi wisata, itu berarti menjadikan even itu sebagai ikon yang jadi daya taris wisatawan. Dan kedua, dengan adanya even ini mendorong musisi Lombok tertantang meningkatkan kualitasnya.

“Kita tidak ingin sekedar jadi tuan rumah,” kata Imam.

Suk

 

 

 

 

 




Pesona Jazz Festival Memikat Wisatawan

SENGGIGI – lombokjournal.com

Lombok jadi ajang kiprah musisi Jazz dunia. Itulah sasaran yang dituju event “Pesona Senggigi International Jazz & World Music Festival 2016” yang mulai digelar hari Sabtu (20/8) sore sekitar pukul 17.00 wita hingga malam hari. Selain membuka kesempatan musisi lokal berbakat bermain satu panggung dengan musisi jazz internasional, event yang berlanjut hingga hari Minggu (sore sampai malam) itu diharapkan jadi pemikat wisatawan. “Ingat jazz, ingat Senggigi,” kata Ais M. Mashoud, project manager di event musik jazz itu.

P_20160820_173109

TOMSTONE

 

Jalan menuju pantai Senggigi yang sejalur jalan menuju Hotel Senggigi Beach, Sabtu sore sempat macet. Sepanjang jalan yang tak terlalu lebar itu dipenuhi deretan mobil yang diparkir, termasuk mobil Bupati Lombok Barat, H Fauzan Khalid. Mulai jalan besar hingga mendekati pantai dipenuh mobil dan sepeda motor.

aismashoud
Ais M Mashoud

Ramainya kendaraan yang diparkir, tak lazim seperti hari-hari sebelumnya. Memang tak ada areal  parkir khusus bagi peminat musik jazz yang tampil di tiga stage yang disiapkan. Dua stage besar ada di pinggir pantai, yang satu di depan villa Senggigi.

Dua stage di pantai itu, sejak pembukaan langsung mencuri perhatian penonton. Di stage satu yang mengawali tampil adalah TOMSTONE. Talent lokal ini bisa dibilang terbaik yang ada di Lombok, sangat populer di kalangan ‘blues community’. Dan sore itu, Tomstone bisa berinteraksi dengan penonton yang sebagian besar wisatawan bule.

Juga Ari Juliant yang tampil di stage lainnya dengan “Bajigur Bluegress’-nya, tak perlu disangsikan kemampuan dan semangatnya berinteraksi. Musisi balada ini selalu menghibur audiennya, meski lirik lagu-lagunya banyak menyampaikan kritik sosial atau lingkungan. Itulah kesenian, menyentil tanpa menyakiti. “Ari hidup di daerah tapi bukan kelas lokal,” kata seorang wartawan.

Memang, kalau Ari Juliant tentu bukan – seperti yang dimaksud panitia — sebagai talenta lokal yang kurang mendapatkan kesempatan tampil di panggung nasional.  Ari dikenal sebagai ‘musisi gerilya’ yang sudah banyak menjelajah ke berbagai tempat. Bahkan ia pernah tampil di pelosok pedesaan di Austria dan Belanda.

ari2

BAJIGUR BLUEGRESS

 

Ari merupakan salah satu musisi yang konsisten menolak masuk dalam dunia industri. Panitia memang berharap event ini bisa menambah skill dan kepercayaan diri talent lokal,  yang akan berdampak pada industri musik lokal, tentu bukan dimaksudkan untuk Ari Juliant.

Meski berlabel ‘Jazz Festival’ namun hari pertama penyelenggara cukup jeli dengan menampilkan grup berakar tradisi tapi kreatif dari Rumah Budaya Paer Lenek (Lombok Timur). Selain itu juga tampil Bandini Koffe Jazzz Projet, Nissant Fortz, Rian Rusliansyah & Friend, Dipa & friends, Log Sanskrit dan Yura.

Waktu penyelenggaraan yang dimulai sore hari cukup menarik. Sebab menikmati musik di pantai sampai menjelang sunset juga memberi daya tersendiri.

Menurut Ais, menampilkan beberapa kelompok musik itu juga mempunyai motivasi menyatukan seniman yang selama ini sering bergerak sendiri-sendiri. “Mengajak seniman untuk bersinergi, itu juga sangat penting,” kata Ais.

Pilot Project

Ais Mashoud mengatakan, konsep event “Pesona Senggigi International Jazz & World Music Festival 2016” yang didukung Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan pertama digelar di Lombok ini, dianggap sebagai pilot project untuk penyelenggaraan event berikutnya.  Apa yang sudah dikerjakan hari ini akan menjadi evaluasi untuk perbaikan penyelenggaraan berikutnya.

Sebagai daerah wisata, NTB khususnya Lombok masih belum mempunyai event musik berskala internasional. Di berbagai tempat sudah lama berlangsung hajatan musik jaz, seperti Prambanan Jazz Festival, Dieng Jazz Festival, Ijen Jazz Festival atau Ubud Jazz Festival. “Mulai tahun 2016, di Senggigi mulai menggelar festival jazz dunia. Ini akan disusul tahun berikutnya, dan seterusnya,” ujar Ais.

Tekadnya itu bukan tanpa alasan kuat. Menurut Ais, Lombok mempunyai keindahan alam tidak kalah dengan daerah lain. Karena itu penyelenggaraan event ini makin menguatkan daya tarik Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Bahkan keyakinan akan kuatnya daya tarik Lombok, meski umumnnya penyelenggaraan festival jazz di berbagai tempat itu berlangsung bulan Agustus, di Lombok tetap berlangsung juga pada bulan Agustus tanpa khawatir kalah bersaing.

“Kita cari moment peak sesason, karena itu tahun berikkutnya tetap diselenggarakan bulan Agustus. Apa pun yang terjadi. The show must go on.. Tiap wisatawan akan mengenang event ini,” kata Ais. Ternyata pertunjukan hari pertama itu dibanjiri penonton, dan itu menjawab pesimisme orang sebelumnya, tambahnya

Bagaimana pun “Pesona Senggigi International Jazz & World Music Festival” tak lepas dari promosi Pesona Indonesia atau Wonderful Indonesia. Seperti diketahui, branding Pariwisata Indonesia untuk mencapai target 20 juta wisatawan tahun 2019 adalah pesona Indonesia atau “wonderful Indonesia”.

Kata  “Wonderful” atau “Pesona” merupakan janji tentang Indonesia yang selalu menakjubkan. Senggigi memiliki pesona yang luar biasa dari segi keindahan alamnya dan keramahan penduduknya, dengan event ini diharapkan makin meningkatkan pesona Senggigi untuk memikat wisatawan nusantara maupun mancanegara.

“Ingat jazz, ingat Semggigi,” tegas Ais.

Suk