Akibat Kekeringan Di NTB,  Lahan Pertanian Yang Mengalami Puso Mencapai 350 Hektar

Kesembilan wilayah kategori kekeringan ekstrem tersebut antara lain, Labuhan Pandan, Sakra Barat Kabupaten Lombok Timur, wilayah Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat

MATARAM.lomokjournal.com —  Kekeringan yang melanda hampir sebagian besar wilayah NTB dalam beberapa bulan terahir, mengakibatkan ratusan hektar tanaman pertanian padi milik petani mengalami puso (gagal panen).

Kepala Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat, Husnul Fauzi mengatakan, lahan yang mengakami puso iitu mencapai hingga 50 hektar.

“Data Distan, luasan lahan tanaman pertanian mengalami puso akibat kekeringan sampai sekarang mencapai 350 hektar, yang tersebar di seluruh wilayah NTB” kata Fauzi di Mataram, Selasa (29/10) 2019.

Tanaman yang terdampak puso, selain tanaman padi, juga tanaman palawija seperti jagung, akibat kekurangan air. Namun kondisi tersebut tidak berkontribusi signifikan mempengaruhi produksi, terutama produkai padi.

Dikatakan, untuk diketahui, produksi padi NTB sampai sekarang tercatat sudah mencapai 1,4 juta ton lebih gabah kering giling (GKG) dan itu saja sudah sangat luar biasa.

“Tahun 2019 ini, Pemprov NTB menargetkan produksi padi GKG sebanyak 1,6 juta ton dan sekarang sudah hampir 1,5 juta ton dan dipastikan bisa tercapai hingga akhir tahun” katanya.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sebelumnya mengidentifikasi sembilan wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Barat selama musim kemarau 2019, telah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) dengan kategori ekstrem, dengan lama HTH di atas 60 hari.

Kesembilan wilayah dengan kategori kekeringan ekstrem tersebut antara lain, Labuhan Pandan, Sakra Barat Kabupaten Lombok Timur, wilayah Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat.

Wilayah lain yaitu, Alas Barat, Lape, Kabupaten Sumbawa, Sape, Lambu, Palibelo Teke, Parado, Kabupaten Bima dan wilayah Raba, Kota Bima. HTH terpanjang tercatat di Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat dengan HTH 77 hari.

Sebagai dampak dari HTH dengan kategori kekeringan ekstrem tersebut, masyarakat diimbau agar waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan, seperti kekeringan, kekurangan air bersih dan potensi kebakaran lahan di sebagian besar wilayah NTB, khususnya di daerah-daerah rawan kekeringan dan daerah dengan HTH lebih dari 60 hari.

BMKG memperkirakan, kemarau di NTB akan berlangsung hingga Oktober dan dimungkinkan sampai Desember 2019.

AYA