Catatan Akhir Tahun Indeks Pertanian NTB; Ini Strategi HBK Untuk Meningkatkan Indeks Nilai Tukar Petani Di NTB
Peningkatan produktivitas ini harus diimbangi dengan upaya peningkatan kesejahteraan para petani yang notabene merupakan garda terdepan di sektor pertanian
lombokjournal.com —
MATARAM ; Kemajuan pembangunan di sektor pertanian secara luas di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) cukup membanggakan dalam beberapa tahun terakhir.
Pembangunan infrastruktur irigasi, program bantuan produksi untuk petani cukup mampu meningkatkan produktivitas sejumlah komoditi unggulan pertanian di NTB.
Namun, keberhasilan peningkatan produktivitas pertanian itu tetap harus bermuara pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat petani dan juga buruh tani.
“Kita bicara soal pertanian, tentu tak lepas dari petani dan buruh tani. Keberhasilan sektor pertanian harusnya selaras dengan kesejahteraan perekonomian petani,” kata Ketua Badan Pengawasan dan
Dispilin (BPD) Partai Gerindra, H Bambang Kristiono, mengupas catatan akhir tahun 2018 indeks pertanian di NTB, Kamis ( 27/12 )
HBK menegaskan, jika masyarakat petani sejahtera maka sektor pertanian akan semakin maju dan diminati oleh anak-anak muda NTB. Dan jika sektor pertanian semakin maju di NTB, maka swasembada pangan sebagai program nasional seharusnya bukan lagi menjadi hal yang mustahil.
“Nah, kalau sudah berhasil dalam swasembada pangan, maka pasti bermuaranya pada kesejahteraan penduduk. Baik itu di NTB maupun di Indonesia secara keseluruhan”, kata HBK.
Caleg DPR RI Nomor Urut 1 dari Partai Gerindra untuk Dapil NTB II/Pulau Lombok itu memuji capaian sektor pertanian di NTB beberapa tahun terakhir, yang dinilainya cukup membanggakan. Hal itu dibuktikan dengan produksi komoditas tanaman pangan seperti padi, bawang merah dan jagung, yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
NTB juga menjadi salah satu daerah penyangga pangan, yang surplusnya memenuhi kebutuhan provinsi tetangga, baik Bali maupun NTT.
Menurut HBK, ini semua tak lepas dari kebijakan dan program unggulan pemerintah Provinsi NTB dalam dua dekade terakhir yang mendorong peningkatan produksi tanaman pangan dengan berbagai program, seperti Pajale (Padi, Jagung dan Kedelai), Pijar (Sapi, Jagung dan Rumput Laut), dan juga program Bumi Sejuta Sapi (BSS).
“Dari indikator produktivitas, harus diakui bahwa pertumbuhan dan kemajuan pertanian di NTB ini sangat membanggakan. Dan ini tidak terlepas dari bagaimana Pemprov NTB mampu berinovasi dengan program-program pertanian unggulannya”, katanya.
Hanya saja, papar HBK, peningkatan produktivitas ini harus diimbangi dengan upaya peningkatan kesejahteraan para petani yang notabene merupakan garda terdepan di sektor pertanian.
HBK menyebut salah satu yang dibahas adalah indicator indeks Nilai Tukar Petani (NTP) yang secara resmi dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB.
NTP merupakan salah satu indikator strategis pertanian yang dirilis oleh BPS secara rutin. Mulai Desember 2013, tahun dasar perhitungan indeks NTP adalah tahun 2012 (2012=100).
Indeks NTP diambil dari perbandingan atau selisih dari biaya yang dikeluarkan petani dengan nilai hasil panen yang diperoleh.
Melalui indeks NTP, dapat diketahui berapa nilai yang harus dikeluarkan petani untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya, dan berapa nilai yang diterima petani sebagai hasil dari usaha pertaniannya.
ika angka indeks NTP sama dengan 100, berarti nilai yang dikeluarkan oleh petani sama dengan nilai yang dibayarkan oleh petani. Jika angka indeks NTP < 100, berarti nilai yang dikeluarkan petani lebih
besar daripada nilai yang diterima petani.
Atau secara sederhana dijelaskan, jika NTP di atas 100 maka petani di daerah itu bisa disebut sejahtera, sedangkan di bawah 100 bisa diartikan belum sejahtera.
Data BPS NTB menyebutkan, indeks NTP gabungan Provinsi NTB pada November 2018 tercatat sebesar 111,21 point. Bisa dibilang petani NTB cukup sejahtera, karena hasil panen mereka masih menutupi dan lebih besar dari ongkos produksi yang mereka tanggung.
Hanya saja, jika dikelompokan dalam beberapa subsektor pertanian, tidak bisa dianggap seluruh petani sejahtera.
Dalam data yang sama, nilai NTP Petani Tanaman Pangan (NTPP) sebesar 117,05, Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) 80,02, Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 94,44, Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) 128,43 dan Nilai Tukar Petani Perikanan (NTNP) 109,46.
Nilai Tukar Petani Perikanan (NTNP) dirinci menjadi NTP Perikanan Tangkap (NTN) tercatat 118,90 dan NTP Perikanan Budidaya (NTPi) tercatat 94,25.
Data BPS menyebutkan, bahwa secara gabungan, Nilai Tukar Petani Provinsi NTB sebesar 111,21, yang berarti NTP bulan Nopember 2018 mengalami peningkatan 0,34 persen bila dibandingkan dengan bulan Oktober 2018 dengan Nilai Tukar Petani sebesar 110,83 persen.
HBK mengatakan, dengan berfluktiasinya NTP yang merupakan indicator kesejahteraan petani itu, maka harus ada upaya dan inovasi lagi yang bisa mendorong tingkat kesejahteraan petani.
“Banyak faktor yang dapat mempengaruhi besaran nilai tukar petani, antara lain inflasi dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani untuk memenuhi ongkos produksinya,” kata HBK.
Ia menegaskan, seharusnya ongkos produksi pertanian dapat ditekan dengan adanya beragam program bantuan pemerintah untuk petani. Subsidi pupuk dan penyaluran bibit gratis adalah beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk membantu petani menekan ongkos produksi.
Selain itu, papar HBK, diperlukan pula adanya pembinaan kepada petani yang tepat sasaran, sehingga petani dapat menghasilkan produksi pertanian yang optimal.
“Penyaluran alat mesin pertanian (alsintan) dan penggunaan teknologi pertanian juga menjadi opsi yang tepat, sehingga petani dapat mempersingkat waktu pengelolaan lahan. Dengan demikian, maka nilai yang diterima petani seharusnya bisa menjadi lebih baik”, kata dia.
Bagi HBK, yang tak kalah pentingnya adalah adanya kesungguhan dari petani untuk membantu pemerintah memajukan sektor pertanian, sehingga terjadi hubungan timbal balik. Kesungguhan dari petani dapat dilakukan dengan terus-menerus memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan terkait
pertanian.
Misalnya dengan terus menambah wawasan dan pengetahuan, bagaimana cara menghasilkan produksi pertanian yang optimal dan berkualitas, mempelajari inovasi dan teknologi terbaru, mempelajari bagaimana menggunakan dan memanfaatkan alat mesin pertanian, dan banyak cara lainnya.
“Disinilah peran Kelompok Tani (Pokta) dapat dimaksimalkan untuk membantu seluruh anggotanya”, kata HBK.
Menurut HBK, sebagai salah satu sektor kunci dan penopang sektor-sektor lainnya, seharusnya sektor pertanian adalah sector dengan prospek yang baik dan menjanjikan di NTB dan juga di Indonesia
secara umum.
“Jika petani sejahtera, sektor pertanian akan semakin maju. Semakin maju sektor pertanian, maka swasembada pangan seharusnya bukan hal mustahil, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesejahteraan penduduk NTB dan Indonesia”, tegasnya.
Ia mengatakan, jika kelak dipercaya menjadi wakil rakyat di DPR RI, maka perjuangan untuk menyelaraskan pembangunan pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani akan menjadi fokus utama yang akan diperjuangkannya.
Seperti diketahui, HBK merupakan satu-satunya Caleg DPR RI Dapil NTB yang saat ini benar-benar fokus mengangkat isu pertanian dan kesejahteraan petani.
Dalam setiap kunjungannya ke tengah-tengah masyarakat petani Lombok, HBK selalu mendorong semangat para petani untuk terus berinovasi dan menanamkan sikap optimisme.
“Lombok ini sangat subur, apa saja ditanam pasti tumbuh. Indonesia, yang ada di lintasan garis Katulistiwa, merupakan negara agraris yang potensinya sangat kaya, maka percayalah, jika dikelola dengan baik, sektor pertanian ini bisa menjadi solusi paling efektif bagi masalah perekomian dan juga ketenagakerjaan”, katanya.
Me